Pernah diajukan pertanyaan kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin rahimahullah :
عن مقياس التشبه بالكفار ما هو ؟.
“Bagaimana ukuran/batasan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir (yang diharamkan) ?
Beliau menjawab :
مقياس التشبه أن يفعل المتشبه ما يختص به المتشبه به، فالتشبه بالكفار أن يفعل المسلم شيئًا من خصائصهم، أما ما انتشر بين المسلمين وصار لا يتميز به الكفار فإنه لا يكون تشبهًا، فلا يكون حرامًا من أجل أنه تشبه، إلا أن يكون محرمًَا من جهة أخرى. وهذا الذي قلناه هو مقتضى مدلول هذه الكلمة. وقد صرح بمثل صاحب الفتح حيث قال : (وقد كره بعض السلف لبس البرنس لأنه كان من لباس الرهبان، وقد سئل مالك عنه فقال : لا بأس به. قيل : فإنه من لبوس النصارى، قال : كان يلبس ههنا.أ.هـ.). قلتُ : لو استدل مالك بقول النبي صلى الله عليه وسلم حين سئل ما يلبس المحرم، فقال : ((لَا يَلْبَسُ الْقَمِيْصَ وَلَا الْعِمَامَةَ وَلَا السَّرَاوِيْلَ وَلَا الْبُرْنُسَ)) الحديث : لكان أولى.
وفي الفتح أيضًَا : وإن قلنا النهي عنها (إي عن المياثر الأرجوان) من أجل التشبه بالأعاجم فهو لمصلحة دينية، لكن كان ذلك شعارهم حينئذ وهم كفار، ثم لما لم يصر الآن يختص بشعارهم زال ذلك المعنى، فتزول الكراهة. والله أعلم.أ.هـ.
“Batasan tasyabbuh adalah seseorang melakukan tasyabbuh (penyerupaan) terhadap apa yang menjadi ciri khas objek yang diserupai. Tasyabbuh terhadap orang-orang kafir maknanya adalah seorang muslim yang melakukan sesuatu hal dari kekhususan mereka. Adapun sesuatu yang telah umum tersebar di kaum muslimin dimana hal itu tidak membedakannya dengan orang-orang kafir, maka tidak termasuk tasyabbuh. Bukan pula termasuk sesuatu yang diharamkan dari sisi tasyabbuh-nya itu, kecuali jika sesuatu itu diharamkan dari sisi yang lain. Inilah yang kami katakan tentang makna kata tersebut (tasyabbuh). Perkataan semisal telah dijelaskan Penulis kitab Al-Fath (yaitu Ibnu Hajar – Abul-Jauzaa’) saat ia berkata : ‘Sebagian ulama salaf memakruhkan memakai burnus karena ia termasuk pakaian para rahib/pendeta. Maalik pernah ditanya tentang hal itu lalu ia berkata : ‘Tidak mengapa dengannya’. Lalu dikatakan kepadanya (Maalik) : ‘Ia merupakan pakaian orang-orang Nashara’. Maalik menjawab : ‘Dulu ia pernah dipakai di daerah sini’ – selesai – . Aku (Ibnu ‘Utsaimin) berkata : Seandainya Maalik berdalil dengan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam saat beliau ditanya apa yang dipakai orang-orang yang sedang berihram, lalu beliau bersabda : ‘Jangan memakai qamish, imamah, celana/sirwal, dan juga burnus’[1] – tentu lebih baik.
Dalam kitab Al-Fath juga disebutkan : ‘Seandainya kita mengatakan tentang larangannya (yaitu memakai warna ungu) karena tasyabbuh dengan orang-orang ‘Ajam (non Arab); maka ia adalah demi kemaslahatan agama. Akan tetapi hal itu termasuk syi’ar-syi’ar orang-orang kafir. Lalu ketika sudah tidak menjadi ciri khas syi’ar-syi’ar mereka pada saat ini, maka hilanglah makna tersebut (tasyabbuh) sehingga hilang pula kemakruhannya. Wallaahu a’lam”.
[selesai - Fatawaa Al-‘Aqiidah, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 245].
Pada kesempatan lain beliau menjawab :
التثبه بالكفار يكون في المظهر واللباس والمأكل وغير ذلك لأنه كلمة عامة، ومعناها أن يقوم الإنسان بشيء يختص به الكفار بحيث يدل من رآه أنه من الكفار. وهذا هو الضابط، أما إذا كان الشيء قد شاع بين المسلمين والكفار فإن التشبه يجوز، وإن كان أصله مأخوذًَا من الكفار ما لم يكن محرمًَا لعينه كلباس الحرير.
“Tasyabbuh terhadap orang-orang kafir bisa terjadi pada penampilan, pakaian, makanan, dan yang lainnya; karena ia merupakan kata yang masih (bersifat) umum. Maknanya adalah seseorang melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas orang-orang kafir dimana itu ditunjukkan ketika ada orang lain melihatnya, maka orang tersebut menyangkanya sebagai orang kafir. Demikianlah persisnya. Namun jika ada sesuatu yang telah umum tersiar di kalangan kaum muslimin dan orang-orang kafir, maka tasyabbuh itu diperbolehkan; meskipun asal sesuatu itu terambil dari orang-orang kafir selama statusnya tidak haram seperti misal memakai pakaian sutera (bagi laki-laki)”.
[selesai - Majmuu’ Duruus wa Fataawaa Al-Haraam Al-Makkiy, 3/367].
Semoga ada manfaatnya……………
Abul-Jauzaa’, perumahan Ciomas Permai, 26052010, 22.40.
[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1542 & 5803, Muslim no. 1177, Ahmad 2/63, Abu Dawud no. 1824, An-Nasaa’iy 5/131-132 & 5/133-134, Ibnu Maajah no. 2929 & 2932, Ath-Thahawiy 2/135, Al-Baihaqiy 5/49, Ibnu Hibbaan no. 3784, dan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar