Kita – sebagai umat muslim – tidak habis pikir dengan doktrin teologi golongan yang mengaku beragama Islam namun meyakini adanya perubahan dalam Al-Qur’an. Ya benar, mereka adalah Syi’ah. Telah mutawatir nukilan para ulama mereka terdahulu akan keyakinan ini. Salah satu dasar hukum yang mereka pakai adalah :
عَلِيُّ بْنُ الْحَكَمِ عَنْ هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ الْقُرْآنَ الَّذِي جَاءَ بِهِ جَبْرَئِيلُ ( عليه السلام ) إِلَى مُحَمَّدٍ ( صلى الله عليه وآله ) سَبْعَةَ عَشَرَ أَلْفَ آيَةٍ
‘Aliy bin Al-Hakam, dari Hisyaam bin Saalim, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Sesungguhnya Al-Qur’an yang diturunkan melalui perantaraan Jibril (‘alaihis-salaam) kepada Muhammad shallallaahu (‘alaihi wa aalihi) terdiri dari 17.000 (tujuh belas ribu) ayat” [Al-Kaafiy, 4/456].
Berkata Muhammad Baaqir Taqiy bin Maqshuud Al-Majlisiy (w. 1111 H) – seorang yang dianggap imam dan ahli hadits di masanya – ketika mengomentari hadits di atas :
موثق، وفي بعض النسخ عن هشام بن سالم موضع هارون ابن سالم، فالخبر صحيح ولا يخفى أن هذا الخبر وكثير من الأخبار في هذا الباب متواترة معنى، وطرح جميعها يوجب رفع الاعتماد عن الأخبار رأسا، بل ظني أن الأخبار في هذا الباب لا يقصر عن أخبار الامامة فكيف يثبتونها بالخبر ؟
”Shahih. Dalam sebagian naskah tertulis : ”dari Hisyaam bin Saalim” pada tempat rawi yang bernama Haaruun bin Saalim. Maka khabar/riwayat ini shahih dan tidak tersembunyi lagi bahwasannya riwayat ini dan banyak lagi yang lainnya dalam bab ini telah mencapai derajat mutawatir secara makna. Menolak keseluruhan riwayat ini (yang berbicara tentang perubahan Al-Qur’an) berkonsekuensi menolak semua riwayat (yang berasal dari Ahlul-Bait). Aku kira, riwayat-riwayat dalam bab ini tidakkalah sedikit dibandingkan riwayat-riwayat tentang imamah. Nah, bagaimana masalah imamah itu bisa ditetapkan melalui riwayat ? [Mir-aatul-‘Uquul fii Syarhi Akhbaari Aalir-Rasuul, 12/525].
Selain Al-Majlisiy, masih banyak ulama Syi’ah mutaqaddimiin yang berpendapat sama.
Namun,… ada sebagian kecil ulama Syi’ah yang menolak pernyataan ini. Mereka mengatakan bahwa keyakinan Syi’ah tentang Al-Qur’an tidak berbeda dengan Ahlus-Sunnah, yaitu tidak ada perubahan. Atau dengan bahasa sederhana : Tidak ada perbedaan antara Al-Qur’an Ahlus-Sunnah dengan Syi’ah. Di antara mereka yang menyuarakan pendapat seperti ini adalah Ayatullah Al-Khuu’iy.
Pada kesempatan ini saya akan mengajak Pembaca sekalian untuk mencermati perkataan Al-Khuu’iy dalam Tafsir Al-Bayaan, tentang permainan kalimat yang ia lakukan. Apakah memang benar ia tidak meyakini adanya perubahan Al-Qur’an, atau malah sebaliknya.
Al-Khuu’iy berkata :
ومما ذكرناه قد تبين للقاريء أن حديث تحريف القرآن حديث خرفاة لا يقول به إلا من ضعف عقله أو من لم يتأمل في أطرافه حق التأمل أو من لجأ إليه يحب القول به والحب يعمي ويصمّ، وأما العاقل المنصف المتدبر فلا يشك في بطلانه وخرفاته
“Dari keterangan yang kami sebutkan, jelaslah bagi Pembaca bahwa cerita tentang perubahan Al-Qur’an adalah cerita khurafat, dimana tidak ada yang mengatakannya kecuali orang yang lemah akalnya atau orang yang tidak memikirkan detail Al-Qur’an dengan sebenar-benarnya, atau orang yang sengaja berlindung pada pendapat tersebut karena rasa cinta kepadanya. Dan rasa cinta itu bisa membuta-tulikan (seseorang). Adapun orang yang berakal, ’adil, dan mau berpikir dengan sungguh-sungguh, maka ia tidak akan ragu akan kebathilan dan kekhurafatan cerita itu” [Tafsir Al-Bayaan, 259].
Jika kita baca sebatas perkataan di atas, terlihat posisi Al-Khuu’iy yang menolak pendapat adanya perubahan Al-Qur’an dalam agama Syi’ah. Namun mari kita lihat apa yang dikatakannya di kitab yang sama pada beberapa lembar halaman sebelum kalimat di atas dikatakannya :
إن وجود مصحف لأمير المؤمنين عليه السلام يغاير القرآن الموجود في ترتيب السور مما لا ينبغي الشك فيه ، وتسالم العلماء الأعلام على وجوده أغنانا عن التكلف لإثباته ، كما أن اشتمال قرآن عليه السلام على زيادات ليست في القرآن الموجود ، وإن كان صحيحا إلا أنه لا دلالة في ذلك على أن هذه الزيادات كانت من القرآن ، وقد أسقطت منه بالتحريف ، بل الصحيح أن تلك الزيادات كانت تفسيرا بعنوان التأويل ، وما يؤول إليه الكلام ، أو بعنوان التنزيل من الله شرحا للمراد
”Sesungguhnya keberadaan mushhaf milik Amiirul-Mukminiin ’alaihis-salaam yang berbeda dengan Al-Qur’an yang ada sekarang ini dalam hal urutan surat-suratnya termasuk hal yang tidak patut diragukan lagi. Dan kesepakatan para ulama dan ahli ilmu tentang adanya mushhaf tersebut membuat kita tidak perlu bersusah-payah (takalluf) dalam menetapkannya. Hal itu sebagaimana Al-Qur’an milik ’Aliy memuat berbagai tambahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an yang ada sekarang. Meskipun keberadaan Al-Qur’an ’Aliy itu benar, namun hal itu tidak menunjukkan tambahan-tambahan ini termasuk bagian dari Al-Qur’an. Tambahan ini telah disalahartikan (oleh sebagian orang) sebagai tahriif (perubahan). Tapi yang benar adalah tambahan-tambahan adalah tafsir yang ditandai dengan kata ta’wil atau dengan kalimat ’tanziil (diturunkan) dari Allah’ sebagai penjelas maksud ayat” [idem, hal. 222].
Perhatikan benar-benar barisan kalimat-kalimat di atas.
Al-Khuu’iy menerangkan bahwa tambahan-tambahan tersebut hanyalah tafsir yang bukan merupakan bagian dari Al-Qur’an. Namun di sisi lain ia menggunakan kalimat ’tanziil minallaahi’ (turun dari Allah) yang mempunyai pengertian bahwa kalimat-kalimat tambahan dalam mushhaf ’Aliy itu berasal dari Allah (firman Allah).
Selain itu dapat kita cermati bahwa Al-Khuu’iy menyatakan mushhaf ’Aliy itu berbeda urutan-urutan suratnya dibandingkan Al-Qur’an yang ada sekarang.
Dari beberapa kejanggalan dan kontradiktif itu dapat kita ambil makna tersirat (atau bahkan tersurat) bahwa Al-Khuu’iy nampaknya mempunyai keyakinan adanya perubahan dalam Al-Qur’an, namun ia sampaikan dengan kalimat-kalimat samar - dan membingungkan. Tidak beda dengan ulama-ulama Syi’ah lainnya yang menyatakan adanya perubahan dalam Al-Qur’an.
Jika memang kalimat-kalimat tambahan itu merupakan tafsir ayat, lantas mengapa pula ia menyebut dengan mushhaf ?
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan ulama-ulama Syi’ah lainnya yang berpandangan tidak ada tahrif dalam Al-Qur’an mempunyai metode yang sama dengan Al-Khuu’iy.
Kita, Ahlus-Sunnah, telah merasa cukup dengan firman Allah ta’ala :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” [QS. Al-Hijr : 9].
Semoga Allah ta’ala melindungi kita dari tipu daya kaum Syi’ah.
Wallaahul-musta’aan.
Semoga tulisan kecil ini ada manfaatnya.
[abu al-jauzaa’ al-atsariy].
salam wa rahmah...satu tulisan yg terbaik mengenai firqah rafidhoh... jazakALLAHu khoir ya akhi..diharap akn lebih banyak post2 mengenai firqah sesat ini selepas ini sesuai dgn 'kemajuan' mereka dlm menyessatkan kaum muslimin yg kontang sejarah agama..
BalasHapusAssalamualaikum, pertanyaan, apakah mushaf Ali r.a ini yang dianggap sampai ke mahdi dan akan dijelaskan pada manusia kelak??? mohon pencerahan
BalasHapusWa'alaikumus-salaam. Saya tidak tahu.
BalasHapus