Berikut adalah kitab tulisan Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy hafidhahullah sebagai jawaban dari fatwa Al-Lajnah Ad-Daaimah atas dua kitab beliau yang berjudul At-Tahdziir min Fitnatit-Takfiir dan Shaihatun Nadziir. Silakan didownload dan dibaca, semoga dapat memberi kejelasan apakah memang benar Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy telah berdusta atas nama ulama dan beraqidah Murji’ah.
Al-Ajwibatul-Mutalaaimah ‘alaa Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah – ‘Aliy Al-Halabiy - 33
Sebagai pelengkap, ada beberapa pembahasan semakna dengan yang dibahas oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy di atas. Silakan download beberapa kitab berikut :
1. [إتحاف أهل الصدق والعرفان بكلام الشيخ ربيع في مسائل الإيمان] oleh Ahmad bin Yahyaa Az-Zahraaniy : http://www.fileflyer.com/view/TnkjPCs.
2. [التعريف والتنبئة بتأصيلات العلامة الشيخ الإمام أسد السنة الهمام محمد ناصر الدين الألباني رحمه الله في مسائل الإيمان والرد على المرجئة] oleh ‘Aliy bin Hasan Al-Halabiy : http://www.fileflyer.com/view/6rX3BA7
3. [الدرر المتلالئة بنقض الإمام العلامة محمد ناصر الدين الألباني (فرية) موافقة المرجئة] oleh ‘Aliy bin Hasan Al-Halabiy : http://www.fileflyer.com/view/53EE5Bs.
4. [تبرئة الإمام المُحَدِّثٍ من قول المرجئة المُحْدَث] oleh Ibraahiim Ar-Ruhailiy : http://www.fileflyer.com/view/o3cf1Bl.
5. [ترك العمل الظاهر وأثره في الإيمان] oleh Ahmad bin Shaalih Az-Zahraaniy : http://www.fileflyer.com/view/ah8CxBA.
Semoga ada manfaatnya…….
[Abu Al-Jauzaa’ Al-Bogoriy]
ust, afwan ana tdk paham bhs arab (bukannya ana tdk termotivasi utk mempelajarinya,ttp saat ini sy baru mulai belajar jd blm paham isi pdf diatas), kesimpulanny apa ust dari khilaf antara syaikh 'ali dgn lajnah daimah ttg bbrp buku beliau?
BalasHapusKhilaaf ilmiah, khususnya tentang dua buku beliau yang berjudul : At-Tahdziir min Fitnatit-Takfiir dan Shaihatun Nadziir. Inilah yang dinyatakan oleh Asy-Syaikh Dr. Husain Alusy-Syaikh, imam dan khathib masjid Nabawiy.
BalasHapusBuku Al-Ajwibatul-Mutalaaimah merupakan buku yang direkomendasikan oleh Asy-Syaikh 'Ubaid Al-Jaabiriy untuk dibaca dalam permasalahan ini.
Wallaahu a'lam....
Akh Al-Jauza' Yth.
BalasHapusKalau memungkinkan, bisa ndak antum buat ringkasan cerita atas kasus yang menimpa Syaikh Ali ini.
Misalnya:
- Syaikh Ali dianggap Murjia'h (oleh Lajnah Daimah) karena pendapatnya yang ini?
- Sedangkan menurut Ulama Ahlu Sunnah yang lain hal tersebut bukan termasuk Murji'ah...jadi dalam pendapat seperti itu Syaikh Ali bukanlah yang pertama menyatakannya...sehingga kalaupun terjadi perbedaan pendapat sejak dulu, mungkin ini termasuk Khilaf diantara Ulama
Ini supaya para penuntut Ilmu baik yang pro dan kontra terhadap beliau bisa sedikit mendapat gambaran yang jelas mengenai perselisihan tersebut.
Dan khusus bagi yang hanya ingin mengambil Fatwa Lajnah untuk mencela beliau atau bagi yang membela beliau karena semangat ingin menghormati beliau setelah adanya penjelasan dari antum mungkin bisa dikatakan bahwa mereka kurang GAUL.
Jazakallah
Pakubumi
Akh masalah ini bukan masalah yang sederhana. Dan permasalahannya tidak semudah itu. Tentunya bagi kita yang telah membaca fatwa2 yang sejenis semasa syaikh bin baz masih menjabat menjadi mufti amm maka kita akan ketahui bahwa hal itu bukan terjadi sekali, namun telah terjadi fatwa2 yang sejenis.
BalasHapusDan sebaiknya antum tidak menceburkan diri pada masalah2 yang diluar keilmuan antum, itu pesan dari kibar ulama Saudi. Dan sebaiknya masalah ini tidak disebar luaskan karena masalah ini bukan fak dari orang awam seperti kita, apa maslahat antum membawa masalah ini kepada publik awam?
bertaqwallah kepada alloh, bahas sesuatu sesuai dengan kemampuan jangan kita tampil kepublik sebagai seorang yang seolah berilmu padahal keilmuan kita ini masihlah amat minim....
Apakah di sini saya sedang membahas sesuatu? Coba antum baca kembali tulisan di atas.
BalasHapusSeringkali kita mengklaim ingin kembali kepada pemahaman salaf, namun pada hakekatnya kita hanya berpindah dari satu ketaqlidan kepada ketaqlidan lainnya. Menjadikan kebodohan kita untuk mengecap bodoh orang lain. Semoga kita semua terhindar darinya.
Kitab-kitab di atas adalah tulisan ulama. Bukan tulisan saya. Oleh karena itu, saya tidak merasa berat untuk mempublikasikan walau seujung kuku pun. Saya tidak tahu kalau antum merasa terganggu dengan publikasi kitab-kitab tersebut. Taqlid dan ta'ashub? Saya tidak menuduh antum seperti itu.
Sebagaiman antum tahu - mungkin - bahwa yang banyak beredar adalah tuduhan kepada Asy-Syaikh 'Ali dengan referensi fatwa lajnah daaimah. Maka, kitab-kitab di atas adalah sebagai jawaban dan pembandingnya. Sebaiknya antum baca dulu baik-baik. Kalau belum lancar baca kitab, bisa minta tolong ikhwah atau ustadz yang antum percaya. Jadi, jangan buru-buru 'gak setuju' sebelum membaca. Ilmu itu sebelum berkata dan berbuat.
Terakhir, terima kasih atas nasihatnya untuk tidak berkata tanpa ilmu. Akan saya perhatikan betul itu. Tapi sebaiknya ditunjukkan di bagian mana letak berkata tanpa ilmunya, sehingga saya bisa lebih beristifadah atas nasihatnya.
بسم اللَّه
BalasHapusAkhi
Yang pertama :
Masalah ini adalah pertentangan dikalangan Ahli dan pakar Keilmuan.
bukan konsumsi orang umum. Dan antum bukanlah Penuntut ilmu Khusus. Karena latar pendidikan Antum adalah Ilmu Umum (IPB) bukan ilmu dien dan tidak belajar dien dan ilmu alat dengan bimbingan ahli ilmu secara langsung, Sementara Penuntut ilmu yang sebenar-benarnya adalah secara talaqi langsung dari Bimbingan Ahlul Ilmi. Mereka bukanlah orang yang lebih banyak membaca kitab sendiri dan belajar secara Autodidak lalu menceburkan diri dalam masalah-masalah yang diperdebatkan oleh ahli ilmu. Ilmu yang sejati itu butuh pembimbing dari Ahli ilmu...dan kemapanan dan adanya sanad kepada ahlinya.
ini nasihat Syaikh Fauzan
فإن مسائل العقيدة مهمة جداً ، ويجب تعلم العقيدة بجميع أبوابها وجميع مسائلها وتلقيها عن أهل العلم
....
كذلك لا يتلقى العقيدة عن الكتب فقط .. أو عن القراءة والمطالعة ، لأنها لا تؤخذ مسائلها ابتداءً من الكتب ولا من المطالعات ، وإنما تؤخذ بالرواية عن أهل العلم وأهل البصيرة الذين فهموها وأحكموا مسائلها
أما ما يدور الآن في الساحة من كثرة الأسئلة حول العقيدة ومهماتها من أناس لم يدرسوها من قبل، أو أناس يتكلمون في العقيدة وأمور العقيدة عن جهل أو اعتماد على قراءتهم للكتب أو مطالعاتهم ، فهذا سيزيد الأمر غموضاً ويزيد الإشكالات إشكالات أخرى ، ويثبط الجهود ويحدث الاختلاف، لأننا إذا رجعنا إلى أفهامنا دون أخذ للعلم من مصادره، وإنما نعتمد على قراءتنا وفهمنا ، فإن الأفهام تختلف والإدراكات تختلف .. وبالتالي يكثر الاختلاف في هذه الأمور المهمة . وديننا جاءنا بالاجتماع والائتلاف وعدم الفرقة ، والموالاة لأهل الإيمان والمعاداة للكفار .. فهذا لا يتم إلا بتلقي أمور الدين من مصادرها ومن علمائها الذين حملوها عمن قبلهم وتدارسوها بالسند وبلغوها لمن بعدهم .. هذا هو طريق العلم الصحيح في العقيدة وفي غيرها ، ولكن العقيدة أهم لأنها الأساس ، ولأن الاختلاف فيها مجال للضلال ومجال للفرقة بين المسلمين
أسئلة وأجوبة في مسائل الإيمان والكفر
Ana tanya apakah Antum pernah mengkhatamkan matan kitab Aqidah, Mutholah hadits atau Ushul fiqh dengan bimbingan Ulama secara talaqi? Duduk dimajelisnya?
kemudia ia menguji dan mengatakan pada kita "ya kamu telah telah selesai menguasai matan kita ini dan itu...artinya kemampuan kita memang sudah di uji dan di akui oleh ahli ilmu." Itu baru di benarkan, Itu sejatinya ilmu dan tholibul Ilmu.
Jika kita bukan orang yang benar-benar mapan keilmuannya, dan telah mendapat bimbingan dari ulama maka. Kita termasuk orang-orang umum. Bukan tholibul ilmu khusus (ustadz).
Dan kewajiban kita orang UMUM adalah keluar dari masalah-masalah yang di perselisihkan, tidak turut menceburkan diri dan mengajak orang lain untuk menceburkan diri kedalamnya dan ikut2an mendukung kubu tertentu. Itu pesan Ulama bukan dari diri saya semata….
Jadi kita serahkan masalah ini pada Ahlinya.
dan satu lagi
Syaikh Ahmad bin Yahyaa Az-Zahraaniy, termasuk orang yang bukunya mendapat tahzir dari Syaikh bin baz karena bukunya membawa pemahaman irja.
Wallahu ‘alam
Saya jadi heran dengan keberatan antum saya mempublikasikan matan kitab-kitab di atas. Apa antum merasa lebih nyaman dengan 'isu' yang selama ini beredar bahwa Syaikh 'Aliy berpemahaman irja'?
BalasHapusJika benar, rasa-rasanya saya mencium bau kejumudan ilmu dengan bungkus kata-kata nasihat. Ini bukan masalah kubu mana dan mana. Justru komentar dan keberatan antum di atas malah menunjukkan identitas antum dalam meng-'kubu' pendapat-pendapat. Tidak senang orang lain berbeda dengan pihak/kubu yang antum 'dukung', sehingga berusaha agar orang lain tidak berpendapat kecuali dengan pendapat antum atau pihak yang antum ambil.
Memasyarakatkan ketaqlidan? Entahlah, semoga tidak.
Buku-buku di atas adalah jawaban dan penjelasan atas permasalahan kedudukan amal dalam iman. Saya tidak memberikan bahasan SEDIKITPUN. Yang memberikan bahasan adalah ulama. Apakah ini salah? Kalau salah, tolong beri saya penjelasannya.
Atau pertanyaan yang lebih mendasar : Antum sudah baca belum kitab-kitab di atas? Kalau belum, ya ini musibah.
Sangat aneh jika hanya gara-gara mempublikasikan kitab dianggap berbicara tanpa ilmu.
Kalau antum merasa awam dalam masalah ini, bukankah kewajiban antum yang pertama adalah diam? Lalu bertanya dan membaca. Kurang bijak rasanya keawaman antum menjadi standar yang harus dipakai orang lain.
Mengenai diri pribadi saya, ya saya sadar bahwa saya masih bodoh. Berasal dari sekolah umum lagi. Tapi semoga itu bukan jadi halangan bagi saya untuk menuntut ilmu dan meninggalkan kebodohan.
Tentang Dr. Ahmad Az-Zahrani, memang benar, dulu ada kitab beliau yang ditahdzir. Tapi, kewajiban kita (yang mampu) adalah tidak bertaqlid.
Sederhana saja pertanyaan saya, apakah antum tidak mengenal beliau kecuali dari fatwa tahdzir tersebut? Tidakkah antum dengar beliau dekat dengan Syaikh As-Sadlan, salah satu kibar ulama Saudi Arabia? Tidakkah antum pernah dengar beliau menjadi dai aktif di Saudi dan menjadi rujukan para thalibul-'ilm salafiy di sana? Tidak ada pencekalan atas diri beliau? Tidakkah antum pernah baca kitab beliau dalam masalah iman menjadi salah satu referensi Syaikh Ar-Ruhaili dalam menjelaskan irja'? Tidakkah antum pernah dengar Syaikh Muhammad bin Hadi memuji kitab beliau? Jika belum, ada baiknya antum kenal lebih dalam/dekat dngn beliau dan kitab-kitab beliau, terutama jika antum merasa AWAM akan diri beliau...
O iya, ada yang kurang.
BalasHapusJika antum menganggap bahasan kitab-kitab di atas bukan konsumsi umum, lantas apakah fatwa Lajnah yang antum pegang itulah yang jadi konsumsi umum? (sebagaimana yang antum isyaratkan di komentar sebelumnya).
Lagi pula, buku-buku di atas bukan bersifat rahasia. Di negara asalnya dijual bebas. Di internet mudah didapat. Saya mempublikasikan kitab-kitab di atas punya tujuan agar 'ikhwan khusus' (termasuk dai dan ustadznya) dapat mengambil faedah dari kitab-kitab di atas. Sengaja saya tidak terjemahkan bagian-bagian dari kitab di atas - walau mungkin saya mampu membuat ringkasannya - agar bahasan dan bahasa para ulama tidak tercampuri oleh tulisan saya.
Jangan berburuk sangka akhi...
BalasHapusBaik saya ini dianggap jumud dan taqlid. Kalau begitu izinkan saya yang kecil ini bertanya hal yang prinsip.
Bicara tidak usah jauh-jauh, kita mulai dari yang sederhana dan mendasar saja.
Ana tanya apakah Antum pernah mengkhatamkan matan kitab Aqidah, Mustholahah hadits atau Ushul fiqh, Ushul tafsir, atau balaghoh, ma'aniy, arudh, yang kesemua itu alat-alat dasar... dengan bimbingan Ulama secara talaqi? Duduk dimajelisnya?
Kemudian ia menguji dan mengatakan pada kita "ya kamu telah telah selesai menguasai matan kitab ini dan itu...artinya kemampuan kita memang sudah di uji dan di akui oleh ahli ilmu."
Sudahkah antum? jawab...! nampaknya antum menghindari menjawab ini kan!!
Bagaimana mungkin jika ilmu-ilmu dasar bagi pemula dari Tholibul ilmu itu saja tidak pernah belajar dari bimbingan ulama hanya ikut pengajian umum atau baca-baca sendiri dan autodidak eh tiba2 sudah terbang menceburkan diri ke perselisihan ulama? dan mengajak orang lain untuk menceburkan diri kesana? semoga kita tidak seperti itu....ya akh
Apakah kita merasa istimewa karena hanya baru sedikit bisa membaca kitab2 gundul?
Jangan sampai kita membodoh-bodohkan orang lain, merendahkan manusia dan ta'jub dengan keilmuan sendiri. Padahal ia sendiri belumlah apa-apa. Semoga kita semua tidak seperti itu.
Antum tidak perlu jengkel, adalah konsekuensi ketika membuka kolom komentar maka harus bisa menerima tidak hanya yang bentuknya pujian yang membesarkan hati antum, tapi juga kritik dan pandangan yang bersebrangan. Baik Kritik itu dianggap ilmiah oleh standart antum atau tidak.
Dan sudah kewajiban lembaga yang mengeluarkan fatwa untuk menarik fatwa tersebut jika memang isinya hanya tuduhan yang tidak benar...karena tuduhan yang tidak benar adalah kezholiman dan dosa.
tapi mengapa tidak demikian?
Mengapa mereka membiarkan kezholiman tetap berlangsung, padahal mereka bisa menariknya?
Kita harus hati-hati bisa jadi ketika kita menganggap orang lain taqlid dan jumud justru perkataan semacam itu bisa kembali kepada diri kita sendiri. Ada apa dengan diri kita kenapa kita hanya berprasangka baik melulu terhadap diri kita pribadi? Dan memandang orang lain serba bodoh dan kurang dan serba dibawah pengetahuan diri kita?
Sekali lagi saya merasa ta'jub dengan cara berpikir antum. Sudah saya katakan bahwa ini adalah khilaf ilmiah. Nampaknya antum tidak rela dengan perkataan ini sehingga perlu menegaskan bahwa Lajnah belum menarik fatwanya. Saya sebenarnya tidak perlu menyimpulkan apa-apa atas perkataan antum di atas (karena telah memperjelas hakekat sebenarnya).
BalasHapusJika antum perhatikan betul apa yang saya tuliskan di atas, maka saya ingin mengajak ikhwan semua untuk bersikap bijak terhadap khilaf dengan menyodorkan kitab-kitab di atas. Sebenarnya saya bisa menyebutkan para ulama yang menyelisihi Lajnah dalam permasalahan ini. Tapi tidak saya lakukan karena bukan itu tujuan saya.
Dikarenakan ini perkara ILMIAH yang tidak membahas kubu-kubuan - seperti dugaan antum -, maka tidak ada hal yang menghalangi saya mempublikasikan buku-buku itu. Begitu pula dengan sebagian asatidzah yang telah menjelaskannya di majelis-majelis mereka. Majalah As-Sunnah dan Adz-Dzakhirah juga pernah mengangkatnya. Jadi tidak ada hal yang luar biasa yang perlu disimpan. Anehnya, antum menganggapnya hal yang keramat sehingga masyarakat tidak boleh tahu bahasan ini. Lisaanul-haalnya ingin mengatakan bahwa fatwa Lajnah itulah wajib dipegang, tanpa boleh ada penyelisihan.
Bukankah ini namanya kitmanul-'ilm? Bukankah tidak terlalu keliru jika saya mengatakan ini ajakan kepada kejumudan dan ketaqlidan? Dakwah salaf ini tegak dengan ilmu.
Mengenai pertanyaan antum di atas, sebenarnya antum pun sudah tahu bahwa saya tidak pernah keluar negeri bermajelis dengan ulama. Mungkin pertanyaan itu hanyalah penegasan bahwa Abul-Jauzaa bukan ustadz, hanyalah orang awam. Telah berkali-kali saya tulis - baik di blog, imel, chatting, atau facebook - bahwa saya bukan ustadz, tidak pernah bermulazamah secara khusus dengan ulama. Guru-guru saya hanyalah ustadz-ustadz lokal saja. Tidak ada rasa malu bagi saya untuk mengatakannya, karena memang itulah kenyataannya. Puaskah dengan jawaban ini?
Tapi kok agak tidak nyambung jika itu dikaitkan dengan larangan mempublikasikan kitab. Tidak masuk logika saya. Kalau antum mengatakan bahwa saya ini telah bicara di luar bidang saya - karena saya berasal dari sekolah umum - , memangnya ada larangan untuk itu? Adakah halangan seorang dokter, misalnya, berbicara tentang satu cabang agama? Sebaik-baik nasihat adalah nasihat untuk tidak berbicara tanpa ilmu, karena ini lebih menyeluruh. Seorang ustadz yang telah bertahun-tahun bermulazamah dengan ulama pun dilarang untuk ini. Apalagi orang awamnya. Namun seorang awam pun tetap boleh berbicara tentang agama, asal sesuai KADAR ilmu yang dimilikinya.
Jika antum mengatakan saya orang awam, di bagian mana saya telah berkata di luar KADAR keilmuan saya? Khususnya di artikel ini. Tolong TUNJUKKAN barang satu kalimat saja sehingga saya benar-benar bisa beristifadah dengan nasihat antum. Itu lebih adil buat diri saya dan diri antum. Jika antum tidak mengerti satu permasalahan - seperti dalam bahasan ini - , apakah menjadi mustahil jika ada ikhwan lain lebih tahu daripada antum dalam permasalahan tersebut? Barangkali ada ikhwan yang telah mendengar apa yang tidak antum dengar dan telah membaca apa yang tidak antum baca. Cukuplah seorang dikatakan bodoh jika ia menggunakan kebodohannya untuk mengatakan orang lain sama bodohnya atau lebih bodoh dari dirinya.
Saya berusaha terbuka akan kritik-kritik konstruktif, termasuk yang antum berikan. Oleh karena itu, apa yang antum tuliskan saya tampilkan. Saya berkewajiban menerima jika kritik itu berisi kebenaran dan juga berhak menyanggah/menjawab jika kritik itu tidak benar, ngawur, atau tidak nyambung.
Terakhir, saya memberi nasihat kepada diri saya dan kepada antum untuk memperbanyak bertanya dan membaca, serta membuka cakrawala ilmu.
Kalau boleh coba menyimpulkan, ujung berputar-putarnya komentar antum adalah keberatan dengan publikasi buku ini, meminta saya menghapusnya, dan harapan berpegang teguh terhadap pendapat Lajnah. Betulkah kesimpulan ini?
@Akh Abul-jauzaa
BalasHapussabar akhi.
Afwan Ustadz Abul-Jauzaa...pendapat yang antum yakini tentang Syaikh Ali Hasan gimana? bukan kapasitas kita2 untuk memilah-milah fatwa ulama dan mencari yang rojih...Kita ingin mengambil faidah dari para ulama...kesimpulannya, bolehkah kita2 yang masih awam ini belajar atau membaca kitab2 Syaikh Ali Hasan atau tidak? Jazakumulloh khoiron Ustadz...Mohon dijawab..
BalasHapusAsy-Syaikh 'Aliy adalah ulama Ahlus-Sunnah. Dan bahkan sangat dianjurkan membaca kitab-kitab beliau, karena padanya terdapat manfaat yang banyak.
BalasHapusWalaahu a'lam.
Begitulah, jika atas nama "kemaslahatan" kemudian melarang publikasi dari bantahan orang yang dituduh... Mengapa kita hanya berpegang pada tuduhan tanpa mau menelaah bantahannya? Bukankah hal yang demikian (mau melihat bantahannya) merupakan sikap yang adil? Bukankah kaidah fiqh mengatakan bahwa orang yang menuduh harus mendatangkan bukti dan orang yang tertuduh boleh memberikan bantahannya? Kalaulah publikasi bantahan ini tidak diperbolehkan, maka akan banyak sekali ikhwan-ikhwan kita yang terjerumus untuk mendzalimi Syaikh 'Ali Hasan tanpa pernah tahu duduk permasalahannya dan hanya dari membaca tuduhannya semata... Pada akhirnya, mereka yang demikian ini hanya akan memaki-maki Syaikh 'Ali, bahkan menggelari beliau dengan gelaran yang buruk... Lihatlah isi blog fakta, blog salafy independent, dan semisalnya...
BalasHapusBismillah…
BalasHapusTalaqii lagiii …lagi-lagi talaqii ….fyuuhhh
Sebenernya seberapa pentingnya talaqi di dalam menuntut ilmu …?
Kok sepertinya kalo gak talaqi berarti bukan Ulama, bukan ahl hadits, bukan ustadz, tidak punya sanad ilmu (??), bukan ini, bukan itu, dsb…
‘allahul musta’an
Kalau di dalam kitab sudah bisa di pahami dengan jelas dan gamblang apa tidak boleh kita nukilkan ..? apa tidak boleh kita beritahukan kepada orang lain …?
Sudah jelas terdapat beberapa mazhab fiqh di dalam islam, yang terdapat perbedaan di dalam memahami nash antara satu dengan lainnya..
Apabila saya talaqi dengan ulama mazhab A untuk memahami sebuah dalil yang shahih..
Pemahaman itu bisa berubah bila saya talaqi dengan ulama di mazhab B, walaupun dalil shahih yang di gunakan sama..
Pindah talaqi dengan ulama mazhab C, atau D pun bisa berbeda lagi pemahamannya..
Contoh ;
Dalam hadits “man ‘amilan ‘amalan…dst”
Mazhab A memandangnya sebagai dalil untuk bid’ah (di dalam syariat), hadits tersebut sebagai syarah atas hadits “kullu bid’atin dhalallah..”
Mazhab B memandangnya sebagai kekhususan untuk kaum tertentu, di lihat dulu sebab-sebab pengucapannya, tidak bisa di jadikan dalil untuk pengharaman bid’ah, dst…
Tafsir al Qur’an antara ulama mazhab satu dengan yang lain saja berbeda, apabila saya talaqi dengan salah satu ulama mazhab A misalnya dalam hal tafsir, maka niscaya akan terjadi perbedaan pendapat dengan thalibul ‘ilmi yang lain apabila mereka talaqi dengan ulama dari mazhab B.
Menuntut ilmu (termasuk didalamya membaca) tidaklah harus melalui talaqi (menurut saya), membaca kitab dari ulama-ulama.pun bisa dikatakan ‘belajar’ (secara tidak langsung) dengan mereka.
Apalagi sekarang banyak kitab-kitab yang sudah di syarah dan di tahqiq, belum lagi mp3 yang gak terhitung lagi banyaknya.. –alhamdulillah-
Sekali lagi tulisan diatas hanyalah pendapat saya pribadi, apabila tidak bermanfaat silahkan di tinggalkan.
Wallohu ta’ala a’lam..
--Abu Yusuf--
Afwan, komentar saya tadi untuk akhi
BalasHapusAnonim mengatakan... on 18 Mei 2010 11.55
Apabila ada kesalahan itu karena kedangkalan ilmu saya,dan atas nama pribadi saya mohon maaf.
syukron, wa jazakallahu khair
--Abu Yusuf--
talaqi?
BalasHapusdibawah bimbingan ulama artinya bukankah bisa juga merujuk buku2 mereka ulama yg ahlussunnah?, pemahaman mereka bisa dipelajari sy yakin selama mereka masih menulis dgn bahasa manusia ya manusia lain yg membaca dan mengambil manfaat mereka (dlm dunia yg dimudahkan Allah dgn teknologi ini) adalah berarti menjadi murid mereka?
masak hari gini disuruh jadul banget, kan bisa nanti saat ada topik pelik baru bertanya kepada yg ahli ulama terdekat yg memahami kitab yg sedang kita pelajari itu. Coba kasih bukti saya kibar ulama spt Albany yg membaca seluruh kitab hadits jami, sunan, mushanif, dsb bertalaqi sama siapa?
beliau jenius dan langka dlm ilmu hadits, membca dan meneliti kitab dan di dunia modern seperti skg dimungkinkan, kitab dicetak dgn mudah didapat, dan boleh.Kapan Islam berkembang kalau kita gak boleh baca kitab sendiri.
nanti bisa di uji publik ulama seperti syaikh Albany memang pakar dgn metode beliau, yg bahkan mengistinbath jg fiqh2 sbg manfaat ilmu hadits yg beliau pelajari. ketika isi ujaran2nya ilmiyah dan lurus diterima oleh ulama2 kibar yg ahlusunnah dgn ijma mereka berarti sah2 saja.
Tdk ada yg mencari2 talaqi albany bagaimana dsb cukup dilihat dari kitab2 beliau , manhajnya, dsb.
syukron ikut comment smg bermanfaat, kalao tidak memang dari kebodohan saya.
Maju terus abul jauza asal dalam manhaj sunnah dan salaf yg lurus...!!
Wassalam.
abu muhammad
Walhamdulillah. Ana termasuk yang mengambil banyak faidah dari penjelasan Ust. Abul Jauza, khususnya terkait permasalahan 'tuduhan' yang dialamatkan kepada Syaikh Ali Hasan hafizhahullah. Hendaknya kita berusaha untuk berimbang dalam menyikapi suatu permasalahan dan tidak bersikap sebelum menelitinya. Jazakumullahu khairan.
BalasHapusAkhukum
Muhammad Nur Ichwan Muslim
kalau sudah bisa baca huruf abcd dst..baca aja buku apa saja..gitu aja kok repot...ditulis babi itu haram..masa kayak gituan mesti mendatangi ulama..dah jelas-jelas ditulis babi haram, anak PAUD aja bisa baca...metode kuno kok masih dipake aja..
BalasHapusdkatakan:
BalasHapus"Buku Al-Ajwibatul-Mutalaaimah merupakan buku yang direkomendasikan oleh Asy-Syaikh 'Ubaid Al-Jaabiriy untuk dibaca dalam permasalahan ini."
stadz, kalau boleh minta teks atau audio atau videonya.. agar ane bisa membungkan copas-er yang suka gembar gombor mentahdzir syaikh 'ali...
jazakallah kher
Silakan baca :
BalasHapushttp://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=14233.
Assalaamu'alaikum.. ustadz, sy pgn download kitabnya tp ga bs2. mohon solusinya.
BalasHapusSyukron