....Kami tidak mengeluarkan perbuatan, baik besar maupun kecil, dari yang namanya keimanan.....
artinya bahwa perbuatan manusia adalah masuk dalam definisi iman, baik itu termasuk dlm ashlul iman, kamalul wajib,atau kamalul mustahab.
tapi yang aneh dipoint 7 mrk mengatakan perbuatan masuk dlm kesempurnaan wajib dan mustahab dan tidak mereka masukkan dlm ashlul iman...
ini artinya bhw perbuatan apapun tdk bisa merusak ashlul iman (kecuali sholat)sedang syikhul islam justru mengatakan perbuatan ada yg msk dlm ashlul iman, kamal wajib,kamal mustahab, shg jika orang berbuat ini atau itu akan jadi kafir (krn perbuatan ini dan itu tsb merusak ashlul iman shg kafirlah dia).
Inilah DUSTA yang mereka nisbatkan pada syaikhul islam!!!!
DUSTA kedua mereka pisahkan antara iman dan amal (poin 6) edang syaikhul islam tidak pernah bilang iman dan amal akan tetapi iman itu qoulun wa amalun>>artinya didalam iman itu ada perkataan dan amalan..beda dg mereka para masayikh!!!
dan ini juga berrti mereka memisahkan amal dr ta'rif iman meskipun jika ditanya mereka akan menjawab sbgmn ta'rif ahli sunnah, tp perkataan ini justru membuktikan mereka itu sebaliknya..
Maka pengakuan sbg ahli unnah cuma klaim ikut2an aja krn pd hakekatnya (dilihat dr pengertian mereka) mereka ini adalah sebagimana mereka katakan sendiri ttg orang yang berkeykinan bhw keimanan hanya tasdiq (memisahkan amal dr ta'rif iman) sbg MURJI'AH YANG BURUK tp merekaini dg gaya yang lebih baru akan tetapi pd hakekatnya keimanan hanyalah TASHDIQ bg mereka..
Miskin sekali analisa dan pemahaman Anda. Kalau Anda tidak tahu, tidak usah sok tahu ya....
Perkataan dan pemahaman Anda itu salah kaprah. Agak susah diperbaiki, kecuali memang harus direkonstruksi. Iman itu adalah perkataan dan perbuatan. Amal itu adalah juz'un minal-imaan. Iman itu ada pokok (ashlul-iman) ada pula cabang (far'ul-iman).
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
ولهذا قال علماء السنة في وصفهم [اعتقاد أهل السنة والجماعة]: إنهم لا يُكَفِّرون أحدًا من أهل القبلة بذنب، إشارة إلى بدعة الخوارج المكفرة بمطلق الذنوب، فأما أصل الإيمان الذي هو الإقرار بما جاءت به الرسل عن الله تصديقًا به وانقيادًا له، فهذا أصل الإيمان الذي من لم يأت به فليس بمؤمن؛
Ini adalah pernyataan beliau tentang apa yang disebut ashlul-iman dan peniadaan keimanan seseorang (baca : kafir) jika tidak mempunyai ashlul-iman. Keberadaan ashlul-imaan pada seseorang cukup membuat dia disebut sebagai seorang muslim. Ashlul-iman itu adalah iqraar, tashdiiq, dan inqiyaad. Iqraar itu adalah amal lisaan, tashdiiq itu amal qalbu, dan inqiyaad itu amal qalbu [Majmu’ Al-Fataawaa, 7/638].
Kemudian di bagian lain beliau menjelaskan tentang kedudukan amal perbuatan dhahir/anggota badan :
والدين القائم بالقلب من الإيمان علمًا وحالًا هو الأصل، والأعمال الظاهرة هي الفروع، وهي كمال الإيمان. فالدين أول ما يبنى من أصوله ويكمل بفروعه، كما أنزل اللّه بمكة أصوله من التوحيد والأمثال التي هي المقاييس العقلية، والقصص، والوعد، والوعيد، ثم أنزل بالمدينة ـ لما صار له قوة ـ فروعه الظاهرة من الجمعة والجماعة، والأذان والإقامة، والجهاد، والصيام، وتحريم الخمر والزنا، والميسر وغير ذلك من واجباته ومحرماته. فأصوله تمد فروعه وتثبتها، وفروعه تكمل أصوله وتحفظها،
[Majmu’ Al-Fataawaa, 7/354].
Syaikhul-Islaam menjelaskan bahwa amal dhahir itu termasuk furuu', yaitu kamaalul-iman.
inilah salah faham antum dan bukti bhw faham murjiah masyayikh yg antum bela adalah buruk serta membuktikan bhw ta'rif iman kalian tdk ada iman didalamnya......bgmn perkataan syaikh ttg pencaci nabi dsb yang beliau katakan sbg kekufuran?? atau antum mau berkata bhw pencacian itu adalah amalan lisan dan tdk pengaruh pd ashlul iman?? oleh karena itu antum yang KAYA PEMAHAMAN ini hendaknya mendudukkan perkataan ibnu taimiyah sebagaimana ibnu taimiyah mendudukkannya. penjelasan ibnu taimiyah menunjukkan bhw beliau menjelaskan ttg kedudukan iman itu ada pada 3 hal ...sbg contoh allah turunkan tauhid yg jd ushul dimakkah....tauhid apa tidak akan rusak dg syirik?? sdg syirik adalah amalan dzahiroh!!! dan masih banyak contoh dr perkataan beliau yg menunjukkan bhw amalan ada yg masuk dlm usul iman......
jd anda yang KAYA PEMAHAMAN ini hendaknya lebih bisa mendudukannya..
Inilah yang saya namakan sok tahu. Sudah saya bilang sebelumnya, kalau tidak tahu itu mendingan diam, bukan bicara. Salah lagi. Gak nyambung.
Anda tahu tidak konteks yang dibicarakan dalam kitab Mujmaal Masaail, dan kemudian dihubungkan dengan konteks amal masuk dalam iman ?. Bukankah yang dibicarakan tersebut adalah perkataan Syaikhul-islaam :
"Maka ashlul-imaan itu ada di hati - yaitu perkataan dan amalan hati, yaitu iqraar dengan pembenaran (tashdiiq), kecintaan, dan ketundukan. Dan apa-apa (iman) yang ada di dalam hati sudah semestinya menampakkan konsekuensinya dan kebutuhannya pada anggota badan. Apabila ia tidak mengamalkan konsekuensi dan kebutuhannya pada amal anggota badan (jawaarih), itu menunjukkan ketiadaan dan kelemahannya" [[Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/644].
Ini perkataan Syaikhul-Islaam yang dinukil di nomor 6 oleh Masyaikh Yordaan. Dan kemudian dikomentari sebagai berikut :
وانتفاء الإيمان المطلق - وهو كماله لا يلزم منه نفي (مطلق الإيمان) - َهو أصله؛ كما قرره شيخ الِسلام - رحمه الله في مواضع.
"ketiadaan iman muthlaq (al-imaanul-muthlaq) - dan ia adalah penyempurnanya (kamalul-iman), tidaklah mengkonsekuensikan peniadaan muthlaqul-iman - dan ia adalah pokoknya (ashlul-iman); sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul-Islaam dalam beberapa tempat [selesai perkataan masyikh Yordaan].
Anda paham tidak bedanya al-imanul-muthlaq dan muthlaqul-imaan ?. Kalau menganggap sama, ya wajar pemahaman Anda jadi ruwet.
Dalam ilmu 'aqidah, al-imaanul-muthlaqi ini juga disebut al-imanul-waajib, atau al-imaanul-mufashshal, atau haqiiqatul-imaan. Ini martabat kedua setelah ashlul-iman atau muthlaqul-iman.
Adapun muthlaqul-iman atau ashlul-iman, maka ini adalah martabat pertama yang menjadikan seseorang terbebasnya dari kekekalan adzab neraka.
Beda antara muthlaqul-iman dengan al-imanul-muthlaq itu :
Muthlaqul-iman/ashlul-iman tidak mengenal adanya kurang. Ia harus ada dan tidak boleh kurang.
Adapun al-imanul-muthlaq yang dikenal dengan adanya pertambahan atau pengurangan (yaziid wa yanqush).
Terkait dengan penjelasan Syaikhul-Islaam, ... maka apa yang disebut ashlul-iman (atau muthlaqul-iman) itu ? Beliau telah menjelaskan bahwa ashlul-iman menurut beliau (bukan menurut Anda) adalah : iqraar, tashdiiq, dan inqiyaad. Iqraar itu adalah amal lisaan, tashdiiq itu amal qalbu, dan inqiyaad itu amal qalbu [Majmu’ Al-Fataawaa, 7/638].
Anda tidak perlu menta'wil-ta'wil perkataan Syaikhul-Islaam yang sangat jelas itu. Karena, bukan hanya satu tempat beliau mengatakannya. Anda sudah baca belum link saya tulis ?. Di situ terdapat banyak perkataan beliau yang serupa.
Kemudian terkait dengan penjelasan masyikh Yordaan,.... apa masalahnya ?. Apakah salah jika dikatakan bahwa ketiadaan al-imanul-muthlaq itu harus mengkonsekuensikan ketiadaan muthlaqul-iman/ashlul-iman ?. Bahkan benar sekali.
Tanggapan Anda lah yang ngawur yang tidak sesuai dengan konteksnya.
Ketiadaan amal yang masuk bagian dari al-imanul-muthlaq tidak harus mengkonsekusikan ketiadaan ashlul-iman (yang kemudian menjadi kafir) merupakan 'aqidah Ahlus-Sunnah. Misal : Orang yang meninggalkan kewajiban berbakti kepada orang tua, maka ia tidak dihukumi kafir. Padahal amal berbakti kepada orang tua termasuk al-imanul-muthlaq.
Dan seterusnya....
Anyway,... pahami dulu duduk permasalahannya, baru komentar. Jangan membahas kemana-mana.....
Adapun sujud pada berhala, mencaci Allah dan Rasul-Nya, istihzaa', dan yang semisalnya; maka ini telah dijelaskan di bab berikutnya....
****
NB : Saya sebenarnya pingin tahu, apa sih pemahaman Murji'ah menurut Anda ?.
Quote: " Apakah salah jika dikatakan bahwa ketiadaan al-imanul-muthlaq itu harus mengkonsekuensikan ketiadaan muthlaqul-iman/ashlul-iman ?. Bahkan benar sekali."
Apa tidak salah ketik ust? Maksudnya tidak harus kan?
hei...Bul...nt ini yang sok yahu tapi sebenarnya gak faham!! buku ini memang sepertinya berakidah salaf akan tetapi jika dibaca dan difahami dg cermat itu cuma upaya hasan halabi cs dlm memanipulasi pembaca agar mengakui murjiah mereka sbg salaf...ingat Bul>>>hasan ini manusia paling sering kena tahdzir bahkan dr masayikh salafy saudi sendiri...dan tahdzir kebanyakan dg tidak beresnya pemahamannya... Bul...dlm buku trsb kalau memang nt bisa faham...sepintas mmg spt salaf tapi ujung2nya tetap irja' yakni mengeluarkan amal dr ta'rif iman meskipun mereka muter dan mentalbis dg qoul ulama yg mereka plintir kadang2...salah satu perkaytaan ibnu taymiyah...tdk pernah beliau katakan iman dan amal!! tapi selalu iman itu qoulun wa amalun...ini sinyal kecil bhw mrk pisahkan amal dr iman...kalau nt yaa bul bul mau lbh mendalami lagi...akan nt dapat bahwa amaal apaun tdk akan merusak ashlul iman seseorang menurut mereka...knp??krn mereka irja'iy
Nampaknya Anda sudah kehabisan kata, sehingga memaksa Anda berkata demikian. Begitulah orang yang tidak punya kemampuan melakukan penelitian, bisanya mencela. Mencelanya pun dari copas. Paling banter lihat-lihat artikel terjemahan, membeo, lalu berkata dengannya. Kasihan anda ini.....
Nt aja bul dan suporter nt yang cuman membeo dan euforia dg ocehan hasan alkaddzab...ssdh jelas dlm tulisannya dia memisahkan iman dr amal meskipun dg gaya bahasa muter2 kaya dermulen.....
Bahwa Amalan juga ada yang termasuk ashlul iman ini yg beda dg syek nt serta nt bul.....: الإيمان – قول وعمل يزيد وينقص، وهذا بإجماع السلف كما حكاه الإمام الشافعي في كتاب الأمّ ومن خلال هذا التعريف يتجلّى لنا أنّ للإيمان أربعة أركان : - قول القلب – قول اللسان – عمل القلب – عمل الجوارح
Alasan lain: رواه ابن أبي شيبة أنه قال : إن الإيمان يزيد وينقص ، قالوا : وما زيادته ونقصانه ؟ قال : إذا ذكرنا الله وخشيناه فذلك زيادته ، وإذا غفلنا ونسينا وضيعنا فذلك نقصانه . زيادته ونقصانه راجع إلى حسب عمل الإنسان وهذا تأكيد أنّ الأعمال من الإيمان ، وثانيا أنّ الأعمال ليست على رتبة واحدة من حيث آحادها فمن الأعمال ما هي من أصل الإيمان لا يقوم الإيمان إلاّ بها كإخلاص التوحيد لله والكفر بما يُعبد من سواه ، والصّلاة ومن الأعمال الّتي جاء النّهي عنها في الشرع فهي كذلك تنقسم إلى ثلاثة أقسام منها ما هو من أصل الإيمان من فعلها خرج من الإسلام كسبّ الله تعالى ودينه ورسول من رسل الله ، أو الاستهزاء بالدّين ، أو تحكيم القوانين الوضعية ، وغير ذلك
mereka juga ulama bul dan berkata begini...jgn nt tuduh makelar diterminal!!!
Bukti bhw akidah salafiyah sbgman klaim hasan halaby adalah dusta sbgmn: قال الإمام الأوزاعي : كان ممّن مضى ممّن سلف لا يفرّقون بين الإيمان والأعمال sdg risalah tsb memisahkan amal (atau dg gaya muter yg ujung@nya melepaskan amal dr ashlul iman) shg tdk ada yang namanya kafir kecuali itu datang dari hati...bukan amal...inilah murjiah limited edition gaya halaby!!!
Ulama yng mempertegas bhw murji'ah sbgmana ana sebutkan diatas:
عن إسحاق بن راهويه : غلت المرجئة حتّى صار قولهم : إنّ قوما يقولون من ترك الصّلوات المكتوبات وصوم رمضان والزكاة والحج وعامّة الفرائض من غير جحود لها لا نكفّره ، يُرجى أمره إلى الله بعد إذ هو مقرّ . فهؤلاء الّذين لا شكّ فيهم – يعني في أنّهم من غلاة المرجئة - . وقال ابن عيينة : المرجئة سمّوا ترك الفرائض ذنبا بمنزلة ركوب المحارم ، وليس سواء لأنّ ركوب المحارم متعمّدا من غير استحلال معصية ، وترك الفرائض من غير جهل ولا عذر كفر ، وبيان ذلك في أمر إبليس وعلماء اليهود الّذين أقرّوا بنعت النبيّ عليه الصّلاة والسّلام بلسانهم ولم يعملوا بشرائعه .
Bahkan beliau ibnu rahawiyah mengatakan yg gaya kaya nt dan hasan ini ghulat murji'ah, serta alasan juhud dan istihlal andalan halaby cs justru semakin membuktikan kemujia'ah halaby
dr keterangan inilah ana simpulkan bhw nt didalam mempost perkataan ibnu taimiyah tdk mendudukkan sbgmana mestinya yaitu dg nt gabung2kan perkataan beliau disatu bab dg bab lain...pdhl beliau berfatwa sesuai waqi' sdgkan nt dan halaby memakai perkataan beliau untuk membenarkan ro'yu murjiah sesat kalian....
و هذه الأعمال ليست على مرتبة واحدة عند أهل السنّة خلافا للخوارج والمعتزلة، بل هي على أقسام ثلاثة : القسم الأوّل ما هو من أصل الإيمان ولا يصحّ إيمان المرء إلاّ به ، ويدخل في ذلك الأمور الفعلية ، أمرا وتركا ، أي ما ألزمنا الشرع بإلتزامها ، وما ألزمنا الشرع بتركها . والقسم الثاني : ما كان من واجبات الإيمان حيث يأثم من تعدّى هذا الواجب ؛ في الأمر والترك .
Ini pembagian amal dlm masalah iman yang berbeda dg kata halaby dan nt....jd jgn dianggap orang yang beda dg nt pasti ngawur....yg ana bawakan adalah dari ulama ahli sunnah yg telah disepakati sdg halaby manusia yg banyak kena tahdzir atas kemurji'ahannya jd jgn bilang di telah disepakati..kecuali oleh yg sejenis dg mereka... kutipan diatas ana ambil dr syarah kitabul iman oleh imam bukhary pada syarah hadist buniyal islamu ala khomsin dan hadist ttg iman ada bercabang2...nt pasti tahu hadisnya
Coba, Anda tunjukkan secara sharih bahwa Syaikh 'Aliy memisahkan antara amal dan iman....
******
Anda ini meng-copi paste sesuatu,... paham tidak dengan yang Anda copas itu ?. Bikin ketawa saja.
Kata Anda :
Bahwa Amalan juga ada yang termasuk ashlul iman ini yg beda dg syek nt serta nt bul.....: الإيمان – قول وعمل يزيد وينقص، وهذا بإجماع السلف كما حكاه الإمام الشافعي في كتاب الأمّ ومن خلال هذا التعريف يتجلّى لنا أنّ للإيمان أربعة أركان : - قول القلب – قول اللسان – عمل القلب – عمل الجوارح [selesai kutipan].
Dimana letak pernyataan di atas secara tekstual yang menyatakan amal masuk dalam ashlul-iman ?. Anda ini bisa bahasa Arab nggak ?. Kalau tidak, ya wajar. Copi paste hanya buat hiasan saja.
Mau saya terjemahin atau Anda terjemahin ni ?.
Kata Anda :
Bukti bhw akidah salafiyah sbgman klaim hasan halaby adalah dusta sbgmn: قال الإمام الأوزاعي : كان ممّن مضى ممّن سلف لا يفرّقون بين الإيمان والأعمال sdg risalah tsb memisahkan amal (atau dg gaya muter yg ujung@nya melepaskan amal dr ashlul iman) shg tdk ada yang namanya kafir kecuali itu datang dari hati...bukan amal...inilah murjiah limited edition gaya halaby!!! [selesai kutipan].
Lantas, siapa yang tidak memasukkan amal dalam ashlul-iman ?. Jika yang dimaksud 'amalul-qalb, maka ini benar. Dan ini dinyatakan oleh Syaikh 'Aliy dalam banyak kitabnya. Jadi,... jangan ngawur Anda ini ya.
Dan sepertinya Anda ini memang tidak paham tentang masalah yang dikhilafkan dan dijadikan kritikan. Yang dijadikan masalah itu adalah : Apakah amal jawaarih itu masuk dalam ashlul-iman apa tidak. Bukan amal secara mutlak. Paham Anda ?.
Kata Anda :
Ulama yng mempertegas bhw murji'ah sbgmana ana sebutkan diatas:
عن إسحاق بن راهويه : غلت المرجئة حتّى صار قولهم : إنّ قوما يقولون من ترك الصّلوات المكتوبات وصوم رمضان والزكاة والحج وعامّة الفرائض من غير جحود لها لا نكفّره ، يُرجى أمره إلى الله بعد إذ هو مقرّ . فهؤلاء الّذين لا شكّ فيهم – يعني في أنّهم من غلاة المرجئة - . وقال ابن عيينة : المرجئة سمّوا ترك الفرائض ذنبا بمنزلة ركوب المحارم ، وليس سواء لأنّ ركوب المحارم متعمّدا من غير استحلال معصية ، وترك الفرائض من غير جهل ولا عذر كفر ، وبيان ذلك في أمر إبليس وعلماء اليهود الّذين أقرّوا بنعت النبيّ عليه الصّلاة والسّلام بلسانهم ولم يعملوا بشرائعه .
Bahkan beliau ibnu rahawiyah mengatakan yg gaya kaya nt dan hasan ini ghulat murji'ah, serta alasan juhud dan istihlal andalan halaby cs justru semakin membuktikan kemujia'ah halaby [selesai kutipan].
Ini bukan tempat yang pantas untuk Anda jadikan sandaran. Bukan pula mahallun-nizaa' dalam bahasan. Karena Ibnu Rahawaih adalah ulama yang merajihkan akan kafirnya orang yang meninggalkan kewajiban yang empat. Hingga ketika ia berbicara mengenai Murji'ah, maka ia mengatakan apa yang Anda nukil itu.
Adapun Ahlus-Sunnah sendiri, berbeda pendapat kafir tidaknya orang yang meninggalkan rukun Islam yang empat, hingga Syaikhul-Islaam berkata :
وقد اتفق المسلمون على أنه من لم يأت بالشهادتين فهو كافر، وأما الأعمال الأربعة فاختلفوا في تكفير تاركها،
“Dan kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang tidak mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia kafir. Adapun amal-amal yang empat, para ulama berselisih pendapat akan pengkafiran yang meninggalkannya......” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/302].
Kemudian beliau menyebutkan pendapat-pendapat tersebut, yang diantaranya beliau berkata :
وخامسة: لا يكفر بترك شيء منهن، وهذه أقوال معروفة للسلف
“Pendapat kelima, tidak dikafirkan orang yang meninggalkan sesuatu dari keempat hal tersebut. Inilah pendapat-pendapat yang dikenal oleh salaf” [selesai].
Dan sebagai bukti lain, ini yang dikatakan oleh Al-Baihaqiy :
“Jumhur ahlul-hadiits berpendapat bahwa nama iman itu mengumpulkan semua ketaatan, baik yang wajib/fardlu maupun yang sunnah. Dan iman itu terbagi menjadi tiga bagian : Pertama, bagian yang mengkafirkan apabila ditinggalkan, yaitu i’tiqaad terhadap semua hal yang diwajibkan i’tiqaad-nya, serta mengikrarkan apa-apa yang di-i’tiqad-kannya itu. Kedua, bagian yang menyebabkan kefasiqan atau bermaksiat apabila ditinggalkan, namun tidak menyebabkan kekafiran apabila ia tidak mengingkarinya. Hal itu adalah ketaatan-ketaatan yang diwajibkan, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan menjauhi yang diharamkan. Ketiga, bagian yang bila ditinggalkan menjadikan seseorang keliru/terluput akan hal-hal yang lebih utama, tanpa menyebabkan kefasikan ataupun kekafiran. Hal itu seperti pada ibadah-ibadah tathawwu’ (sunnah)” [Al-I’tiqaad, hal. 202].
So, apa persamaan pendapat jumhur ahlul-hadits dan fuqahaa dengan Murji'ah bisa disebut bahwa mereka (jumhur) adalah Murji'ah ?. Jauh.
Makanya bung, Anda ini tidak sedang berhujjah dengan perkataan Ibnu Rahawaih.
و هذه الأعمال ليست على مرتبة واحدة عند أهل السنّة خلافا للخوارج والمعتزلة، بل هي على أقسام ثلاثة : القسم الأوّل ما هو من أصل الإيمان ولا يصحّ إيمان المرء إلاّ به ، ويدخل في ذلك الأمور الفعلية ، أمرا وتركا ، أي ما ألزمنا الشرع بإلتزامها ، وما ألزمنا الشرع بتركها . والقسم الثاني : ما كان من واجبات الإيمان حيث يأثم من تعدّى هذا الواجب ؛ في الأمر والترك .
Ini pembagian amal dlm masalah iman yang berbeda dg kata halaby dan nt....jd jgn dianggap orang yang beda dg nt pasti ngawur....yg ana bawakan adalah dari ulama ahli sunnah yg telah disepakati sdg halaby manusia yg banyak kena tahdzir atas kemurji'ahannya jd jgn bilang di telah disepakati..kecuali oleh yg sejenis dg mereka... kutipan diatas ana ambil dr syarah kitabul iman oleh imam bukhary pada syarah hadist buniyal islamu ala khomsin dan hadist ttg iman ada bercabang2...nt pasti tahu hadisnya.
Siapa yang Anda maksud dengan 'ulama yang disepakati' menurut Anda yang menjadi sumber copas ?. Anda menukil dari Abu Hafsh Sufyaan Al-Jazaairiy ya ?. Inikah yang Anda sebut 'disepakati' itu ?. Ia memasukkan perkara fi'liyyah sebagai bagian dari ashlul-iman. Ini tidak bisa dibenarkan secara mutlak, dan juga tidak bisa disalahkan secara mutlak.
Tapi jika membawa konsekuensi bahwa tidak memasukkan perkara fi'liyyah dalam ashlul iman sebagai Murji', ya itu ngaco namanya. Anda harus belajar lebih giat lagi masalah 'aqidah.
Di atas sudah saya nukil perkataan Al-Baihaqiy. Dan kemudian akan bawakan ulama yan memang benar-benar disepakati.
Al-Imaam Al-Marwadziy rahimahullah berkata :
لأن البي صلى الله عليه وسلم سمّى لإيمانَ بالأصل وبالفروع، وهو الإقرارُ، والأعمال....... فجعلَ أصلَ الإيمانِ الشهادة، وسائرَ الأعمال شُعباً، ثمّ أخبرَ أنّ الإيمان يكمل بعد أصلهِ بالأعمالِ الصّالحة....
“Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menamakan iman dengan ashl (pokok) dan furuu’ (cabang); dan ia adalah iqraar dan amal-amal…… Dan beliau menjadikan ashlul-iimaan syahadat, dan menjadikan seluruh amal cabang-cabang. Kemudian beliau mengkhabarkan bahwasannya iman disempurnakan setelah pokoknya dengan amal-amal shaalihah….” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/711-712].
Ibnu Mandah rahimahullah berkata :
ولا يكون مستكملا له حتى يأتي بفرعه وفرعه المفترض عليه أو الفرائض واجتناب المحارم
“Dan tidak sempurna iman seseorang hingga ia mengerjakan cabangnya, dan cabangnya itu adalah hal-hal yang diwajibkan padanya, dan menjauhi hal-hal yang diharamkan” [Al-Iimaan, 1/331-332].
الدّينُ القائمُ بالقلبِ من الإيمانِ علماً وحالاً هو الأصل ، والأعمالُ الظّاهرةُ هي الفروعُ ، وهي كمالُ الإيمانِ
“Agama tegak dengan iman di hati secara ilmu dan keadaannya merupakan pokok. Dan amal-amal dhaahir merupakan cabang-cabang (iman), dan ia adalah kesempurnaan iman” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/354].
Kalau pingin tahu Murji'ah, ya belajar serius tentang Murji'ah. Kalau pingin tahu Ahlus-Sunnah, ya belajar yang serius tentang Ahlus-Sunnah. Jangan kebanyakan ngaconya.....
si bul bul bilang: Dimana letak pernyataan di atas secara tekstual yang menyatakan amal masuk dalam ashlul-iman ....
dari perkataan iman qoulun wa amalun aja udah diketahui bhw iman itu terdiri dr perkataan dan perbuatan..artinya perbuatan masuk dlm iman...anapun bisa kalau tanya dg gaya bodoh bgt..."dimana yg menyatakan bhw perbuatan tdk pd aslul iman??? krn perkataan ini mujmal maka perlu perinciannya dan itu pd kutipan sesudahnya....udah faham bull??
terus nt bilang bukti halaby memisahkan amal dr iman???... Lucu nt bul...!!nt faham gak sih yg nt baca dr tulisan halaby cs?? Mengeluarkan iman dr ashlul iman itu sdh bukti>>>bukti kecil lg...kalau mmg dia mengatakan perbuatan msk dlm iman knp ia tulis Iman dan Amal....??? makanya baca dan fahami sihir halaby cs dlm makalah tsb dan kaitkan dg faham ahlussunnah selain itu tahdzir ke irja'an halaby hjarusnya jd nt lbh mawas..ingat bull yg mentahdzir kibaril ulama'..!!
kata nt yg dijadikan khilaf amal jawarih bukan amal mutlak.... ini semakin membuktikn kebenaran kata ana bhw dimata halaby cs tidak ada kekafiran yang disebabkan amal jawarih kekafiran itu dr amalan hati.....artinya iman dan tidak iman itu urusan hati...sekarang apa bedanya dg murji'ah??? cukup tashdiq buat menyatakan mukmin, sedang kebalikannya cukup takdzib buat jd kafir...ujungnya apa bull?? semua lewat hati...apa bedanya dg halaby cs?????
nih bukti bhw perkataan baihaqi beda dg keyakinan halaby cs... فقِسمٌ يكفُرُ بتركِه وَهُوَ اعتقادُ ما يجِبُ اعتقادُه وإقرارٌ بِما اعتقدَه
ana mau tanya mengikrarkan apa yg dii'tiqadkan itu apa??? dalam pengertian omongan busuk yg merusak ashlul iman jadi kafir tanpa harus membedah dada orang tsb buat liat isi hatinya...beda dg halaby cs yg selslu merujuk hati buat menetapkan kekafiran...sekarang ikrar aja bisa masuk ashlul iman knp yg lain tidak bisa??
nt juga bilang gini bull....: Siapa yang Anda maksud dengan 'ulama yang disepakati' menurut Anda yang menjadi sumber copas ?. Anda menukil dari Abu Hafsh Sufyaan Al-Jazaairiy ya ?. Inikah yang Anda sebut 'disepakati' itu ?. nah...loe...salah faham lg...yang jelas ulama disepakati itu yang orang duluuuuuuu sekali...yg jelas bukan abu hafsh dan halaby cs....kan bisa nt baca nama2 yg muncul...
Ia memasukkan perkara fi'liyyah sebagai bagian dari ashlul-iman. Ini tidak bisa dibenarkan secara mutlak, dan juga tidak bisa disalahkan secara mutlak.
Jadi antara benar dan salah secara muthlaq ya bull??? Agama nt apa ?? Kok pake kebenarannya tidak dimuthlaq kan??? Agama bikinan halaby cs ya?? Bgmn perkataan ibnu taimiyah bhw siapa yang berkata atau berbuat sesuatu yng kufur maka dia kufur krn sebab itu... bagaimana pula pengkafiran syaikh muhammad bin abdul wahhab pd penyembah kubur?? Bgmn ulama najed mengkafirkan pelaku syirik akbar?? Apa bukan amal jawarih yg menjadikan mereka mengkafirkan orang2 tsb, artinya nt tempatkan perkataan syaikhul islam yg menjelaskan ttg keimanan yng berhubungan dg hati disemua tempat...
Akhirul kalam begini bull>>>menurut ahli sunnah amal jawarih ada yg bisa mengkafirkan krn melanggar ashlul iman, ad yg ma’shiyat krn melanggar kamalul wajib.....skrg ana tanya..dan harus nt jawab....bisakah seseorang berbuat sesuatu (amal jawarih) yg menjadikan kafir???
Dan sekali lagi...isi yg ana kopas sangat berhubungan dg materi kecuali nt liat dg kacamata murji;ah limited edition!!!
Semoga dengan membaca tulisan tersebut Anda menjadi paham.
NB : Catatan betapa lucunya perkataan Anda - padahal saya tahu, Anda bukan pelawak - :
Mengeluarkan iman dr ashlul iman itu sdh bukti>>>bukti kecil lg...kalau mmg dia mengatakan perbuatan msk dlm iman knp ia tulis Iman dan Amal....??? [selesai kutipan].
Anda sering mbaca Al-Qur'an gak ?. Bukankah banyak dalam ayat Al-Qur'an disebutkan iman dan amal shalih secara berturutan ?. Apakah itu punya konsekuensi Allah ta'ala mengajak berpemahaman irja' ?.
Dan dari mana pemahaman Anda di atas didapatkan ?. Kalau dari ma'had, saya kira musykil. Kalau dari kitab ulama, saya rasa juga musykil. Entahlah,... saya tidak tahu pemahaman ini berasal.
Anda kutip saja perkataan Syaikh 'Aliy yang jelas-jelas menunjukkan beliau mengeluarkan amal dari cakupan iman. Atau Anda tidak mampu ?.
Contoh lain dari kebodohan anonim adalah perkataannya :
kata nt yg dijadikan khilaf amal jawarih bukan amal mutlak.... ini semakin membuktikn kebenaran kata ana bhw dimata halaby cs tidak ada kekafiran yang disebabkan amal jawarih kekafiran itu dr amalan hati.....artinya iman dan tidak iman itu urusan hati...sekarang apa bedanya dg murji'ah??? cukup tashdiq buat menyatakan mukmin, sedang kebalikannya cukup takdzib buat jd kafir...ujungnya apa bull?? semua lewat hati...apa bedanya dg halaby cs?????.
Perhatikan perkataannya yang saya bold. Ini menandakan bahwa yang bersangkutan kalau ngaji gak serius (atau malah gak pernah ngaji ? - entahlah). Ia tidak paham apa definisi iman dan kufur. Jika tidak bisa paham, bagaimana bisa memahami ashlul-iman, muthlaqul-iman, al-imanul-muthlaq, kamaalul-imaan, dan istilah-istilah lain dalam ilmu 'aqidah ?.
Ia katakan bahwa Syaikh 'Aliy cs. meyakini bahwa kekafiran tidak bisa jatuh karena amal jawaarih, karena tidak memasukkan amal jawaarih dalam ashlul-iman.
Bung anonim, Anda tahu tidak definisi iman ?. Menurut Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah iman itu adalah satu nama yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridlai oleh Allah. Nah, kata kunci yang ingin saya tekankan adalah 'dicintai' dan 'diridlai'. Makanya itu, dalam ashlul-iman, yang menjadi titik kritis adalah : Hal yang dicintai dan diridlai apakah yang masuk dalam ashlul-iman ?.
Sedangkan kekafiran menurut Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah adalah satu nama yang mencakup semua hal yang dimurkai dan dilarang oleh Allah.
Makanya sangat tidak nyambung ketika dikatakan bahwa amal jawaarih tidak masuk dalam ashlul-iman dikatakan bahwa kekafiran tidak bisa jatuh memalui amal jawarih.
Bung, jika disebut bahasan iman, maka titik tekannya adalah at-tark (hukum meninggalkan amal). Adapun yang Anda maksud itu adalah bahasan kekufuran. Karena mencaci-maki Allah dan Rasul, membuang mushhaf ke tempat sampah, istihzaa'; bukanlah hal-hal yang dicintai dan diridlai oleh Allah, sehingga amal itu bukan merupakan cakupan iman, tapi cakupan kekufuran
Biar Anda paham kedudukan bahasannya - biar sedikit konek komentarnya - , perhatikan perkataan Ibnu Taimiyyah berikut :
و[الإيمان]: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه. و[الكفر]: اسم جامع لكل ما يبغضه الله وينهى عنه، وإن كان لا يكفر العبد إذا كان معه أصل الإيمان وبعض فروع الكفر من المعاصى، كما لا يكون مؤمنًا إذا كان معه أصل الكفر وبعض فروع الإيمان ـ
“Iman adalah satu nama yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridlai oleh Allah. Dan kufur adalah satu nama yang mencakup semua hal yang dimurkai dan dilarang oleh Allah. Dan seandainya seorang hamba tidak dikafirkan apabila ada padanya ashlul-iimaan dan sebagian cabang-cabang kekafiran dari perbuatan maksiat; maka hal itu sebagaimana tidak menjadi orang beriman apabila ada padanya ashlul-kufr (pokok kekafiran) dan sebagian cabang-cabang keimanan....” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 15/283].
ustadz, diskusinya udah ga enak dibaca, apalagi untuk orang awam seperti saya. kesan yg ada malah jadi jelek. banyak kata/ kalimat yang tidak menunjukkan etika yang baik, terutama di awal2 tiap komentar. 'afwan ustadz...
Ini adalah komentar saya terhadap komentar yang tidak saya tampilkan :
=====
Saya mengetahui itu sudah lama, dan - insya Allah - saya tahu kedudukan permasalahnya. Anyway, tidak ada hajat bagi saya untuk menampilkan apapun terkait dengan hal itu di blog ini. Tidak ada faedahnya buat Pembaca juga buat Anda. Blog ini bukan terspesialisasi untuk berbicara masalah naqd individu.
Bung ini bukan sekedar kritik pribadi lihat kapasitas mereka sebagai apa? orang bisa? kan sebagian orang menggelari mereka ulama, lihat sekarang! Jadi, anda keliru berat. Yang seperti itu mencoreng dakwah yang katanya mengajak pada kebenaran sejati.
Lebih baik perbaiki diri dulu lah. Bagaimana bicara memperbaiki ummat aqidah ummat omong kosong. Aqidah shohih akan mengajak pada akhlak yang benar, bukan jadi sariq. Ini adalah contoh yang MEMALUKAN dan MEMUAKKAN anda camkan itu.
Boro-boro menyatukan barisan ummat, lah wong di antara orang-orang yang kata brosur famlpet adalah ulama aja berpecah belah masalah fulus.
Anda tidak berani menampilkan hal itu karena malu mengakui kebenaran pahit yang harus di terima. Anda tidak fair dalam menerima kebenaran. Berani donk mengakui keburukan kelompok sendiri.
Saya sebagai orang awam amat malu dan muak. Bohong kalau tidak ada faedahnya, ada faedahnya yakni menyadarkan ummat agar tidak terlalu silau dengan figur yang tentunya tidak maksum, sadar bahwa perbaikan itu harus dimulai dari para da'inya sendiri.
Lihat salafi dimana-mana senangnya jidal saja diantara sesama mereka, itu lah buah dari kekeliruan yang tidak diperbaiki.
Ilmu jangan cuma dimulut aja, lihat banyak kerusakan dan pertengkaran di antara orang yang bernisbat kepada ahlussunnah dan salafiyah diakibatkan kebanyakan TEORI dari AMAL.
Jika Alloh menginginkan keburukan suatu kaum ia menjadikan kaum itu gemar berjidal dan meninggalkan amal yang hakiki.
Bung,.... saya sudah tahu itu. Berikut scan bukti kwitansinya pun saya sudah tahu. Ikhwan Surabaya juga insya Allah sudah tahu kasus itu. Dan banyak yag sudah tahu. Anda dapat lihat sendiri sejak kasus itu, beliau tidak pernah lagi datang ke Indonesia bersama masyaikh lain.
Lantas, siapa yang tidak mentahdzir ?. Di Kulalsalafiyeen pun sudah pernah dibahas beberapa kali, dan saya sudah membacanya. Namun jika kemudian dibawa dan diberitahukan kepada khalayak di sini, lantas apa maslahatnya ?. Apakah bisa menambah ilmu dan amal ?. Jika Anda merasa muak, saya pun juga begitu. Namun tidak setiap kemuakan kita perlu ditumpahkan agar diketahui khalayak. Ini namanya emosional.
Dikarenakan sudah menyangkut akhlaq pribadi, saya tidak punya hajat untuk membahasnya. Buat apa ?. Sekali lagi, diketahui atau tidak diketahui masalah itu tidak berpengaruh pada ilmu dan amal kita (tapi entah Anda ding...). Saya tidak pernah membiasakan mengangkat persoalan-persoalan semacam ini di Blog, atau menjadi pembicaraan umum di depan publik. Tidak yang bersangkutan, tidak pula yang lainnya. Seandainya saya menampilkan kritikan terhadap tokoh tertentu, maka itu saya khususkan dalam hal fikrah agamanya saja.
Wallaahul-musta'aan.
[semoga komentar Anda bukan komentar yang sifatnya 'balas dendam'. be smart !!].
Saya posting disini untuk menjadi bahan renungan bersama jangan salah faham, Apakah anda tidak merasa malu atas kejadian tersebut? Apa anda mengangap hal itu biasa saja bukan sesuatu yang besar? Jika anda tidak merasa malu dengan hal itu saya rasa akal dan perasaan anda sudah rusak, jika anda merasa itu biasa-biasa saja maka mungkin anda sudah terbiasa melihat hal itu dikelompok anda nauzdu billah semoga tidak seperti itu.
Saya hanya mengajak anda untuk bersama-sama merenung, Tentang Sebuah IRONI, suatu kelompok yang mengklaim paling diatas kebenaran dan mengajak pada perbaikan, Namun justru orang yang ditokohkan oleh mereka yang justru berbuat kerusakan. Tidak tanggung-tanggung justru dilakukan oleh orang yang dianggap ”ulama”.
Jika anda katakan ” Lantas, siapa yang tidak mentahdzir ?” Justru itu lah Ironi, tokoh yang dulu di puji-puji dan anggap ulama oleh Kelompok anda sekarang jusrtu di tahzir oleh pengikutnya sendiri, Ulamanya di tahzir sama jama’ahnya sendiri di situs dah ga di sebut Syaikh-syaikhan lagi dah nama doank...pencuri lah, tidak tahu malu dan tidak tidak mau mengakui dosa lah...parah
Kebetulan buku diatas kan bicara tentang masalah ”Iman” nampaknya alih-alih memperbaiki iman masyarakat, nampaknya justru penulisannya sendiri yang perlu memperbaiki imannya. Karena toh perbuatan itu mencerminkan rusaknya iman, bagai mana saya mengambil faedah dari kitab yang penulisnya tidak mengambil faedah dari kitab yang ia tulis sendiri? Bagaimana ?
Balas dendam eh? Justru anda yang harus smart dalam menanggapi. Kalau benar yang anda katakan yakni sekedar dendam saya bisa saja translate bukti scan PDF dan saya posting di forum diskusi yang umum dan diikuti banyak orang dan itu tidak sulit anda tau itu agar orang tau siapa sebenarnya orang yang ditokohkan oleh kelompok anda. Saya Tapi sepicik yang anda sangkakan, saya tidak begitu.
Lagi pula salafiyah itu bukan hanya milik orang yang mengaku pengikut salafiyah saja. Salafiyah adalah ajaran islam itu sendiri milik seluruh kaum muslimin, sejak kapan harus di batasi oleh kelompok tertentu saja? Dari pada banyak mengaku-ngaku tapi justru tidak konsekuen dengan salafiyah itu sendiri, lebih baik jadi orang biasa aja deh. Saya ga terlalu gembar-gembor nama seperti kelompok anda, dari pada sibuk teriak-teriak ngaku pengikut manhaj salaf terus akhlaqnya begitu lebih baik diam namun mengamalkan dulu apa yang di yakini. Sejak kapan Akhlaq dan agama atau amal dan ilmu itu dipisahkan sehingga cukup tau tapi ga di amalkan, cukup teori?
Saya hanya membawakan cermin fakta dihadapan anda, apakah jika banyangannya buruk bagi kelompok anda maka cermin dibelah? Jangan begitu ya akhiiii, harusnya anda dan kelompok anda malu, karenanya harusnya autokritik kepada kelompok anda lebih anda perbanyak, tasfiyah dan tarbiyah harusnya kan dimulai pada diri kalian sendiri sebelum kepada orang lain biar ga kaya gini donk jadinya ya...ok.
Apa anda mengingkari hal ini?
[semoga respon Anda bukan respon yang sifatnya 'apologetik terhadap kelompok' dan ' 'permisif belaka' . be smart !!].
"Anda lucu. Pesan 'smart' saya ternyata tidak terlaksana dalam komentar Anda".
[sense of humour Anda memang tinggi dan tidak bisa menghubungkan antara context dari posting dengan komentar yang diberikan. namun, tetap saya ucapkan terima kasih karena telah menghibur saya].
Bagaimana menurut penilaian antum atas pernyataan dibawah ini ? Apakah ini termasuk pernyataan Ahlussunnah atau bukan ?
"..... bahwa perbuatan yang memerlukan istihlal buat dikafirkannya itu letaknya di kamalul iman, atau bhs gampangnya perbuatan dzahir itu tempatnya di kamalul iman dan barang siapa melakukan istihlal dlm lingkup ini (kamalul iman) maka dia kafir...kalau tidak ada istihlaal maka dia berdosa besar aja dan
Satu lagi : Apakah mencaci-maki Allah dan Rasul, membuang mushhaf ke tempat sampah, istihzaa'; termasuk dari ashlul-kufr (pokok kekafiran) sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Ibnu Taimiyyah ? Mohon penjelasannya .... syukron.
Perkataan Anda mengandung ambiguitas, karena tidak membedakan antara bahasan meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu.
Dalam bahasan meninggalkan sesuatu (at-tark), maka sesuatu yang ditinggalkan dari macam kewajiban amal dhahir tidaklah mengkonsekuensikan kekafiran jika tidak disertai istihlaal. Namun sebagian ulama ada yang tetap mengkafirkan tanpa syarat disertai istihlal jika meninggalkan amal perbuatan yang empat (selain syahadat) - sebagaimana dijelaskan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmuu' Al-Fataawaa-nya.
Namun dalam bahasan melakukan sesuatu (al-fi'l), maka kekafiran tetap dapat jatuh melalui amal dhahir walau tanpa disertai istihlaal, seperti mencaci-maki Allah dan Rasul-Nya, sujud kepada berhala, membuang mushhaf ke tempat yang hina, dan yang semisal itu.
Kalau begitu apakah bisa disimpulkan bahwa ashlul kufur itu selain ada dihati juga terdapat pada amalan zohir anggota badan, ataukah bagaimana ? Mohon penjelasannya ...
Lantas ketentuan ashlul kufur itu dimasuki amal jawarih dan tidak berlaku bagi ashlul iman itu logika atau dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logikanya ?
Sekarang pertanyaannya adalah : Adakah amalan zohir berupa sujud kepada berhala umpamanya mengkonsekwensikan bagi pelakunya bahwa pada saat yang bersamaan terdapat amalan zohir yg lain sebagai lawan atau kebalikan dari amal yg dia lakukan otomatis yang ia tinggalkan ? Jawabnya tentu saja ada, yaitu bersujud kepada Allah semata.Ini artinya orang yg sujud kepada berhala maka pada saat yg bersamaan orang itu sedang meninggalkan amalan yg sepadan dengan yg dia kerjakan. Apakah amalan itu sifatnya zohir ? jawabnya tentu saja "iya". Pertanyaan yg selanjutnya : Apakah amalan yang dia tinggalkan berupa sujud kepada Allah semata itu masuk pada tingkatan ashlul iman ? Jawabnya mengapa tidak ? Bukankah lawan dari amalan tersebut telah disepakati masuk dalam ashlul kufur maka mengapa yg menjadi lawannya tidak dapat dimasukkan dalam ashlul iman.??
Itulah ambigunya Anda yang tidak membedakan antara meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu. Para ulama telah membedakan ini. Makanya Ibnu Taimiyyah dalam bahasan at-tark mengatakan :
كما قال أهل السنة: إن من ترك فروع الإيمان لا يكون كافرًا، حتى يترك أصل الإيمان. وهو الاعتقاد
“Sebagaimana dikatakan Ahlus-Sunnah : Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan cabang-cabang iman tidaklah menjadi kafir, hingga ia meninggalkan ashlul-iimaan, yaitu i’tiqaad...”
فأما أصل الإيمان الذي هو الإقرار بما جاءت به الرسل عن الله تصديقًا به وانقيادًا له، فهذا أصل الإيمان الذي من لم يأت به فليس بمؤمن؛
“Dan ashlul-imaan yang berupa iqraar (penetapan) terhadap segala sesuatu yang dibawa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari Allah dengan pembenaran dan ketundukan terhadapnya, maka inilah ashlul-iimaan yang barangsiapa tidak mempunyainya, maka ia bukan mukmin” [Majmu’ Al-Fataawaa, 7/638].
Namun di sisi lain Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan bahwa orang yang mencaci Allah dan Rasul-Nya, istihzaa', dan yang sejenisnya dapat menyebabkan kekafiran.
Dua jenis perkataan di atas tidaklah kontradiktif, karena Ibnu Taimiyyah membedakan antara meninggalkan sesuatu dan mengerjakan sesuatu; yang dapat menyebabkan kekafiran.
Kalau Anda tidak sependapat, ya silakan alamatkan itu pada Ibnu Taimiyyah ya... Karena saya lihat Anda sudah mempunyai jawaban tersendiri sebelum bertanya.
Saya lagi capek berdebat soal ini. Terlalu mundur ke belakang membicarakannya jika hal ini belum Anda pahami. Para ulama telah menjelaskan (dan ini sudah diterangkan di jenjang kuliah 'aqidah di Saudi) bahwa ashlul-iman itu adalah tingkatan keimanan yang tidak boleh mengalami pengurangan. Jika ia ditinggalkan, kafir hukumnya. Karena bahasannya adalah "kafir jika ditinggalkan", maka bahasannya tentu saja berkisar pada kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan oleh seorang muslim agar ashlul-iman itu tetap eksis.
Di sini para ulama berbeda pendapat tentang amal dhahir yang jika ditinggalkan dapat menyebabkan kekafiran. Ibnu Rajab dalam Jami'ul-'Ulum wal-Hikam telah menerangkan perbedaan pendapat dalam hal ini, yaitu kewajiban yang ada dalam rukun islam yang empat (selain syahadat). Sama halnya dengan Ibnu taimiyyah. Mengapa hanya amalan dalam rukun Islam ? Karena para ulama ijma' bahwa kewajiban amal dhahir selain dari rukun Islam itu tidak menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan.
====
Sekarang dengan teori Anda di atas, saya bertanya kepada Anda :
Jenis kewajiban amal dhahir apa yang masuk cakupan iman agar ashlul-iman itu tetap eksis ?.
Jika Anda menjawab : Tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya.
Ini namanya jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan ketika membahas ahlul-iman. Sama halnya jika Anda ditanya :
"Pekerjaan apa saja yang wajib Anda lakukan di kantor agar Anda tidak dipecat ?".
Ketika Anda menjawab : Tidak korupsi, tidak malas, tidak melakukan ini, tidak melakukan itu, dan sejenisnya; maka hakekat jawaban Anda adalah Anda tidak melakukan apa-apa. Ini tidak nyambung dengan pertanyaannya, karena yang ditanya : 'pekerjaan apa saja yang Anda lakukan'. Seharusnya jawaban yang harus Anda berikan adalah : absen, merapikan meja, menyelesaikan laporan, dan yang semisal.
Ohh ... jadi menurut antum ungkapan bahasa seperti tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya bukan termasuk bagian dari pengetian amal yah ? Yah kalau begitu pahamlah ana ....syukron kalau begitu.
Jika Anda menjawab : Tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya. Ini namanya jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan ketika membahas ahlul-iman. Sama halnya jika Anda ditanya : "Pekerjaan apa saja yang wajib Anda lakukan di kantor agar Anda tidak dipecat ?". Ketika Anda menjawab : Tidak korupsi, tidak malas, tidak melakukan ini, tidak melakukan itu, dan sejenisnya; maka hakekat jawaban Anda adalah Anda tidak melakukan apa-apa. Ini tidak nyambung dengan pertanyaannya, karena yang ditanya : 'pekerjaan apa saja yang Anda lakukan'. Seharusnya jawaban yang harus Anda berikan adalah : absen, merapikan meja, menyelesaikan laporan, dan yang semisal. Semoga Anda paham.
======================
Jadi menurut antum ungkapan pernyataan seperti :
Saya tidak sujud pada berhala, Saya tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, Saya tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan Saya tidak tidak yang lainnya itu... maka semua itu bukan termasuk dalam kategori amal berdasarkan terminologi syari'at yah ?
Bukankah juga telah ma'ruf diketahui bahwa termasuk dalam katagori perbuatan adalah meninggalkan dan menolak terhadap perintah, seperti meninggalkan sholat dan tidak berhukum dengan hukum Allah Ta’ala.? Karena sesungguhnya setelah diteliti bahwa meninggalkan perintah itu masuk dalam perbuatan, berlandaskan firman Allah Ta’ala:
"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. 5: 79) Allah Ta’ala menamakan "tidak saling melarang kemungkaran" itu sebagai perbuatan, dan dalam hal ini ada dalil-dalil lain yang disebutkan olehSyaikh Muhammad al-Amin Asy-Syinqithi dalam kitab Mudzakkirotu Ushulil Fiqhi cet. Maktabah Ibnu Taimiyah, th. 1409 H. hal. 46. dan Ibnu Hajar juga mengatakan:
”Meninggalkan amalan itu yang benar adalah termasuk perbuatan.” (fathul bari XII/315) Sehingga berdasarkan pemahaman diatas maka akan musykil rasanya apabila amal jawarih tidak dianggap sebagai bagian dari ashlul iman ... wallahu'alam
Katanya sudah paham, lha kok sekarang nambah Anda ini. Berarti belum paham dong....
Tentang firman Allah ta'ala yang Anda sebut :
"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. 5: 79).
Kira-kira melarang perbuatan munkar itu termasuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu ?. Atau kalau kurang jelas : Perbuatan Anda melarang anak-anak Anda hujan-hujanan itu termasuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu ?. Saya heran Anda berdalil dengan ayat ini.
Meninggalkan amal perbuatan memang bisa dipandang sebagai amal itu sendiri. Namun khusus dalam bahasan tarkul-'amal dhaahir yang dikaitkan dengan ashlul-iman, maka itu salah sambung. Kenapa ?. Kalau memang meninggalkan amal itu termasuk bagian amal dhahir dalam cakupan ashlul-iman, maka selesailah perkara, karena orang yang Anda kritik sebagai Murji' pun tetap mengakui bahwa sujud pada berhala, istihzaa' terhadap syari'at, dan yang lainnya itu bisa menyebabkan kekufuran. Konsekuensinya, wajib meninggalkan itu semua. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan secara lafdhiy saja, bukan hakiki.
Tapi sekali lagi, Anda salah sambung. Orang yang Anda copas tulisannya itu mengkritik pihak lain sebagai Murji' bukan sebab itu. Sebabnya adalah karena adanya pendapat meninggalkan amal dhahir itu tidak menyebabkan kekafiran, karena amal dhahir masuk dalam cakupan kamaalul-iimaan. Paham dari sini ?.
Nah, di atas kan sudah saya sebutkan perkataan Ibnu Taimiyyah. Sudah baca belum ?. Dan ini perkataan yang lain dari beliau :
“Ashlul-iimaan itu ada di hati - yaitu perkataan dan amalan hati, dan ia adalah iqraar dengan pembenaran (tashdiiq), kecintaan, dan ketundukan. Dan iman yang ada di dalam hati sudah semestinya menampakkan konsekuensinya dan kebutuhannya pada anggota badan (jawaarih). Apabila ia tidak mengamalkan konsekuensi dan kebutuhannya pada amal anggota badan (jawaarih), itu menunjukkan ketiadaan dan kelemahannya" [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/644].
Al-Imaam Al-Marwaziy rahimahullah berkata :
فأصل الإيمان الإقرار والتصديق
“Maka ashlul-iimaan adalah iqraar dan tashdiiq” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/519].
Perhatikan yang saya bold.
Kemudian tentang posisi amal dhaahir, Al-Imaam Al-Marwadziy rahimahullah berkata :
لأن البي صلى الله عليه وسلم سمّى لإيمانَ بالأصل وبالفروع، وهو الإقرارُ، والأعمال....... فجعلَ أصلَ الإيمانِ الشهادة، وسائرَ الأعمال شُعباً، ثمّ أخبرَ أنّ الإيمان يكمل بعد أصلهِ بالأعمالِ الصّالحة....
“Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menamakan iman dengan ashl (pokok) dan furuu’ (cabang); dan ia adalah iqraar dan amal-amal…… Dan beliau menjadikan ashlul-iimaan syahadat, dan menjadikan seluruh amal cabang-cabang. Kemudian beliau mengkhabarkan bahwasannya iman disempurnakan setelah pokoknya dengan amal-amal shaalihah….” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/711-712].
الدّينُ القائمُ بالقلبِ من الإيمانِ علماً وحالاً هو الأصل ، والأعمالُ الظّاهرةُ هي الفروعُ ، وهي كمالُ الإيمانِ
“Agama yang tegak dengan keimanan di hati secara ilmu dan keadaannya, merupakan pokok. Dan amal-amal dhaahir merupakan cabang-cabang (iman), dan ia adalah kesempurnaan iman” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/354].
Makanya, kalau Anda mengatakan bahwa meninggalkan sujud pada berhala termasuk bagian amal dhahir pada ashlul-imaan; maka jika saya tanya :
"Amal apakah yang jika tidak Anda lakukan menyebabkan hilangnya ashlul-iman ?".
Mungkin jawaban Anda :
"Meninggallkan sujud pada berhala, meninggalkan membuang mushhaf,... dst.".
Bisa saja dibenarkan. Tapi ini tidak sesuai dengan konteks.
Imam Ahmad berkata dalam konteks naik turunnya iman dari sisi amal :
Tentang riwayat Al-Imaam Ahmad rahimahullah, anaknya – Shaalih bin Ahmad – berkata :
سألت أبي عمن يقول : الإيمان يزيد وينقص، ما زيادته ونقصانه ؟. فقال : زيادته بالعمل ونقصانه بترك العمل، مثل تركه : الصلاة والحج وأداء الفرائض......
Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang orang yang berkata : ‘Iman itu bisa bertambah dan berkurang. Apakah penambahan dan pengurangannya ?’. Ia (Ahmad) menjawab : ‘Penambahannya adalah dengan amal dan pengurangannya adalah dengan meninggalkan amal. Contoh meninggalkan amal adalah : shalat, haji, dan penunaian berbagai kewajiban....” [Masaailu Al-Imaam Ahmad bi-Riwayaat Abil-Fadhl Shaalih, 2/119].
Berdasarkan dalil serta penjelasan ulama diatas tentang hakikat "amal" dalam terminologi syari'at maka dapatlah kita katakan bahwa segala bentuk tindakan berupa tidak sujud pada berhala,tidak membuang mushhaf ke tempat sampah,tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, tidak mentabdil hukum-hukum Nya adalah jenis-jenis amalan jawarih yang menjadi bagian dari ashlul iman meskipun hanya dengan sekedar meninggalkannya. Demikian pula sebaliknya bahwa sujud pada berhala, membuang mushhaf ke tempat sampah,mencacai maki Allah dan Rasul-nya, mentabdil hukum-hukum Nya adalah merupakan amal jawarih yang merupakan bagian dari ashlul kufur.
Dan sependek pengetahuan ana, maka Iman menurut keyakinan Ahlus-Sunnah, tidak hanya bisa bertambah dan berkurang akan tetapi lebih dari pada itu, bahkan bisa hilang tak berbekas alias murtad.
Jadi tidak terlalu tepat menurut ana kalau konteks pembahasan iman dalam bingkai ahlussunnah hanya ditempatkan serta dibatasi pada permasalahan bertambah serta berkurangnya iman tapi perlu lebih luas dari itu.
Yang musykil bagi ana itu adalah terkait adanya ketentuan bahwa ashlul kufur itu bisa dimasuki amal jawarih sedangkan hal itu tidak berlaku bagi ashlul iman. Hal itu apakah ditetapkan oleh logika ataukah dengan dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logika penalarannya ? Bukankah ashlul kufur dan ashlul iman sama2 tempatnya dihati ? Maka aneh rasanya pembagian ini.
Apa antum bisa membawakan mantuq perkataan Ibnu taimiyah yang dapat menjelaskan masalah yang musykil di atas ?
Sujud pada berhala memang amalan yang bisa mengantar pada kekafiran, karena ia adalah ashlul-kufur pada amal jawaarih. Namun kalau Anda mengatakan kebalikannya bahwa tidak sujud pada berhala termasuk ashlul-iman, ya ini namanya kebolak-balik, overlap, dan tidak jelas. Bukan seperti itu yang dijelaskan para ulama. Jika dikatakan bahwa tidak beramal merupakan amal itu sendiri (yang bisa mengkonsekuensikan pada pahala dan doa), maka itu sebenarnya bukan pengertian amal yang sebenarnya. Ia dianggap amal dari sisi lain, yaitu kebalikannya. Bukankah dalam banyak kitab 'aqidah banyak dijelaskan ketika membahas masalah iman, yaitu cabang-cabang amal. Misalnya amal hati, yaitu : inqiyaad (ketundukan), taslim (kepasrahan), khudluu’, kecintaan, dan yang lainnya. Ini adalah macam-macam amal yang sifatnya aktif (melakukan sesuatu). Oleh karenannya, mereka tidak menyebutkan cabang amal dalam hati dalam bentuk negatif, seperti : tidak benci, tidak sombong, dan yang semisalnya. Begitu pula saat menyebutkan cabang iman dalam anggota badan, maka disebutkan : shalat, dzikir, puasa, shadaqah, menolong orang lain. Mereka tidak menyebutkan dengan perkataan dalam bentuk negatif : tidak menyakiti orang tua, tidak menggunjing, tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, dan yang semisalnya. Oleh karena itu dalam hadits pun disebutkan dengan lafadh :
“Iman itu ada tujuh puluh, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah perkataan : Laa ilaha illallaah (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah salah satu cabang dari iman” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 35].
Ini adalah macam-macam amal perbuatan yang masuk dalam cakupan iman. Bentuknya positif, yaitu melakukan sesuatu.
Dari sinilah Ibnu Mandah berkata :
وقال جمهور أهل الإرجاء الإيمان هو فعل القلب واللسان جميعا وقالت الخوارج الإيمان فعل الطاعات المفترضة كلها بالقلب واللسان وسائر الجوارح
........
وقال أهل الجماعة الإيمان هي الطاعات كلها بالقلب واللسان وسائر الجوارح غير أن له أصلا وفرعا
“Dan jumhur orang Murji’ah berkata : iman itu perbuatan hati dan lisan seluruhnya. Orang-orang Khawarij berkata : iman itu semua perbuatan ketaatan yang diwajibkan, dengan hati, lisan, dan anggota tubuh (jawaarih). ...... Dan Ahlus-Sunnah berkata : iman itu seluruh ketaatan yang dilakukan oleh hati, lisan, dan seluruh anggota badan, dimana ia mempunyai pokok (al-ashl) dan cabang (al-far’)” [Al-Iimaan, 1/331].
Dalam tinjauan bahasa pun mudah dipahami, bahwa beramal itu artinya melakukan sesuatu. Tidak beramal itu tidak melakukan sesuatu. Para ulama ketika menjelaskan definisi sunnah pun membedakan antara amal dengan taqriir. Amal itu adalah segala sesuatu yang dikerjakan Nabi . Adapun taqrir adalah diamnya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sebagai tanda persetujuan. Maksudnya, meninggalkan pengingkaran dalam taqriir ini tidak disebut sebagai 'amal' tersendiri.
Dan kemudian,.... Inilah gunanya membedakan sebab-sebab kekafiran antara meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu. Dalam sisi 'meninggalkan sesuatu', jumhur ulama tidak memasukkan amal dhahir dalam cakupan ashlul-iman. Artinya, jumhur ulama berpendapat bahwa meninggalkan kewajiban-kewajiban amal-amal dhahir tidak menyebabkan kekafiran. Kekafiran, dari sisi at-tark (meninggalkan sesuatu) hanyalah jatuh pada orang yang meninggalkan i'tiqad dan iqraar. Inilah madzhab jumhur ulama. Beda halnya dengan pendapat sebagian ulama yang memasukkan sebagian arkanul-islam yang empat dalam ashlul-iman.
Jika ditinjau dari sisi 'melakukan sesuatu', maka ada beberapa amal dhahir yang jika dikerjakan dapat menyebabkan kekafiran.
Selain itu, adalah sangat salah jika Anda memutlakkan bahwa amal dhahir masuk dalam ashlul-iman. Memutlakkan seperti ini adalah manhajnya khawarij. Yang benar, sebagian amal dhahir masuk dalam ashlul-iman. Tentu saja ini menilik perkataan sebagian ulama yang memasukkan amal shalat, atau puasa, atau zakat, atau haji dalam ashlul-iman.
Dan saya lihat, Anda pun sepertinya belum dlabth dalam pemahaman. Misalnya Anda mengatakan :
"segala bentuk tindakan berupa tidak sujud pada berhala,tidak membuang mushhaf ke tempat sampah,tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, tidak mentabdil hukum-hukum Nya adalah jenis-jenis amalan jawarih yang menjadi bagian dari ashlul iman meskipun hanya dengan sekedar meninggalkannya" [selesai].
Sadar gak Anda ada yang aneh dengan perkataan Anda ?. Hakekat dari yang Anda sebut tadi adalah tidak melakukan sesuatu. Padahal yang dituntut dalam banyak pembicaraan ashlul-iman adalah sesuatu yang harus 'ada' pada diri seseorang. Tapi perkataan di atas adalah membicarakan peniadaannya. Ashlul-iman itu akan batal dengan adanya ashlul-kufur. Kalau disebut ashlul-kufur, maka itu bicara pada perbuatan apa yang bisa menyebabkan kekafiran (murtad). Itu pertama.
Kemudian masalah 'tidak mentabdil hukum Allah'. Sebenarnya para ulama - kalau Anda mau baca - menyebutkan pokok permasalahan berhukum dengan hukum Allah. Inilah amal ketaatan yang masuk dalam cakupan iman. Tapi permasalahannya adalah : Apakah berhukum dengan hukum Allah itu bisa dikatakan masuk dalam cakupan ashlul-iman ?. Kalau Anda mengatakan ya, maka Anda sejak dari kemarin mungkin telah mengkafirkan diri Anda sendiri. Berbohong, ghibah, mencuri, dan segala sesuatu yang menyimpang dari syari'at yang dilakukan manusia disebut tidak berhukum dengan hukum Allah. Kalau Anda katakan masalah tabdiil, Anda ngerti gak yang disebut tabdiil menurut ulama terdahulu ?. Ini ada perinciannya. Anda bisa baca di :
1. Makanya, di awal saya sudah menduga, bahwa pembicaraan ini terlalu mundur ke belakang, karena Anda tidak memahami permasalahan yang sedang antum masalahkan.
2. Saya juga tidak mengatakan bahwa iman itu tidak bisa hilang. Perkataan iman itu yazzid wa yanquush itu lebih umum. Dan itulah yang tertera dalam kitab para ulama, dimana di dalamnya sudah include bahwa iman itu bisa menduduki awan (seperti imannya para anbiyaa'), tapi juga bisa habis sehingga mengkonsekuensikan kekafiran.
"Yang musykil bagi ana itu adalah terkait adanya ketentuan bahwa ashlul kufur itu bisa dimasuki amal jawarih sedangkan hal itu tidak berlaku bagi ashlul iman. Hal itu apakah ditetapkan oleh logika ataukah dengan dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logika penalarannya ? Bukankah ashlul kufur dan ashlul iman sama2 tempatnya dihati ? Maka aneh rasanya pembagian ini.
Apa antum bisa membawakan mantuq perkataan Ibnu taimiyah yang dapat menjelaskan masalah yang musykil di atas ? [selesai].
Mengapa harus ada kemusykilan, karena hukum kekafiran itu mesti diperinci untuk masing-masing amal dan masing-masing kasus. Dan itu dikembalikan pada masing-masing dalilnya.
Supaya Anda perhatikan, yang saya katakan adalah jumhur ulama berpendapat bahwa amal jawaarih tidak masuk dalam ashlul-iman. Artinya apa ? sebagian ulama lain memasukkan amal jawaarih dalam bagian ashlul-iman yang jika ditinggalkan akan menyebabkan kekafiran. Maka, ashlul-iman itu mewajibkan adanya sesuatu yang tidak boleh mengalami pengurangan agar ashlul-iman itu ada. Paham ?
Tentu saja ini didasarkan pada dalil - bukan logika - karena agama itu didasarkan pada dalil. Tapi Anda tidak akan mendapatkan dalil mujmal yang sharih yang menyebutkan bahwa amal jawaarih itu tidak masuk ashlul-iman atau masuk ashlul-iman. Perkataan ulama yang saya sebut di atas didasarkan pada istiqra' dalil-dalil yang ada. Sudah saya katakan pada Anda bahwa perbedaan pendapat ini kembali pada permasalahan amal-amal yang dapat mengkafirkan jika ditinggalkan. Para ulama telah menjelaskan bahwa amalan dhahir (jawaarih) yang dapat menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan adalah amal-amal yang terdapat dalam arkanul-Islam yang empat. Dan mereka sepakat bahwa amal-amal kewajiban selain arkanul-Islam, tidak menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan.
Bukankah Anda telah mengerti - saya harap begitu - perbedaan ulama mengenai hukum orang yang meninggalkan shalat, zakat, puasa, dan haji ?. Dan ingat, diantara empat hal itu, shalat merupakan amal dhahir yang menduduki peringkat paling atas. Jika jumhur ulama tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkan (selama ia masih mengakui kewajibannya), maka mereka akan lebih tidak mengkafirkan kewajiban-kewajiban lain yang kedudukannya di bawah shalat. Inilah madzhab jumhur ulama. Dan dari sisilah dapat dipahami bahwa jumhur ulama tidak memasukkan amal dhahir dalam ashlul-iman.
====
Tentang masalah ashlul-kufur, maka ia juga mesti dikembalikan pada dalil. Gampangnya dari pengertian ashlul-kufur adalah segala sesuatu yang keberadaannya menyebabkan kekafiran. Misal dari perbuatan ini adalah : istihzaa'. Ia adalah perbuatan dhahir yang jika dilakukan dapat mengkafirkan pelakunya, meski pelakunya mengaku bercanda. Ini merupakan ijma'. Dalilnya ada dalam QS. At-Taubah ayat 64-66.
Kira-kira seperti itu lah kerangka pendalilan dan pemahamannya.
Jadi,... Anda jangan membolak-balik seperti perkataan Anda di atas. Tidak melakukan istihzaa' merupakan bagian dari ashlul-iman. Kenapa ?. Karena istihzaa' itu adalah amalan yang dapat menyebabkan kekafiran. Ini jalan pikiran Anda di atas. Dan inilah yang saya sebut tidak jelas dan campur aduk.
Supaya Anda perhatikan, yang saya katakan adalah jumhur ulama berpendapat bahwa amal jawaarih tidak masuk dalam ashlul-iman. Artinya apa ? sebagian ulama lain memasukkan amal jawaarih dalam bagian ashlul-iman yang jika ditinggalkan akan menyebabkan kekafiran.
====================
Kalau begitu OK deh akhi .... ana kok lebih cenderung dengan pendapat "sebagian ulama" itu. Dengan demikian ana cukupkan diskusi ini sampai disini ....Jazakallahu khair atas kesediaan antum menanggapi kement2 ana dan semoga hal ini bermanfaat bagi ana dan juga kepada pembaca yg lain. Sekian ..... wassalam.
alhamdulillah, saya cukup paham dengan perbedaan pendapat ulama tentang masuk/ tidaknya amal jawarih ke dalam cakupan pokok iman. Sayangnya saya tetap belum bisa paham alur pemahaman yang disampaikan anonim dalam diskusinya dengan Abul Jauzaa.
Jadi, saya sampaikan terima kasih kepada anonim yang bersedia mengakhiri diskusi ini sehingga saya tidak tambah bingung.
dikatakan oleh masayikh yordan:
BalasHapus....Kami tidak mengeluarkan perbuatan, baik besar maupun kecil, dari yang namanya keimanan.....
artinya bahwa perbuatan manusia adalah masuk dalam definisi iman, baik itu termasuk dlm ashlul iman, kamalul wajib,atau kamalul mustahab.
tapi yang aneh dipoint 7 mrk mengatakan perbuatan masuk dlm kesempurnaan wajib dan mustahab dan tidak mereka masukkan dlm ashlul iman...
ini artinya bhw perbuatan apapun tdk bisa merusak ashlul iman (kecuali sholat)sedang syikhul islam justru mengatakan perbuatan ada yg msk dlm ashlul iman, kamal wajib,kamal mustahab, shg jika orang berbuat ini atau itu akan jadi kafir (krn perbuatan ini dan itu tsb merusak ashlul iman shg kafirlah dia).
Inilah DUSTA yang mereka nisbatkan pada syaikhul islam!!!!
DUSTA kedua mereka pisahkan antara iman dan amal (poin 6) edang syaikhul islam tidak pernah bilang iman dan amal akan tetapi iman itu qoulun wa amalun>>artinya didalam iman itu ada perkataan dan amalan..beda dg mereka para masayikh!!!
dan ini juga berrti mereka memisahkan amal dr ta'rif iman meskipun jika ditanya mereka akan menjawab sbgmn ta'rif ahli sunnah, tp perkataan ini justru membuktikan mereka itu sebaliknya..
Maka pengakuan sbg ahli unnah cuma klaim ikut2an aja krn pd hakekatnya (dilihat dr pengertian mereka) mereka ini adalah sebagimana mereka katakan sendiri ttg orang yang berkeykinan bhw keimanan hanya tasdiq (memisahkan amal dr ta'rif iman) sbg MURJI'AH YANG BURUK tp merekaini dg gaya yang lebih baru akan tetapi pd hakekatnya keimanan hanyalah TASHDIQ bg mereka..
Miskin sekali analisa dan pemahaman Anda. Kalau Anda tidak tahu, tidak usah sok tahu ya....
BalasHapusPerkataan dan pemahaman Anda itu salah kaprah. Agak susah diperbaiki, kecuali memang harus direkonstruksi. Iman itu adalah perkataan dan perbuatan. Amal itu adalah juz'un minal-imaan. Iman itu ada pokok (ashlul-iman) ada pula cabang (far'ul-iman).
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
ولهذا قال علماء السنة في وصفهم [اعتقاد أهل السنة والجماعة]: إنهم لا يُكَفِّرون أحدًا من أهل القبلة بذنب، إشارة إلى بدعة الخوارج المكفرة بمطلق الذنوب، فأما أصل الإيمان الذي هو الإقرار بما جاءت به الرسل عن الله تصديقًا به وانقيادًا له، فهذا أصل الإيمان الذي من لم يأت به فليس بمؤمن؛
Ini adalah pernyataan beliau tentang apa yang disebut ashlul-iman dan peniadaan keimanan seseorang (baca : kafir) jika tidak mempunyai ashlul-iman. Keberadaan ashlul-imaan pada seseorang cukup membuat dia disebut sebagai seorang muslim. Ashlul-iman itu adalah iqraar, tashdiiq, dan inqiyaad. Iqraar itu adalah amal lisaan, tashdiiq itu amal qalbu, dan inqiyaad itu amal qalbu [Majmu’ Al-Fataawaa, 7/638].
Kemudian di bagian lain beliau menjelaskan tentang kedudukan amal perbuatan dhahir/anggota badan :
والدين القائم بالقلب من الإيمان علمًا وحالًا هو الأصل، والأعمال الظاهرة هي الفروع، وهي كمال الإيمان.
فالدين أول ما يبنى من أصوله ويكمل بفروعه، كما أنزل اللّه بمكة أصوله من التوحيد والأمثال التي هي المقاييس العقلية، والقصص، والوعد، والوعيد، ثم أنزل بالمدينة ـ لما صار له قوة ـ فروعه الظاهرة من الجمعة والجماعة، والأذان والإقامة، والجهاد، والصيام، وتحريم الخمر والزنا، والميسر وغير ذلك من واجباته ومحرماته.
فأصوله تمد فروعه وتثبتها، وفروعه تكمل أصوله وتحفظها،
[Majmu’ Al-Fataawaa, 7/354].
Syaikhul-Islaam menjelaskan bahwa amal dhahir itu termasuk furuu', yaitu kamaalul-iman.
Saya telah menuliskan hal ini di sini :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/11/imel-untuk-seorang-teman.html.
Silakan baca-baca di situ, saya banyak menyebutkan aqwaal ulama ahlus-sunnah mengenai hal tersebut.
inilah salah faham antum dan bukti bhw faham murjiah masyayikh yg antum bela adalah buruk serta membuktikan bhw ta'rif iman kalian tdk ada iman didalamnya......bgmn perkataan syaikh ttg pencaci nabi dsb yang beliau katakan sbg kekufuran?? atau antum mau berkata bhw pencacian itu adalah amalan lisan dan tdk pengaruh pd ashlul iman?? oleh karena itu antum yang KAYA PEMAHAMAN ini hendaknya mendudukkan perkataan ibnu taimiyah sebagaimana ibnu taimiyah mendudukkannya. penjelasan ibnu taimiyah menunjukkan bhw beliau menjelaskan ttg kedudukan iman itu ada pada 3 hal ...sbg contoh allah turunkan tauhid yg jd ushul dimakkah....tauhid apa tidak akan rusak dg syirik?? sdg syirik adalah amalan dzahiroh!!! dan masih banyak contoh dr perkataan beliau yg menunjukkan bhw amalan ada yg masuk dlm usul iman......
BalasHapusjd anda yang KAYA PEMAHAMAN ini hendaknya lebih bisa mendudukannya..
Inilah yang saya namakan sok tahu. Sudah saya bilang sebelumnya, kalau tidak tahu itu mendingan diam, bukan bicara. Salah lagi. Gak nyambung.
BalasHapusAnda tahu tidak konteks yang dibicarakan dalam kitab Mujmaal Masaail, dan kemudian dihubungkan dengan konteks amal masuk dalam iman ?. Bukankah yang dibicarakan tersebut adalah perkataan Syaikhul-islaam :
فَأَصْلُ الإِيمَانِ فِي القَلْبِ - وَهُوَ قَوْلُ القَلْبِ وَعَمَلُهُ ، وَهُوَ إِقْرارٌ بِالتَّصْدِيقِ وَالحُبِّ وَالانْقِيَادِ -؛ وَمَا كَانَ فِي القَلْبِ فَلاَ بُدَّ أَنْ يَظْهَرَ مُوجَبُهُ وَمُقْتَضَاهُ عَلَى الجَوَارِحِ ، وَإِذَا لَمْ يَعْمَلْ بِمُوجَبِهِ وَمُقْتَضَاهُ دَلَّ عَلَى عَدَمِهِ أَوْ ضَعْفِهِ
"Maka ashlul-imaan itu ada di hati - yaitu perkataan dan amalan hati, yaitu iqraar dengan pembenaran (tashdiiq), kecintaan, dan ketundukan. Dan apa-apa (iman) yang ada di dalam hati sudah semestinya menampakkan konsekuensinya dan kebutuhannya pada anggota badan. Apabila ia tidak mengamalkan konsekuensi dan kebutuhannya pada amal anggota badan (jawaarih), itu menunjukkan ketiadaan dan kelemahannya" [[Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/644].
Ini perkataan Syaikhul-Islaam yang dinukil di nomor 6 oleh Masyaikh Yordaan. Dan kemudian dikomentari sebagai berikut :
وانتفاء الإيمان المطلق - وهو كماله لا يلزم منه نفي (مطلق الإيمان) - َهو أصله؛ كما قرره شيخ الِسلام - رحمه الله في مواضع.
"ketiadaan iman muthlaq (al-imaanul-muthlaq) - dan ia adalah penyempurnanya (kamalul-iman), tidaklah mengkonsekuensikan peniadaan muthlaqul-iman - dan ia adalah pokoknya (ashlul-iman); sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul-Islaam dalam beberapa tempat [selesai perkataan masyikh Yordaan].
Anda paham tidak bedanya al-imanul-muthlaq dan muthlaqul-imaan ?. Kalau menganggap sama, ya wajar pemahaman Anda jadi ruwet.
Dalam ilmu 'aqidah, al-imaanul-muthlaqi ini juga disebut al-imanul-waajib, atau al-imaanul-mufashshal, atau haqiiqatul-imaan. Ini martabat kedua setelah ashlul-iman atau muthlaqul-iman.
Adapun muthlaqul-iman atau ashlul-iman, maka ini adalah martabat pertama yang menjadikan seseorang terbebasnya dari kekekalan adzab neraka.
Beda antara muthlaqul-iman dengan al-imanul-muthlaq itu :
Muthlaqul-iman/ashlul-iman tidak mengenal adanya kurang. Ia harus ada dan tidak boleh kurang.
Adapun al-imanul-muthlaq yang dikenal dengan adanya pertambahan atau pengurangan (yaziid wa yanqush).
Terkait dengan penjelasan Syaikhul-Islaam, ... maka apa yang disebut ashlul-iman (atau muthlaqul-iman) itu ? Beliau telah menjelaskan bahwa ashlul-iman menurut beliau (bukan menurut Anda) adalah : iqraar, tashdiiq, dan inqiyaad. Iqraar itu adalah amal lisaan, tashdiiq itu amal qalbu, dan inqiyaad itu amal qalbu [Majmu’ Al-Fataawaa, 7/638].
Anda tidak perlu menta'wil-ta'wil perkataan Syaikhul-Islaam yang sangat jelas itu. Karena, bukan hanya satu tempat beliau mengatakannya. Anda sudah baca belum link saya tulis ?. Di situ terdapat banyak perkataan beliau yang serupa.
Kemudian terkait dengan penjelasan masyikh Yordaan,.... apa masalahnya ?. Apakah salah jika dikatakan bahwa ketiadaan al-imanul-muthlaq itu harus mengkonsekuensikan ketiadaan muthlaqul-iman/ashlul-iman ?. Bahkan benar sekali.
Tanggapan Anda lah yang ngawur yang tidak sesuai dengan konteksnya.
Ketiadaan amal yang masuk bagian dari al-imanul-muthlaq tidak harus mengkonsekusikan ketiadaan ashlul-iman (yang kemudian menjadi kafir) merupakan 'aqidah Ahlus-Sunnah. Misal : Orang yang meninggalkan kewajiban berbakti kepada orang tua, maka ia tidak dihukumi kafir. Padahal amal berbakti kepada orang tua termasuk al-imanul-muthlaq.
Dan seterusnya....
Anyway,... pahami dulu duduk permasalahannya, baru komentar. Jangan membahas kemana-mana.....
Adapun sujud pada berhala, mencaci Allah dan Rasul-Nya, istihzaa', dan yang semisalnya; maka ini telah dijelaskan di bab berikutnya....
****
NB : Saya sebenarnya pingin tahu, apa sih pemahaman Murji'ah menurut Anda ?.
Quote: " Apakah salah jika dikatakan bahwa ketiadaan al-imanul-muthlaq itu harus mengkonsekuensikan ketiadaan muthlaqul-iman/ashlul-iman ?. Bahkan benar sekali."
BalasHapusApa tidak salah ketik ust? Maksudnya tidak harus kan?
Benar kata antum. Kurang kata : "tidak".
BalasHapusKomentar antum di atas sekaligus sebagai koreksiannya.
Terima kasih, jazaakallaahu khairan.
hei...Bul...nt ini yang sok yahu tapi sebenarnya gak faham!!
BalasHapusbuku ini memang sepertinya berakidah salaf akan tetapi jika dibaca dan difahami dg cermat itu cuma upaya hasan halabi cs dlm memanipulasi pembaca agar mengakui murjiah mereka sbg salaf...ingat Bul>>>hasan ini manusia paling sering kena tahdzir bahkan dr masayikh salafy saudi sendiri...dan tahdzir kebanyakan dg tidak beresnya pemahamannya...
Bul...dlm buku trsb kalau memang nt bisa faham...sepintas mmg spt salaf tapi ujung2nya tetap irja' yakni mengeluarkan amal dr ta'rif iman meskipun mereka muter dan mentalbis dg qoul ulama yg mereka plintir kadang2...salah satu perkaytaan ibnu taymiyah...tdk pernah beliau katakan iman dan amal!! tapi selalu iman itu qoulun wa amalun...ini sinyal kecil bhw mrk pisahkan amal dr iman...kalau nt yaa bul bul mau lbh mendalami lagi...akan nt dapat bahwa amaal apaun tdk akan merusak ashlul iman seseorang menurut mereka...knp??krn mereka irja'iy
Nampaknya Anda sudah kehabisan kata, sehingga memaksa Anda berkata demikian. Begitulah orang yang tidak punya kemampuan melakukan penelitian, bisanya mencela. Mencelanya pun dari copas. Paling banter lihat-lihat artikel terjemahan, membeo, lalu berkata dengannya. Kasihan anda ini.....
BalasHapusUntuk Anonim 2 November 2011 22:00
BalasHapusDikhawatirkan anda termasuk dalam syair ini :
فعين الرضا عن كل عيب كليلة ** ولكن عين السخط تبدي المساويا
Semoga tidak . . .
@Anonim 2 November 2011 15:16
BalasHapusAntum bisa lihat video Syaikh Ali Hasan hafidzahullah tentang masalah irja' di :
http://www.youtube.com/watch?v=-p-g8PYjOrc
dan
http://www.youtube.com/watch?v=qX56gG53nZA&feature=related
atau jawaban beliau tentang masalah tuduhan murjiah kepada beliau di :
http://www.albaidha.net/vb/?s=4e5c3807b459c31b6a88a2e87cfbc35d
Semoga bisa mencerahkan antum
Nt aja bul dan suporter nt yang cuman membeo dan euforia dg ocehan hasan alkaddzab...ssdh jelas dlm tulisannya dia memisahkan iman dr amal meskipun dg gaya bahasa muter2 kaya dermulen.....
BalasHapusBahwa Amalan juga ada yang termasuk ashlul iman ini yg beda dg syek nt serta nt bul.....:
الإيمان – قول وعمل يزيد وينقص، وهذا بإجماع السلف كما حكاه الإمام الشافعي في كتاب الأمّ ومن خلال هذا التعريف يتجلّى لنا أنّ للإيمان أربعة أركان :
- قول القلب – قول اللسان – عمل القلب – عمل الجوارح
Alasan lain:
رواه ابن أبي شيبة أنه قال : إن الإيمان يزيد وينقص ، قالوا : وما زيادته ونقصانه ؟ قال : إذا ذكرنا الله وخشيناه فذلك زيادته ، وإذا غفلنا ونسينا وضيعنا فذلك نقصانه .
زيادته ونقصانه راجع إلى حسب عمل الإنسان وهذا تأكيد أنّ الأعمال من الإيمان ، وثانيا أنّ الأعمال ليست على رتبة واحدة من حيث آحادها فمن الأعمال ما هي من أصل الإيمان لا يقوم الإيمان إلاّ بها كإخلاص التوحيد لله والكفر بما يُعبد من سواه ، والصّلاة
ومن الأعمال
الّتي جاء النّهي عنها في الشرع فهي كذلك تنقسم إلى ثلاثة أقسام منها ما هو من أصل الإيمان من فعلها خرج من الإسلام كسبّ الله تعالى ودينه ورسول من رسل الله ، أو الاستهزاء بالدّين ، أو تحكيم القوانين الوضعية ، وغير ذلك
mereka juga ulama bul dan berkata begini...jgn nt tuduh makelar diterminal!!!
Bukti bhw akidah salafiyah sbgman klaim hasan halaby adalah dusta sbgmn:
قال الإمام الأوزاعي : كان ممّن مضى ممّن سلف لا يفرّقون بين الإيمان والأعمال
sdg risalah tsb memisahkan amal (atau dg gaya muter yg ujung@nya melepaskan amal dr ashlul iman) shg tdk ada yang namanya kafir kecuali itu datang dari hati...bukan amal...inilah murjiah limited edition gaya halaby!!!
Ulama yng mempertegas bhw murji'ah sbgmana ana sebutkan diatas:
عن إسحاق بن راهويه : غلت المرجئة حتّى صار قولهم : إنّ قوما يقولون من ترك الصّلوات المكتوبات وصوم رمضان والزكاة والحج وعامّة الفرائض من غير جحود لها لا نكفّره ، يُرجى أمره إلى الله بعد إذ هو مقرّ . فهؤلاء الّذين لا شكّ فيهم – يعني في أنّهم من غلاة المرجئة - .
وقال ابن عيينة : المرجئة سمّوا ترك الفرائض ذنبا بمنزلة ركوب المحارم ، وليس سواء لأنّ ركوب المحارم متعمّدا من غير استحلال معصية ، وترك الفرائض من غير جهل ولا عذر كفر ، وبيان ذلك في أمر إبليس وعلماء اليهود الّذين أقرّوا بنعت النبيّ عليه الصّلاة والسّلام بلسانهم ولم يعملوا بشرائعه .
Bahkan beliau ibnu rahawiyah mengatakan yg gaya kaya nt dan hasan ini ghulat murji'ah, serta alasan juhud dan istihlal andalan halaby cs justru semakin membuktikan kemujia'ah halaby
dr keterangan inilah ana simpulkan bhw nt didalam mempost perkataan ibnu taimiyah tdk mendudukkan sbgmana mestinya yaitu dg nt gabung2kan perkataan beliau disatu bab dg bab lain...pdhl beliau berfatwa sesuai waqi' sdgkan nt dan halaby memakai perkataan beliau untuk membenarkan ro'yu murjiah sesat kalian....
ada yang ketinggalan bull.....
BalasHapusو هذه الأعمال ليست على مرتبة واحدة عند أهل السنّة خلافا للخوارج والمعتزلة، بل هي على أقسام ثلاثة : القسم الأوّل ما هو من أصل الإيمان ولا يصحّ إيمان المرء إلاّ به ، ويدخل في ذلك الأمور الفعلية ، أمرا وتركا ، أي ما ألزمنا الشرع بإلتزامها ، وما ألزمنا الشرع بتركها . والقسم الثاني : ما كان من واجبات الإيمان حيث يأثم من تعدّى هذا الواجب ؛ في الأمر والترك .
Ini pembagian amal dlm masalah iman yang berbeda dg kata halaby dan nt....jd jgn dianggap orang yang beda dg nt pasti ngawur....yg ana bawakan adalah dari ulama ahli sunnah yg telah disepakati sdg halaby manusia yg banyak kena tahdzir atas kemurji'ahannya jd jgn bilang di telah disepakati..kecuali oleh yg sejenis dg mereka...
kutipan diatas ana ambil dr syarah kitabul iman oleh imam bukhary pada syarah hadist buniyal islamu ala khomsin dan hadist ttg iman ada bercabang2...nt pasti tahu hadisnya
Coba, Anda tunjukkan secara sharih bahwa Syaikh 'Aliy memisahkan antara amal dan iman....
BalasHapus******
Anda ini meng-copi paste sesuatu,... paham tidak dengan yang Anda copas itu ?. Bikin ketawa saja.
Kata Anda :
Bahwa Amalan juga ada yang termasuk ashlul iman ini yg beda dg syek nt serta nt bul.....:
الإيمان – قول وعمل يزيد وينقص، وهذا بإجماع السلف كما حكاه الإمام الشافعي في كتاب الأمّ ومن خلال هذا التعريف يتجلّى لنا أنّ للإيمان أربعة أركان :
- قول القلب – قول اللسان – عمل القلب – عمل الجوارح [selesai kutipan].
Dimana letak pernyataan di atas secara tekstual yang menyatakan amal masuk dalam ashlul-iman ?. Anda ini bisa bahasa Arab nggak ?. Kalau tidak, ya wajar. Copi paste hanya buat hiasan saja.
Mau saya terjemahin atau Anda terjemahin ni ?.
Kata Anda :
Bukti bhw akidah salafiyah sbgman klaim hasan halaby adalah dusta sbgmn:
قال الإمام الأوزاعي : كان ممّن مضى ممّن سلف لا يفرّقون بين الإيمان والأعمال
sdg risalah tsb memisahkan amal (atau dg gaya muter yg ujung@nya melepaskan amal dr ashlul iman) shg tdk ada yang namanya kafir kecuali itu datang dari hati...bukan amal...inilah murjiah limited edition gaya halaby!!! [selesai kutipan].
Lantas, siapa yang tidak memasukkan amal dalam ashlul-iman ?. Jika yang dimaksud 'amalul-qalb, maka ini benar. Dan ini dinyatakan oleh Syaikh 'Aliy dalam banyak kitabnya. Jadi,... jangan ngawur Anda ini ya.
Dan sepertinya Anda ini memang tidak paham tentang masalah yang dikhilafkan dan dijadikan kritikan. Yang dijadikan masalah itu adalah : Apakah amal jawaarih itu masuk dalam ashlul-iman apa tidak. Bukan amal secara mutlak. Paham Anda ?.
Kata Anda :
Ulama yng mempertegas bhw murji'ah sbgmana ana sebutkan diatas:
عن إسحاق بن راهويه : غلت المرجئة حتّى صار قولهم : إنّ قوما يقولون من ترك الصّلوات المكتوبات وصوم رمضان والزكاة والحج وعامّة الفرائض من غير جحود لها لا نكفّره ، يُرجى أمره إلى الله بعد إذ هو مقرّ . فهؤلاء الّذين لا شكّ فيهم – يعني في أنّهم من غلاة المرجئة - .
وقال ابن عيينة : المرجئة سمّوا ترك الفرائض ذنبا بمنزلة ركوب المحارم ، وليس سواء لأنّ ركوب المحارم متعمّدا من غير استحلال معصية ، وترك الفرائض من غير جهل ولا عذر كفر ، وبيان ذلك في أمر إبليس وعلماء اليهود الّذين أقرّوا بنعت النبيّ عليه الصّلاة والسّلام بلسانهم ولم يعملوا بشرائعه .
Bahkan beliau ibnu rahawiyah mengatakan yg gaya kaya nt dan hasan ini ghulat murji'ah, serta alasan juhud dan istihlal andalan halaby cs justru semakin membuktikan kemujia'ah halaby [selesai kutipan].
Ini bukan tempat yang pantas untuk Anda jadikan sandaran. Bukan pula mahallun-nizaa' dalam bahasan. Karena Ibnu Rahawaih adalah ulama yang merajihkan akan kafirnya orang yang meninggalkan kewajiban yang empat. Hingga ketika ia berbicara mengenai Murji'ah, maka ia mengatakan apa yang Anda nukil itu.
BalasHapusAdapun Ahlus-Sunnah sendiri, berbeda pendapat kafir tidaknya orang yang meninggalkan rukun Islam yang empat, hingga Syaikhul-Islaam berkata :
وقد اتفق المسلمون على أنه من لم يأت بالشهادتين فهو كافر، وأما الأعمال الأربعة فاختلفوا في تكفير تاركها،
“Dan kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang tidak mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia kafir. Adapun amal-amal yang empat, para ulama berselisih pendapat akan pengkafiran yang meninggalkannya......” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/302].
Kemudian beliau menyebutkan pendapat-pendapat tersebut, yang diantaranya beliau berkata :
وخامسة: لا يكفر بترك شيء منهن، وهذه أقوال معروفة للسلف
“Pendapat kelima, tidak dikafirkan orang yang meninggalkan sesuatu dari keempat hal tersebut. Inilah pendapat-pendapat yang dikenal oleh salaf” [selesai].
Dan sebagai bukti lain, ini yang dikatakan oleh Al-Baihaqiy :
ذهبَ أكثرُ أصحابِ الحديثِ إِلىَ أنّ اسمَ الإيمانِ يجمَعُ الطاعاتِ كلِّها فرضِها ونفلِها ، وأنّها عَلى ثلاثةِ أقسامٍ :
فقِسمٌ يكفُرُ بتركِه وَهُوَ اعتقادُ ما يجِبُ اعتقادُه وإقرارٌ بِما اعتقدَه .
وقِسمٌ يفسُقُ بتركِه أو يعصِي ولاَ يكفُرُ بهِ إذا لَم يجحَدْه وَهُوَ مفروضُ الطّاعاتِ كالصّلاةِ والزّكاةِ والصّيامِ والحَجّ واجتنابِ المحارِمِ .
وقِسمٌ يكونُ بتركِه مخطِئاً لِلأَفضَلِ غيرَ فاسِقٍ ولاَ كافِرٍ وَهُوَ ما يكونُ مِن العبادَاتِ تَطوّعاً
“Jumhur ahlul-hadiits berpendapat bahwa nama iman itu mengumpulkan semua ketaatan, baik yang wajib/fardlu maupun yang sunnah. Dan iman itu terbagi menjadi tiga bagian : Pertama, bagian yang mengkafirkan apabila ditinggalkan, yaitu i’tiqaad terhadap semua hal yang diwajibkan i’tiqaad-nya, serta mengikrarkan apa-apa yang di-i’tiqad-kannya itu. Kedua, bagian yang menyebabkan kefasiqan atau bermaksiat apabila ditinggalkan, namun tidak menyebabkan kekafiran apabila ia tidak mengingkarinya. Hal itu adalah ketaatan-ketaatan yang diwajibkan, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan menjauhi yang diharamkan. Ketiga, bagian yang bila ditinggalkan menjadikan seseorang keliru/terluput akan hal-hal yang lebih utama, tanpa menyebabkan kefasikan ataupun kekafiran. Hal itu seperti pada ibadah-ibadah tathawwu’ (sunnah)” [Al-I’tiqaad, hal. 202].
So, apa persamaan pendapat jumhur ahlul-hadits dan fuqahaa dengan Murji'ah bisa disebut bahwa mereka (jumhur) adalah Murji'ah ?. Jauh.
Makanya bung, Anda ini tidak sedang berhujjah dengan perkataan Ibnu Rahawaih.
Kata Anda :
BalasHapusو هذه الأعمال ليست على مرتبة واحدة عند أهل السنّة خلافا للخوارج والمعتزلة، بل هي على أقسام ثلاثة : القسم الأوّل ما هو من أصل الإيمان ولا يصحّ إيمان المرء إلاّ به ، ويدخل في ذلك الأمور الفعلية ، أمرا وتركا ، أي ما ألزمنا الشرع بإلتزامها ، وما ألزمنا الشرع بتركها . والقسم الثاني : ما كان من واجبات الإيمان حيث يأثم من تعدّى هذا الواجب ؛ في الأمر والترك .
Ini pembagian amal dlm masalah iman yang berbeda dg kata halaby dan nt....jd jgn dianggap orang yang beda dg nt pasti ngawur....yg ana bawakan adalah dari ulama ahli sunnah yg telah disepakati sdg halaby manusia yg banyak kena tahdzir atas kemurji'ahannya jd jgn bilang di telah disepakati..kecuali oleh yg sejenis dg mereka...
kutipan diatas ana ambil dr syarah kitabul iman oleh imam bukhary pada syarah hadist buniyal islamu ala khomsin dan hadist ttg iman ada bercabang2...nt pasti tahu hadisnya.
Siapa yang Anda maksud dengan 'ulama yang disepakati' menurut Anda yang menjadi sumber copas ?. Anda menukil dari Abu Hafsh Sufyaan Al-Jazaairiy ya ?. Inikah yang Anda sebut 'disepakati' itu ?. Ia memasukkan perkara fi'liyyah sebagai bagian dari ashlul-iman. Ini tidak bisa dibenarkan secara mutlak, dan juga tidak bisa disalahkan secara mutlak.
Tapi jika membawa konsekuensi bahwa tidak memasukkan perkara fi'liyyah dalam ashlul iman sebagai Murji', ya itu ngaco namanya. Anda harus belajar lebih giat lagi masalah 'aqidah.
Di atas sudah saya nukil perkataan Al-Baihaqiy. Dan kemudian akan bawakan ulama yan memang benar-benar disepakati.
Al-Imaam Al-Marwadziy rahimahullah berkata :
لأن البي صلى الله عليه وسلم سمّى لإيمانَ بالأصل وبالفروع، وهو الإقرارُ، والأعمال....... فجعلَ أصلَ الإيمانِ الشهادة، وسائرَ الأعمال شُعباً، ثمّ أخبرَ أنّ الإيمان يكمل بعد أصلهِ بالأعمالِ الصّالحة....
“Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menamakan iman dengan ashl (pokok) dan furuu’ (cabang); dan ia adalah iqraar dan amal-amal…… Dan beliau menjadikan ashlul-iimaan syahadat, dan menjadikan seluruh amal cabang-cabang. Kemudian beliau mengkhabarkan bahwasannya iman disempurnakan setelah pokoknya dengan amal-amal shaalihah….” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/711-712].
Ibnu Mandah rahimahullah berkata :
ولا يكون مستكملا له حتى يأتي بفرعه وفرعه المفترض عليه أو الفرائض واجتناب المحارم
“Dan tidak sempurna iman seseorang hingga ia mengerjakan cabangnya, dan cabangnya itu adalah hal-hal yang diwajibkan padanya, dan menjauhi hal-hal yang diharamkan” [Al-Iimaan, 1/331-332].
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
الدّينُ القائمُ بالقلبِ من الإيمانِ علماً وحالاً هو الأصل ، والأعمالُ الظّاهرةُ هي الفروعُ ، وهي كمالُ الإيمانِ
“Agama tegak dengan iman di hati secara ilmu dan keadaannya merupakan pokok. Dan amal-amal dhaahir merupakan cabang-cabang (iman), dan ia adalah kesempurnaan iman” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/354].
Kalau pingin tahu Murji'ah, ya belajar serius tentang Murji'ah. Kalau pingin tahu Ahlus-Sunnah, ya belajar yang serius tentang Ahlus-Sunnah. Jangan kebanyakan ngaconya.....
Catatn kecil saja :
BalasHapusCopas anonim di atas banyak yang tidak sesuai dengan komentarnya. Yang dicopas bicara kesana, dikomentarinya ke sini.
Sepertinya yang bersangkutan tidak bisa bahasa Arab.
si bul bul bilang:
BalasHapusDimana letak pernyataan di atas secara tekstual yang menyatakan amal masuk dalam ashlul-iman ....
dari perkataan iman qoulun wa amalun aja udah diketahui bhw iman itu terdiri dr perkataan dan perbuatan..artinya perbuatan masuk dlm iman...anapun bisa kalau tanya dg gaya bodoh bgt..."dimana yg menyatakan bhw perbuatan tdk pd aslul iman???
krn perkataan ini mujmal maka perlu perinciannya dan itu pd kutipan sesudahnya....udah faham bull??
terus nt bilang bukti halaby memisahkan amal dr iman???...
Lucu nt bul...!!nt faham gak sih yg nt baca dr tulisan halaby cs?? Mengeluarkan iman dr ashlul iman itu sdh bukti>>>bukti kecil lg...kalau mmg dia mengatakan perbuatan msk dlm iman knp ia tulis Iman dan Amal....??? makanya baca dan fahami sihir halaby cs dlm makalah tsb dan kaitkan dg faham ahlussunnah selain itu tahdzir ke irja'an halaby hjarusnya jd nt lbh mawas..ingat bull yg mentahdzir kibaril ulama'..!!
kata nt yg dijadikan khilaf amal jawarih bukan amal mutlak....
ini semakin membuktikn kebenaran kata ana bhw dimata halaby cs tidak ada kekafiran yang disebabkan amal jawarih kekafiran itu dr amalan hati.....artinya iman dan tidak iman itu urusan hati...sekarang apa bedanya dg murji'ah??? cukup tashdiq buat menyatakan mukmin, sedang kebalikannya cukup takdzib buat jd kafir...ujungnya apa bull?? semua lewat hati...apa bedanya dg halaby cs?????
nih bukti bhw perkataan baihaqi beda dg keyakinan halaby cs...
فقِسمٌ يكفُرُ بتركِه وَهُوَ اعتقادُ ما يجِبُ اعتقادُه وإقرارٌ بِما اعتقدَه
ana mau tanya mengikrarkan apa yg dii'tiqadkan itu apa??? dalam pengertian omongan busuk yg merusak ashlul iman jadi kafir tanpa harus membedah dada orang tsb buat liat isi hatinya...beda dg halaby cs yg selslu merujuk hati buat menetapkan kekafiran...sekarang ikrar aja bisa masuk ashlul iman knp yg lain tidak bisa??
nt juga bilang gini bull....:
Siapa yang Anda maksud dengan 'ulama yang disepakati' menurut Anda yang menjadi sumber copas ?. Anda menukil dari Abu Hafsh Sufyaan Al-Jazaairiy ya ?. Inikah yang Anda sebut 'disepakati' itu ?.
nah...loe...salah faham lg...yang jelas ulama disepakati itu yang orang duluuuuuuu sekali...yg jelas bukan abu hafsh dan halaby cs....kan bisa nt baca nama2 yg muncul...
Ia memasukkan perkara fi'liyyah sebagai bagian dari ashlul-iman. Ini tidak bisa dibenarkan secara mutlak, dan juga tidak bisa disalahkan secara mutlak.
Jadi antara benar dan salah secara muthlaq ya bull??? Agama nt apa ?? Kok pake kebenarannya tidak dimuthlaq kan??? Agama bikinan halaby cs ya??
Bgmn perkataan ibnu taimiyah bhw siapa yang berkata atau berbuat sesuatu yng kufur maka dia kufur krn sebab itu... bagaimana pula pengkafiran syaikh muhammad bin abdul wahhab pd penyembah kubur?? Bgmn ulama najed mengkafirkan pelaku syirik akbar?? Apa bukan amal jawarih yg menjadikan mereka mengkafirkan orang2 tsb, artinya nt tempatkan perkataan syaikhul islam yg menjelaskan ttg keimanan yng berhubungan dg hati disemua tempat...
Akhirul kalam begini bull>>>menurut ahli sunnah amal jawarih ada yg bisa mengkafirkan krn melanggar ashlul iman, ad yg ma’shiyat krn melanggar kamalul wajib.....skrg ana tanya..dan harus nt jawab....bisakah seseorang berbuat sesuatu (amal jawarih) yg menjadikan kafir???
Dan sekali lagi...isi yg ana kopas sangat berhubungan dg materi kecuali nt liat dg kacamata murji;ah limited edition!!!
Bung, baca artikel ini ya :
BalasHapusPokok Iman (Ashlul-Iimaan) Menurut Ahlus-Sunnah Wal-Jama’ah.
Semoga dengan membaca tulisan tersebut Anda menjadi paham.
NB : Catatan betapa lucunya perkataan Anda - padahal saya tahu, Anda bukan pelawak - :
Mengeluarkan iman dr ashlul iman itu sdh bukti>>>bukti kecil lg...kalau mmg dia mengatakan perbuatan msk dlm iman knp ia tulis Iman dan Amal....??? [selesai kutipan].
Anda sering mbaca Al-Qur'an gak ?. Bukankah banyak dalam ayat Al-Qur'an disebutkan iman dan amal shalih secara berturutan ?. Apakah itu punya konsekuensi Allah ta'ala mengajak berpemahaman irja' ?.
Dan dari mana pemahaman Anda di atas didapatkan ?. Kalau dari ma'had, saya kira musykil. Kalau dari kitab ulama, saya rasa juga musykil. Entahlah,... saya tidak tahu pemahaman ini berasal.
Anda kutip saja perkataan Syaikh 'Aliy yang jelas-jelas menunjukkan beliau mengeluarkan amal dari cakupan iman. Atau Anda tidak mampu ?.
Contoh lain dari kebodohan anonim adalah perkataannya :
BalasHapuskata nt yg dijadikan khilaf amal jawarih bukan amal mutlak....
ini semakin membuktikn kebenaran kata ana bhw dimata halaby cs tidak ada kekafiran yang disebabkan amal jawarih kekafiran itu dr amalan hati.....artinya iman dan tidak iman itu urusan hati...sekarang apa bedanya dg murji'ah??? cukup tashdiq buat menyatakan mukmin, sedang kebalikannya cukup takdzib buat jd kafir...ujungnya apa bull?? semua lewat hati...apa bedanya dg halaby cs?????.
Perhatikan perkataannya yang saya bold. Ini menandakan bahwa yang bersangkutan kalau ngaji gak serius (atau malah gak pernah ngaji ? - entahlah). Ia tidak paham apa definisi iman dan kufur. Jika tidak bisa paham, bagaimana bisa memahami ashlul-iman, muthlaqul-iman, al-imanul-muthlaq, kamaalul-imaan, dan istilah-istilah lain dalam ilmu 'aqidah ?.
Ia katakan bahwa Syaikh 'Aliy cs. meyakini bahwa kekafiran tidak bisa jatuh karena amal jawaarih, karena tidak memasukkan amal jawaarih dalam ashlul-iman.
Bung anonim, Anda tahu tidak definisi iman ?. Menurut Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah iman itu adalah satu nama yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridlai oleh Allah. Nah, kata kunci yang ingin saya tekankan adalah 'dicintai' dan 'diridlai'. Makanya itu, dalam ashlul-iman, yang menjadi titik kritis adalah : Hal yang dicintai dan diridlai apakah yang masuk dalam ashlul-iman ?.
Sedangkan kekafiran menurut Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah adalah satu nama yang mencakup semua hal yang dimurkai dan dilarang oleh Allah.
Makanya sangat tidak nyambung ketika dikatakan bahwa amal jawaarih tidak masuk dalam ashlul-iman dikatakan bahwa kekafiran tidak bisa jatuh memalui amal jawarih.
Bung, jika disebut bahasan iman, maka titik tekannya adalah at-tark (hukum meninggalkan amal). Adapun yang Anda maksud itu adalah bahasan kekufuran. Karena mencaci-maki Allah dan Rasul, membuang mushhaf ke tempat sampah, istihzaa'; bukanlah hal-hal yang dicintai dan diridlai oleh Allah, sehingga amal itu bukan merupakan cakupan iman, tapi cakupan kekufuran
Biar Anda paham kedudukan bahasannya - biar sedikit konek komentarnya - , perhatikan perkataan Ibnu Taimiyyah berikut :
و[الإيمان]: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه. و[الكفر]: اسم جامع لكل ما يبغضه الله وينهى عنه، وإن كان لا يكفر العبد إذا كان معه أصل الإيمان وبعض فروع الكفر من المعاصى، كما لا يكون مؤمنًا إذا كان معه أصل الكفر وبعض فروع الإيمان ـ
“Iman adalah satu nama yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridlai oleh Allah. Dan kufur adalah satu nama yang mencakup semua hal yang dimurkai dan dilarang oleh Allah. Dan seandainya seorang hamba tidak dikafirkan apabila ada padanya ashlul-iimaan dan sebagian cabang-cabang kekafiran dari perbuatan maksiat; maka hal itu sebagaimana tidak menjadi orang beriman apabila ada padanya ashlul-kufr (pokok kekafiran) dan sebagian cabang-cabang keimanan....” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 15/283].
Paham bung ?.
ustadz, diskusinya udah ga enak dibaca, apalagi untuk orang awam seperti saya. kesan yg ada malah jadi jelek. banyak kata/ kalimat yang tidak menunjukkan etika yang baik, terutama di awal2 tiap komentar.
BalasHapus'afwan ustadz...
Ustadz Al Aziiz sudah baca cetakan keduanya
BalasHapushttp://www.4shared.com/document/3ddZajtj/________.html
Kalau sudah ya alhamdulillah
Zaadakallahu ilmak wa hirshon fii tholabihi
Ini adalah komentar saya terhadap komentar yang tidak saya tampilkan :
BalasHapus=====
Saya mengetahui itu sudah lama, dan - insya Allah - saya tahu kedudukan permasalahnya. Anyway, tidak ada hajat bagi saya untuk menampilkan apapun terkait dengan hal itu di blog ini. Tidak ada faedahnya buat Pembaca juga buat Anda. Blog ini bukan terspesialisasi untuk berbicara masalah naqd individu.
Bung ini bukan sekedar kritik pribadi lihat kapasitas mereka sebagai apa? orang bisa? kan sebagian orang menggelari mereka ulama, lihat sekarang!
BalasHapusJadi, anda keliru berat.
Yang seperti itu mencoreng dakwah yang katanya mengajak pada kebenaran sejati.
Lebih baik perbaiki diri dulu lah. Bagaimana bicara memperbaiki ummat aqidah ummat omong kosong. Aqidah shohih akan mengajak pada akhlak yang benar, bukan jadi sariq. Ini adalah contoh yang MEMALUKAN dan MEMUAKKAN anda camkan itu.
Boro-boro menyatukan barisan ummat, lah wong di antara orang-orang yang kata brosur famlpet adalah ulama aja berpecah belah masalah fulus.
Anda tidak berani menampilkan hal itu karena malu mengakui kebenaran pahit yang harus di terima. Anda tidak fair dalam menerima kebenaran. Berani donk mengakui keburukan kelompok sendiri.
Saya sebagai orang awam amat malu dan muak. Bohong kalau tidak ada faedahnya, ada faedahnya yakni menyadarkan ummat agar tidak terlalu silau dengan figur yang tentunya tidak maksum, sadar bahwa perbaikan itu harus dimulai dari para da'inya sendiri.
Lihat salafi dimana-mana senangnya jidal saja diantara sesama mereka, itu lah buah dari kekeliruan yang tidak diperbaiki.
Ilmu jangan cuma dimulut aja, lihat banyak kerusakan dan pertengkaran di antara orang yang bernisbat kepada ahlussunnah dan salafiyah diakibatkan kebanyakan TEORI dari AMAL.
Jika Alloh menginginkan keburukan suatu kaum ia menjadikan kaum itu gemar berjidal dan meninggalkan amal yang hakiki.
wa salam
Bung,.... saya sudah tahu itu. Berikut scan bukti kwitansinya pun saya sudah tahu. Ikhwan Surabaya juga insya Allah sudah tahu kasus itu. Dan banyak yag sudah tahu. Anda dapat lihat sendiri sejak kasus itu, beliau tidak pernah lagi datang ke Indonesia bersama masyaikh lain.
BalasHapusLantas, siapa yang tidak mentahdzir ?. Di Kulalsalafiyeen pun sudah pernah dibahas beberapa kali, dan saya sudah membacanya. Namun jika kemudian dibawa dan diberitahukan kepada khalayak di sini, lantas apa maslahatnya ?. Apakah bisa menambah ilmu dan amal ?. Jika Anda merasa muak, saya pun juga begitu. Namun tidak setiap kemuakan kita perlu ditumpahkan agar diketahui khalayak. Ini namanya emosional.
Dikarenakan sudah menyangkut akhlaq pribadi, saya tidak punya hajat untuk membahasnya. Buat apa ?. Sekali lagi, diketahui atau tidak diketahui masalah itu tidak berpengaruh pada ilmu dan amal kita (tapi entah Anda ding...). Saya tidak pernah membiasakan mengangkat persoalan-persoalan semacam ini di Blog, atau menjadi pembicaraan umum di depan publik. Tidak yang bersangkutan, tidak pula yang lainnya. Seandainya saya menampilkan kritikan terhadap tokoh tertentu, maka itu saya khususkan dalam hal fikrah agamanya saja.
Wallaahul-musta'aan.
[semoga komentar Anda bukan komentar yang sifatnya 'balas dendam'. be smart !!].
Saya posting disini untuk menjadi bahan renungan bersama jangan salah faham,
BalasHapusApakah anda tidak merasa malu atas kejadian tersebut? Apa anda mengangap hal itu biasa saja bukan sesuatu yang besar? Jika anda tidak merasa malu dengan hal itu saya rasa akal dan perasaan anda sudah rusak, jika anda merasa itu biasa-biasa saja maka mungkin anda sudah terbiasa melihat hal itu dikelompok anda nauzdu billah semoga tidak seperti itu.
Saya hanya mengajak anda untuk bersama-sama merenung,
Tentang Sebuah IRONI, suatu kelompok yang mengklaim paling diatas kebenaran dan mengajak pada perbaikan, Namun justru orang yang ditokohkan oleh mereka yang justru berbuat kerusakan. Tidak tanggung-tanggung justru dilakukan oleh orang yang dianggap ”ulama”.
Jika anda katakan ” Lantas, siapa yang tidak mentahdzir ?”
Justru itu lah Ironi, tokoh yang dulu di puji-puji dan anggap ulama oleh
Kelompok anda sekarang jusrtu di tahzir oleh pengikutnya sendiri,
Ulamanya di tahzir sama jama’ahnya sendiri di situs dah ga di sebut
Syaikh-syaikhan lagi dah nama doank...pencuri lah, tidak tahu malu dan tidak tidak mau mengakui dosa lah...parah
Kebetulan buku diatas kan bicara tentang masalah ”Iman” nampaknya alih-alih memperbaiki iman masyarakat, nampaknya justru penulisannya sendiri yang perlu memperbaiki imannya. Karena toh perbuatan itu mencerminkan rusaknya iman, bagai mana saya mengambil faedah dari kitab yang penulisnya tidak mengambil faedah dari kitab yang ia tulis sendiri? Bagaimana ?
Balas dendam eh? Justru anda yang harus smart dalam menanggapi. Kalau benar yang anda katakan yakni sekedar dendam saya bisa saja translate bukti scan PDF dan saya posting di forum diskusi yang umum dan diikuti banyak orang dan itu tidak sulit anda tau itu agar orang tau siapa sebenarnya orang yang ditokohkan oleh kelompok anda. Saya Tapi sepicik yang anda sangkakan, saya tidak begitu.
Lagi pula salafiyah itu bukan hanya milik orang yang mengaku pengikut salafiyah saja. Salafiyah adalah ajaran islam itu sendiri milik seluruh kaum muslimin, sejak kapan harus di batasi oleh kelompok tertentu saja? Dari pada banyak mengaku-ngaku tapi justru tidak konsekuen dengan salafiyah itu sendiri, lebih baik jadi orang biasa aja deh. Saya ga terlalu gembar-gembor nama seperti kelompok anda, dari pada sibuk teriak-teriak ngaku pengikut manhaj salaf terus akhlaqnya begitu lebih baik diam namun mengamalkan dulu apa yang di yakini. Sejak kapan Akhlaq dan agama atau amal dan ilmu itu dipisahkan sehingga cukup tau tapi ga di amalkan, cukup teori?
Saya hanya membawakan cermin fakta dihadapan anda, apakah jika banyangannya buruk bagi kelompok anda maka cermin dibelah? Jangan begitu ya akhiiii, harusnya anda dan kelompok anda malu, karenanya harusnya autokritik kepada kelompok anda lebih anda perbanyak, tasfiyah dan tarbiyah harusnya kan dimulai pada diri kalian sendiri sebelum kepada orang lain biar ga kaya gini donk jadinya ya...ok.
Apa anda mengingkari hal ini?
[semoga respon Anda bukan respon yang sifatnya 'apologetik terhadap kelompok' dan ' 'permisif belaka' . be smart !!].
I say :
BalasHapus"Anda lucu. Pesan 'smart' saya ternyata tidak terlaksana dalam komentar Anda".
[sense of humour Anda memang tinggi dan tidak bisa menghubungkan antara context dari posting dengan komentar yang diberikan. namun, tetap saya ucapkan terima kasih karena telah menghibur saya].
ana menyarankan pada anonim untuk membaca kisah Ka'ab bin Malik agar mendapatkan faedah dalam menyikapi Syaikh Ali
BalasHapus@Abu Al-Jauzaa' :
BalasHapusBagaimana menurut penilaian antum atas pernyataan dibawah ini ? Apakah ini termasuk pernyataan Ahlussunnah atau bukan ?
"..... bahwa perbuatan yang memerlukan istihlal buat dikafirkannya itu letaknya di kamalul iman, atau bhs gampangnya perbuatan dzahir itu tempatnya di kamalul iman dan barang siapa melakukan istihlal dlm lingkup ini (kamalul iman) maka dia kafir...kalau tidak ada istihlaal maka dia berdosa besar aja dan
bukan kafir,....."
@Abu Al-Jauzaa' :
BalasHapusSatu lagi : Apakah mencaci-maki Allah dan Rasul, membuang mushhaf ke tempat sampah, istihzaa'; termasuk dari ashlul-kufr (pokok kekafiran) sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Ibnu Taimiyyah ? Mohon penjelasannya .... syukron.
Perkataan Anda mengandung ambiguitas, karena tidak membedakan antara bahasan meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu.
BalasHapusDalam bahasan meninggalkan sesuatu (at-tark), maka sesuatu yang ditinggalkan dari macam kewajiban amal dhahir tidaklah mengkonsekuensikan kekafiran jika tidak disertai istihlaal. Namun sebagian ulama ada yang tetap mengkafirkan tanpa syarat disertai istihlal jika meninggalkan amal perbuatan yang empat (selain syahadat) - sebagaimana dijelaskan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmuu' Al-Fataawaa-nya.
Namun dalam bahasan melakukan sesuatu (al-fi'l), maka kekafiran tetap dapat jatuh melalui amal dhahir walau tanpa disertai istihlaal, seperti mencaci-maki Allah dan Rasul-Nya, sujud kepada berhala, membuang mushhaf ke tempat yang hina, dan yang semisal itu.
Baca :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/01/penghalalan-istihlaal-dalam-amal.html.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/08/siapa-sebenarnya-yang-murjiah.html.
@Abu Al-Jauzaa' :
BalasHapusKalau begitu apakah bisa disimpulkan bahwa ashlul kufur itu selain ada dihati juga terdapat pada amalan zohir anggota badan, ataukah bagaimana ? Mohon penjelasannya ...
@Abu Al-Jauzaa' :
BalasHapusKok pertanyaan ana belum di respon akhi ? Ana sangat berharap antum segera menjawabnya.
Bisa.
BalasHapus@Abu Al-Jauzaa'
BalasHapusLantas ketentuan ashlul kufur itu dimasuki amal jawarih dan tidak berlaku bagi ashlul iman itu logika atau dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logikanya ?
Pendek kata, begitulah yang dijelaskan oleh beberapa ulama.
BalasHapus@Abu Al-Jauzaa'
BalasHapusSekarang pertanyaannya adalah : Adakah amalan zohir berupa sujud kepada berhala umpamanya mengkonsekwensikan bagi pelakunya bahwa pada saat yang bersamaan terdapat amalan zohir yg lain sebagai lawan atau kebalikan dari amal yg dia lakukan otomatis yang ia tinggalkan ? Jawabnya tentu saja ada, yaitu bersujud kepada Allah semata.Ini artinya orang yg sujud kepada berhala maka pada saat yg bersamaan orang itu sedang meninggalkan amalan yg sepadan dengan yg dia kerjakan. Apakah amalan itu sifatnya zohir ? jawabnya tentu saja "iya". Pertanyaan yg selanjutnya : Apakah amalan yang dia tinggalkan berupa sujud kepada Allah semata itu masuk pada tingkatan ashlul iman ? Jawabnya mengapa tidak ? Bukankah lawan dari amalan tersebut telah disepakati masuk dalam ashlul kufur maka mengapa yg menjadi lawannya tidak dapat dimasukkan dalam ashlul iman.??
Itulah ambigunya Anda yang tidak membedakan antara meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu. Para ulama telah membedakan ini. Makanya Ibnu Taimiyyah dalam bahasan at-tark mengatakan :
BalasHapusكما قال أهل السنة: إن من ترك فروع الإيمان لا يكون كافرًا، حتى يترك أصل الإيمان. وهو الاعتقاد
“Sebagaimana dikatakan Ahlus-Sunnah : Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan cabang-cabang iman tidaklah menjadi kafir, hingga ia meninggalkan ashlul-iimaan, yaitu i’tiqaad...”
فأما أصل الإيمان الذي هو الإقرار بما جاءت به الرسل عن الله تصديقًا به وانقيادًا له، فهذا أصل الإيمان الذي من لم يأت به فليس بمؤمن؛
“Dan ashlul-imaan yang berupa iqraar (penetapan) terhadap segala sesuatu yang dibawa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari Allah dengan pembenaran dan ketundukan terhadapnya, maka inilah ashlul-iimaan yang barangsiapa tidak mempunyainya, maka ia bukan mukmin” [Majmu’ Al-Fataawaa, 7/638].
Namun di sisi lain Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan bahwa orang yang mencaci Allah dan Rasul-Nya, istihzaa', dan yang sejenisnya dapat menyebabkan kekafiran.
Dua jenis perkataan di atas tidaklah kontradiktif, karena Ibnu Taimiyyah membedakan antara meninggalkan sesuatu dan mengerjakan sesuatu; yang dapat menyebabkan kekafiran.
Kalau Anda tidak sependapat, ya silakan alamatkan itu pada Ibnu Taimiyyah ya... Karena saya lihat Anda sudah mempunyai jawaban tersendiri sebelum bertanya.
Saya lagi capek berdebat soal ini. Terlalu mundur ke belakang membicarakannya jika hal ini belum Anda pahami. Para ulama telah menjelaskan (dan ini sudah diterangkan di jenjang kuliah 'aqidah di Saudi) bahwa ashlul-iman itu adalah tingkatan keimanan yang tidak boleh mengalami pengurangan. Jika ia ditinggalkan, kafir hukumnya. Karena bahasannya adalah "kafir jika ditinggalkan", maka bahasannya tentu saja berkisar pada kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan oleh seorang muslim agar ashlul-iman itu tetap eksis.
Di sini para ulama berbeda pendapat tentang amal dhahir yang jika ditinggalkan dapat menyebabkan kekafiran. Ibnu Rajab dalam Jami'ul-'Ulum wal-Hikam telah menerangkan perbedaan pendapat dalam hal ini, yaitu kewajiban yang ada dalam rukun islam yang empat (selain syahadat). Sama halnya dengan Ibnu taimiyyah. Mengapa hanya amalan dalam rukun Islam ? Karena para ulama ijma' bahwa kewajiban amal dhahir selain dari rukun Islam itu tidak menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan.
====
Sekarang dengan teori Anda di atas, saya bertanya kepada Anda :
Jenis kewajiban amal dhahir apa yang masuk cakupan iman agar ashlul-iman itu tetap eksis ?.
Jika Anda menjawab : Tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya.
Ini namanya jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan ketika membahas ahlul-iman. Sama halnya jika Anda ditanya :
"Pekerjaan apa saja yang wajib Anda lakukan di kantor agar Anda tidak dipecat ?".
Ketika Anda menjawab : Tidak korupsi, tidak malas, tidak melakukan ini, tidak melakukan itu, dan sejenisnya; maka hakekat jawaban Anda adalah Anda tidak melakukan apa-apa. Ini tidak nyambung dengan pertanyaannya, karena yang ditanya : 'pekerjaan apa saja yang Anda lakukan'. Seharusnya jawaban yang harus Anda berikan adalah : absen, merapikan meja, menyelesaikan laporan, dan yang semisal.
Semoga Anda paham.
Abu Al-Jauzaa' :
BalasHapusOhh ... jadi menurut antum ungkapan bahasa seperti tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya bukan termasuk bagian dari pengetian amal yah ? Yah kalau begitu pahamlah ana ....syukron kalau begitu.
alhamdulillah, doa saya terkabul.
BalasHapus@Abu Al-Jauzaa', perkataan antum :
BalasHapusJika Anda menjawab : Tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya.
Ini namanya jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan ketika membahas ahlul-iman. Sama halnya jika Anda ditanya :
"Pekerjaan apa saja yang wajib Anda lakukan di kantor agar Anda tidak dipecat ?".
Ketika Anda menjawab : Tidak korupsi, tidak malas, tidak melakukan ini, tidak melakukan itu, dan sejenisnya; maka hakekat jawaban Anda adalah Anda tidak melakukan apa-apa. Ini tidak nyambung dengan pertanyaannya, karena yang ditanya : 'pekerjaan apa saja yang Anda lakukan'. Seharusnya jawaban yang harus Anda berikan adalah : absen, merapikan meja, menyelesaikan laporan, dan yang semisal.
Semoga Anda paham.
======================
Jadi menurut antum ungkapan pernyataan seperti :
Saya tidak sujud pada berhala,
Saya tidak membuang mushhaf ke tempat sampah,
Saya tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan
Saya tidak tidak yang lainnya itu... maka semua itu bukan termasuk dalam kategori amal berdasarkan terminologi syari'at yah ?
Bukankah juga telah ma'ruf diketahui bahwa termasuk dalam katagori perbuatan adalah meninggalkan dan menolak terhadap perintah, seperti meninggalkan sholat dan tidak berhukum dengan hukum Allah Ta’ala.?
Karena sesungguhnya setelah diteliti bahwa meninggalkan perintah itu masuk dalam perbuatan, berlandaskan firman Allah Ta’ala:
"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. 5: 79)
Allah Ta’ala menamakan "tidak saling melarang kemungkaran" itu sebagai perbuatan, dan dalam hal ini ada dalil-dalil lain yang disebutkan olehSyaikh Muhammad al-Amin Asy-Syinqithi dalam kitab Mudzakkirotu Ushulil Fiqhi cet. Maktabah Ibnu Taimiyah, th. 1409 H. hal. 46. dan Ibnu Hajar juga mengatakan:
”Meninggalkan amalan itu yang benar adalah termasuk perbuatan.”
(fathul bari XII/315)
Sehingga berdasarkan pemahaman diatas maka akan musykil rasanya apabila amal jawarih tidak dianggap sebagai bagian dari ashlul iman ... wallahu'alam
Katanya sudah paham, lha kok sekarang nambah Anda ini. Berarti belum paham dong....
BalasHapusTentang firman Allah ta'ala yang Anda sebut :
"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. 5: 79).
Kira-kira melarang perbuatan munkar itu termasuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu ?. Atau kalau kurang jelas : Perbuatan Anda melarang anak-anak Anda hujan-hujanan itu termasuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu ?. Saya heran Anda berdalil dengan ayat ini.
Meninggalkan amal perbuatan memang bisa dipandang sebagai amal itu sendiri. Namun khusus dalam bahasan tarkul-'amal dhaahir yang dikaitkan dengan ashlul-iman, maka itu salah sambung. Kenapa ?. Kalau memang meninggalkan amal itu termasuk bagian amal dhahir dalam cakupan ashlul-iman, maka selesailah perkara, karena orang yang Anda kritik sebagai Murji' pun tetap mengakui bahwa sujud pada berhala, istihzaa' terhadap syari'at, dan yang lainnya itu bisa menyebabkan kekufuran. Konsekuensinya, wajib meninggalkan itu semua. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan secara lafdhiy saja, bukan hakiki.
Tapi sekali lagi, Anda salah sambung. Orang yang Anda copas tulisannya itu mengkritik pihak lain sebagai Murji' bukan sebab itu. Sebabnya adalah karena adanya pendapat meninggalkan amal dhahir itu tidak menyebabkan kekafiran, karena amal dhahir masuk dalam cakupan kamaalul-iimaan. Paham dari sini ?.
Nah, di atas kan sudah saya sebutkan perkataan Ibnu Taimiyyah. Sudah baca belum ?. Dan ini perkataan yang lain dari beliau :
فَأَصْلُ الإِيمَانِ فِي القَلْبِ - وَهُوَ قَوْلُ القَلْبِ وَعَمَلُهُ ، وَهُوَ إِقْرارٌ بِالتَّصْدِيقِ وَالحُبِّ وَالانْقِيَادِ -؛ وَمَا كَانَ فِي القَلْبِ فَلاَ بُدَّ أَنْ يَظْهَرَ مُوجَبُهُ وَمُقْتَضَاهُ عَلَى الجَوَارِحِ ، وَإِذَا لَمْ يَعْمَلْ بِمُوجَبِهِ وَمُقْتَضَاهُ دَلَّ عَلَى عَدَمِهِ أَوْ ضَعْفِهِ
“Ashlul-iimaan itu ada di hati - yaitu perkataan dan amalan hati, dan ia adalah iqraar dengan pembenaran (tashdiiq), kecintaan, dan ketundukan. Dan iman yang ada di dalam hati sudah semestinya menampakkan konsekuensinya dan kebutuhannya pada anggota badan (jawaarih). Apabila ia tidak mengamalkan konsekuensi dan kebutuhannya pada amal anggota badan (jawaarih), itu menunjukkan ketiadaan dan kelemahannya" [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/644].
Al-Imaam Al-Marwaziy rahimahullah berkata :
فأصل الإيمان الإقرار والتصديق
“Maka ashlul-iimaan adalah iqraar dan tashdiiq” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/519].
Perhatikan yang saya bold.
Kemudian tentang posisi amal dhaahir, Al-Imaam Al-Marwadziy rahimahullah berkata :
لأن البي صلى الله عليه وسلم سمّى لإيمانَ بالأصل وبالفروع، وهو الإقرارُ، والأعمال....... فجعلَ أصلَ الإيمانِ الشهادة، وسائرَ الأعمال شُعباً، ثمّ أخبرَ أنّ الإيمان يكمل بعد أصلهِ بالأعمالِ الصّالحة....
“Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menamakan iman dengan ashl (pokok) dan furuu’ (cabang); dan ia adalah iqraar dan amal-amal…… Dan beliau menjadikan ashlul-iimaan syahadat, dan menjadikan seluruh amal cabang-cabang. Kemudian beliau mengkhabarkan bahwasannya iman disempurnakan setelah pokoknya dengan amal-amal shaalihah….” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/711-712].
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
الدّينُ القائمُ بالقلبِ من الإيمانِ علماً وحالاً هو الأصل ، والأعمالُ الظّاهرةُ هي الفروعُ ، وهي كمالُ الإيمانِ
“Agama yang tegak dengan keimanan di hati secara ilmu dan keadaannya, merupakan pokok. Dan amal-amal dhaahir merupakan cabang-cabang (iman), dan ia adalah kesempurnaan iman” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/354].
Silakan perkataan di atas dipahami dengan benar.
=====
Makanya, kalau Anda mengatakan bahwa meninggalkan sujud pada berhala termasuk bagian amal dhahir pada ashlul-imaan; maka jika saya tanya :
BalasHapus"Amal apakah yang jika tidak Anda lakukan menyebabkan hilangnya ashlul-iman ?".
Mungkin jawaban Anda :
"Meninggallkan sujud pada berhala, meninggalkan membuang mushhaf,... dst.".
Bisa saja dibenarkan. Tapi ini tidak sesuai dengan konteks.
Imam Ahmad berkata dalam konteks naik turunnya iman dari sisi amal :
Tentang riwayat Al-Imaam Ahmad rahimahullah, anaknya – Shaalih bin Ahmad – berkata :
سألت أبي عمن يقول : الإيمان يزيد وينقص، ما زيادته ونقصانه ؟. فقال : زيادته بالعمل ونقصانه بترك العمل، مثل تركه : الصلاة والحج وأداء الفرائض......
Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang orang yang berkata : ‘Iman itu bisa bertambah dan berkurang. Apakah penambahan dan pengurangannya ?’. Ia (Ahmad) menjawab : ‘Penambahannya adalah dengan amal dan pengurangannya adalah dengan meninggalkan amal. Contoh meninggalkan amal adalah : shalat, haji, dan penunaian berbagai kewajiban....” [Masaailu Al-Imaam Ahmad bi-Riwayaat Abil-Fadhl Shaalih, 2/119].
Saya harapkan Anda paham.....
@Abu Al-Jauzaa'
BalasHapusBerdasarkan dalil serta penjelasan ulama diatas tentang hakikat "amal" dalam terminologi syari'at maka dapatlah kita katakan bahwa segala bentuk tindakan berupa tidak sujud pada berhala,tidak membuang mushhaf ke tempat sampah,tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, tidak mentabdil hukum-hukum Nya adalah jenis-jenis amalan jawarih yang menjadi bagian dari ashlul iman meskipun hanya dengan sekedar meninggalkannya. Demikian pula sebaliknya bahwa sujud pada berhala, membuang mushhaf ke tempat sampah,mencacai maki Allah dan Rasul-nya, mentabdil hukum-hukum Nya adalah merupakan amal jawarih yang merupakan bagian dari ashlul kufur.
Dan sependek pengetahuan ana, maka Iman menurut keyakinan Ahlus-Sunnah, tidak hanya bisa bertambah dan berkurang akan tetapi lebih dari pada itu, bahkan bisa hilang tak berbekas alias murtad.
Jadi tidak terlalu tepat menurut ana kalau konteks pembahasan iman dalam bingkai ahlussunnah hanya ditempatkan serta dibatasi pada permasalahan bertambah serta berkurangnya iman tapi perlu lebih luas dari itu.
@Abu Al-Jauzaa'
BalasHapusYang musykil bagi ana itu adalah terkait adanya ketentuan bahwa ashlul kufur itu bisa dimasuki amal jawarih sedangkan hal itu tidak berlaku bagi ashlul iman. Hal itu apakah ditetapkan oleh logika ataukah dengan dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logika penalarannya ? Bukankah ashlul kufur dan ashlul iman sama2 tempatnya dihati ? Maka aneh rasanya pembagian ini.
Apa antum bisa membawakan mantuq perkataan Ibnu taimiyah yang dapat menjelaskan masalah yang musykil di atas ?
Sujud pada berhala memang amalan yang bisa mengantar pada kekafiran, karena ia adalah ashlul-kufur pada amal jawaarih. Namun kalau Anda mengatakan kebalikannya bahwa tidak sujud pada berhala termasuk ashlul-iman, ya ini namanya kebolak-balik, overlap, dan tidak jelas. Bukan seperti itu yang dijelaskan para ulama. Jika dikatakan bahwa tidak beramal merupakan amal itu sendiri (yang bisa mengkonsekuensikan pada pahala dan doa), maka itu sebenarnya bukan pengertian amal yang sebenarnya. Ia dianggap amal dari sisi lain, yaitu kebalikannya. Bukankah dalam banyak kitab 'aqidah banyak dijelaskan ketika membahas masalah iman, yaitu cabang-cabang amal. Misalnya amal hati, yaitu : inqiyaad (ketundukan), taslim (kepasrahan), khudluu’, kecintaan, dan yang lainnya. Ini adalah macam-macam amal yang sifatnya aktif (melakukan sesuatu). Oleh karenannya, mereka tidak menyebutkan cabang amal dalam hati dalam bentuk negatif, seperti : tidak benci, tidak sombong, dan yang semisalnya. Begitu pula saat menyebutkan cabang iman dalam anggota badan, maka disebutkan : shalat, dzikir, puasa, shadaqah, menolong orang lain. Mereka tidak menyebutkan dengan perkataan dalam bentuk negatif : tidak menyakiti orang tua, tidak menggunjing, tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, dan yang semisalnya. Oleh karena itu dalam hadits pun disebutkan dengan lafadh :
BalasHapusالْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
“Iman itu ada tujuh puluh, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah perkataan : Laa ilaha illallaah (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah salah satu cabang dari iman” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 35].
Ini adalah macam-macam amal perbuatan yang masuk dalam cakupan iman. Bentuknya positif, yaitu melakukan sesuatu.
Dari sinilah Ibnu Mandah berkata :
وقال جمهور أهل الإرجاء الإيمان هو فعل القلب واللسان جميعا
وقالت الخوارج الإيمان فعل الطاعات المفترضة كلها بالقلب واللسان وسائر الجوارح
........
وقال أهل الجماعة الإيمان هي الطاعات كلها بالقلب واللسان وسائر الجوارح غير أن له أصلا وفرعا
“Dan jumhur orang Murji’ah berkata : iman itu perbuatan hati dan lisan seluruhnya. Orang-orang Khawarij berkata : iman itu semua perbuatan ketaatan yang diwajibkan, dengan hati, lisan, dan anggota tubuh (jawaarih). ...... Dan Ahlus-Sunnah berkata : iman itu seluruh ketaatan yang dilakukan oleh hati, lisan, dan seluruh anggota badan, dimana ia mempunyai pokok (al-ashl) dan cabang (al-far’)” [Al-Iimaan, 1/331].
Dalam tinjauan bahasa pun mudah dipahami, bahwa beramal itu artinya melakukan sesuatu. Tidak beramal itu tidak melakukan sesuatu. Para ulama ketika menjelaskan definisi sunnah pun membedakan antara amal dengan taqriir. Amal itu adalah segala sesuatu yang dikerjakan Nabi . Adapun taqrir adalah diamnya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sebagai tanda persetujuan. Maksudnya, meninggalkan pengingkaran dalam taqriir ini tidak disebut sebagai 'amal' tersendiri.
BalasHapusDan kemudian,.... Inilah gunanya membedakan sebab-sebab kekafiran antara meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu. Dalam sisi 'meninggalkan sesuatu', jumhur ulama tidak memasukkan amal dhahir dalam cakupan ashlul-iman. Artinya, jumhur ulama berpendapat bahwa meninggalkan kewajiban-kewajiban amal-amal dhahir tidak menyebabkan kekafiran. Kekafiran, dari sisi at-tark (meninggalkan sesuatu) hanyalah jatuh pada orang yang meninggalkan i'tiqad dan iqraar. Inilah madzhab jumhur ulama. Beda halnya dengan pendapat sebagian ulama yang memasukkan sebagian arkanul-islam yang empat dalam ashlul-iman.
Jika ditinjau dari sisi 'melakukan sesuatu', maka ada beberapa amal dhahir yang jika dikerjakan dapat menyebabkan kekafiran.
Selain itu, adalah sangat salah jika Anda memutlakkan bahwa amal dhahir masuk dalam ashlul-iman. Memutlakkan seperti ini adalah manhajnya khawarij. Yang benar, sebagian amal dhahir masuk dalam ashlul-iman. Tentu saja ini menilik perkataan sebagian ulama yang memasukkan amal shalat, atau puasa, atau zakat, atau haji dalam ashlul-iman.
Dan saya lihat, Anda pun sepertinya belum dlabth dalam pemahaman. Misalnya Anda mengatakan :
"segala bentuk tindakan berupa tidak sujud pada berhala,tidak membuang mushhaf ke tempat sampah,tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, tidak mentabdil hukum-hukum Nya adalah jenis-jenis amalan jawarih yang menjadi bagian dari ashlul iman meskipun hanya dengan sekedar meninggalkannya" [selesai].
Sadar gak Anda ada yang aneh dengan perkataan Anda ?. Hakekat dari yang Anda sebut tadi adalah tidak melakukan sesuatu. Padahal yang dituntut dalam banyak pembicaraan ashlul-iman adalah sesuatu yang harus 'ada' pada diri seseorang. Tapi perkataan di atas adalah membicarakan peniadaannya. Ashlul-iman itu akan batal dengan adanya ashlul-kufur. Kalau disebut ashlul-kufur, maka itu bicara pada perbuatan apa yang bisa menyebabkan kekafiran (murtad). Itu pertama.
Kemudian masalah 'tidak mentabdil hukum Allah'. Sebenarnya para ulama - kalau Anda mau baca - menyebutkan pokok permasalahan berhukum dengan hukum Allah. Inilah amal ketaatan yang masuk dalam cakupan iman. Tapi permasalahannya adalah : Apakah berhukum dengan hukum Allah itu bisa dikatakan masuk dalam cakupan ashlul-iman ?. Kalau Anda mengatakan ya, maka Anda sejak dari kemarin mungkin telah mengkafirkan diri Anda sendiri. Berbohong, ghibah, mencuri, dan segala sesuatu yang menyimpang dari syari'at yang dilakukan manusia disebut tidak berhukum dengan hukum Allah. Kalau Anda katakan masalah tabdiil, Anda ngerti gak yang disebut tabdiil menurut ulama terdahulu ?. Ini ada perinciannya. Anda bisa baca di :
Syubhat QS. At-Taubah ayat 31.
Itu saja mungkin yang dapat saya sampaikan. Kita akhiri saja deh ya pembicaraan ini, karena sudah terlalu sering dan berulang membicarakannya.
Silakan baca :
BalasHapusPokok Iman (Ashlul-Iimaan) Menurut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah.
NB :
1. Makanya, di awal saya sudah menduga, bahwa pembicaraan ini terlalu mundur ke belakang, karena Anda tidak memahami permasalahan yang sedang antum masalahkan.
2. Saya juga tidak mengatakan bahwa iman itu tidak bisa hilang. Perkataan iman itu yazzid wa yanquush itu lebih umum. Dan itulah yang tertera dalam kitab para ulama, dimana di dalamnya sudah include bahwa iman itu bisa menduduki awan (seperti imannya para anbiyaa'), tapi juga bisa habis sehingga mengkonsekuensikan kekafiran.
Perkataan Anda :
BalasHapus"Yang musykil bagi ana itu adalah terkait adanya ketentuan bahwa ashlul kufur itu bisa dimasuki amal jawarih sedangkan hal itu tidak berlaku bagi ashlul iman. Hal itu apakah ditetapkan oleh logika ataukah dengan dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logika penalarannya ? Bukankah ashlul kufur dan ashlul iman sama2 tempatnya dihati ? Maka aneh rasanya pembagian ini.
Apa antum bisa membawakan mantuq perkataan Ibnu taimiyah yang dapat menjelaskan masalah yang musykil di atas ? [selesai].
Mengapa harus ada kemusykilan, karena hukum kekafiran itu mesti diperinci untuk masing-masing amal dan masing-masing kasus. Dan itu dikembalikan pada masing-masing dalilnya.
Supaya Anda perhatikan, yang saya katakan adalah jumhur ulama berpendapat bahwa amal jawaarih tidak masuk dalam ashlul-iman. Artinya apa ? sebagian ulama lain memasukkan amal jawaarih dalam bagian ashlul-iman yang jika ditinggalkan akan menyebabkan kekafiran. Maka, ashlul-iman itu mewajibkan adanya sesuatu yang tidak boleh mengalami pengurangan agar ashlul-iman itu ada. Paham ?
Tentu saja ini didasarkan pada dalil - bukan logika - karena agama itu didasarkan pada dalil. Tapi Anda tidak akan mendapatkan dalil mujmal yang sharih yang menyebutkan bahwa amal jawaarih itu tidak masuk ashlul-iman atau masuk ashlul-iman. Perkataan ulama yang saya sebut di atas didasarkan pada istiqra' dalil-dalil yang ada. Sudah saya katakan pada Anda bahwa perbedaan pendapat ini kembali pada permasalahan amal-amal yang dapat mengkafirkan jika ditinggalkan. Para ulama telah menjelaskan bahwa amalan dhahir (jawaarih) yang dapat menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan adalah amal-amal yang terdapat dalam arkanul-Islam yang empat. Dan mereka sepakat bahwa amal-amal kewajiban selain arkanul-Islam, tidak menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan.
Bukankah Anda telah mengerti - saya harap begitu - perbedaan ulama mengenai hukum orang yang meninggalkan shalat, zakat, puasa, dan haji ?. Dan ingat, diantara empat hal itu, shalat merupakan amal dhahir yang menduduki peringkat paling atas. Jika jumhur ulama tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkan (selama ia masih mengakui kewajibannya), maka mereka akan lebih tidak mengkafirkan kewajiban-kewajiban lain yang kedudukannya di bawah shalat. Inilah madzhab jumhur ulama. Dan dari sisilah dapat dipahami bahwa jumhur ulama tidak memasukkan amal dhahir dalam ashlul-iman.
====
Tentang masalah ashlul-kufur, maka ia juga mesti dikembalikan pada dalil. Gampangnya dari pengertian ashlul-kufur adalah segala sesuatu yang keberadaannya menyebabkan kekafiran. Misal dari perbuatan ini adalah : istihzaa'. Ia adalah perbuatan dhahir yang jika dilakukan dapat mengkafirkan pelakunya, meski pelakunya mengaku bercanda. Ini merupakan ijma'. Dalilnya ada dalam QS. At-Taubah ayat 64-66.
Kira-kira seperti itu lah kerangka pendalilan dan pemahamannya.
Jadi,... Anda jangan membolak-balik seperti perkataan Anda di atas. Tidak melakukan istihzaa' merupakan bagian dari ashlul-iman. Kenapa ?. Karena istihzaa' itu adalah amalan yang dapat menyebabkan kekafiran. Ini jalan pikiran Anda di atas. Dan inilah yang saya sebut tidak jelas dan campur aduk.
@Abu Al-Jauzaa'
BalasHapusSupaya Anda perhatikan, yang saya katakan adalah jumhur ulama berpendapat bahwa amal jawaarih tidak masuk dalam ashlul-iman. Artinya apa ? sebagian ulama lain memasukkan amal jawaarih dalam bagian ashlul-iman yang jika ditinggalkan akan menyebabkan kekafiran.
====================
Kalau begitu OK deh akhi .... ana kok lebih cenderung dengan pendapat "sebagian ulama" itu. Dengan demikian ana cukupkan diskusi ini sampai disini ....Jazakallahu khair atas kesediaan antum menanggapi kement2 ana dan semoga hal ini bermanfaat bagi ana dan juga kepada pembaca yg lain. Sekian ..... wassalam.
alhamdulillah, saya cukup paham dengan perbedaan pendapat ulama tentang masuk/ tidaknya amal jawarih ke dalam cakupan pokok iman. Sayangnya saya tetap belum bisa paham alur pemahaman yang disampaikan anonim dalam diskusinya dengan Abul Jauzaa.
BalasHapusJadi, saya sampaikan terima kasih kepada anonim yang bersedia mengakhiri diskusi ini sehingga saya tidak tambah bingung.