13 Mei 2009

Ahlul-Bait Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam

Pembahasan Ahlul-Bait menjadi pembahasan yang cukup penting untuk dikupas, karena ada di antara kaum muslimin yang berlebih-lebihan dalam mencintai seperti Syi’ah Rafidlah, dan di antara mereka ada yang berlebih-lebihan dalam membenci dan memusuhi seperti Nawaashib. Adapun golongan pertengahan di antara dua sisi ekstrim tersebut adalah Ahlus-Sunnah. Ahlus-Sunnah adalah ahlul-wasath. Mereka mencintai Ahlul-Bait menurut apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

Siapakah Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

Terjadi silang pendapat di kalangan ‘ulama dalam hal ini. Di antara pendapat-pendapat tersebut antara lain adalah :

1. Ahlul-Bait adalah istri-istri dan keturunan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Para ulama yang memegang pendapat ini membawakan dalil firman Allah ta’ala :

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا * وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا * وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-Ahzaab : 32-34].

Ibnu Abi Haatim rahimahullah membawakan satu riwayat dalam tafsirnya :

من طريق عكرمة رضي الله عنه عن ابن عباس رضي الله عنهما في قوله : { إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ } قال : نزلت في نساء النبي صلى الله عليه وسلم خاصة. وقال عكرمة رضي الله عنه : من شاء بأهلته أنها نزلت في أزواج النبي صلى الله عليه وسلم.

Dari jalan ‘Ikrimah radliyallaahu ‘anhu, dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, tentang firman Allah : “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait” ; ia berkata : “Ayat ini turun kepada istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara khusus”. ‘Ikrimah berkata : “Barangsiapa yang mau, aku tantang dia mubahalah, ayat ini turun tentang istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (saja)” [Tafsir Ibni Abi Haatim hal. 3132 no. 17675; tahqiq : As’ad Muhammad Thayyib; Maktabah Nizaar Mushthafaa Al-Baaz, Cet. 1/1417 H].

Pada awal ayat, Allah ta’ala berfirman mengenai istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Begitu juga pada akhir ayat. Pada pertengahan ayat, Allah berfirman : “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. Maka, tidak ada alasan bagi mereka yang mengatakan bahwa keluarga atau ahlul-bait yang dimaksudkan bukan istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Jika ada yang mengatakan istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bukan yang dimaksud oleh ayat, maka itu menyelisihi siyaq (susunan) ayat sebagaimana dhahirnya.

(-) Lantas bagaimana dengan kalimat yuthahhirakum dan ‘ankum pada ayat di atas yang menunjukkan jama’ mudzakkar (laki-laki) ?

(+) Maka dijawab : Sesungguhnya perkara yang disebutkan di awal ayat tertuju kepada para wanita secara khusus. Kemudian datang miim jama’ karena masuknya laki-laki bersama para wanita tersebut, yaitu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sebagai sayyidul-bait. Apabila laki-laki masuk pada kumpulan wanita, maka nun niswah berubah (kalah) menjadi miim jama’ (mudzakkar). Hal ini adalah sesuatu hal yang ma’lum (diketahui) dalam ilmu nahwu.

إذا اجتمع المذكر مع المؤنث غلب المذكر

“Apabila mudzakkar (laki-laki) dan muannats (wanita) berkumpul (dalam satu kalimat), maka dimenangkan mudzakkar”.

Selain itu, dalil yang dibawakan ulama yang merajihkan pendapat ini adalah hadits yang menyebutkan bacaan shalawat dalam tasyahud :

اللهم! صل على محمد وعلى أزواجه وذريته. كما صليت على آل إبراهيم. وبارك على محمد وعلى أزواجه وذريته. كما باركت على آل إبراهيم. إنك حميد مجيد

“Ya Allah, berikanlah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada istri-istrinya serta keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada keluarga Ibrahim. Dan berikanlah barakah kepada Muhammad, dan kepada istri-istrinya serta keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” [HR. Al-Bukhari no. 3369 dan Muslim no. 407].

Lafadh “wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyaatihi (dan kepada istri-istrinya serta keturunannya) merupakan penafsir dari lafadh “wa ‘alaa aali Muhammad (dan kepada keluarga Muhammad) sebagaimana terdapat dalam riwayat lain yang dibawakan oleh Al-Bukhari :

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد

“Ya Allah, berikanlah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berikanlah barakah kepada Muhammad, dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” [HR. Al-Bukhari no. 3370].

2. Ahlul-Bait adalah orang-orang yang diharamkan padanya menerima zakat.

Para ulama yang memegang pendapat ini membawakan dalil sebagai berikut :

عن يزيد بن حيان. قال: قال زيد بن أرقم: قام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما فينا خطيبا. بماء يدعى خما. بين مكة والمدينة. فحمد الله وأثنى عليه. ووعظ وذكر. ثم قال "أما بعد. ألا أيها الناس! فإنما أنا بشر يوشك أن يأتي رسول ربي فأجيب. وأنا تارك فيكم ثقلين: أولهما كتاب الله فيه الهدى والنور فخذوا بكتاب الله. واستمسكوا به" فحث على كتاب الله ورغب فيه. ثم قال "وأهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي". فقال له حصين: ومن أهل بيته؟ يا زيد! أليس نساؤه من أهل بيته؟ قال: نساؤه من أهل بيته. ولكن أهل بيته من حرم الصدقة بعده. قال: وهم؟ قال: هم آل علي، وآل عقيل، وآل جعفر، وآل عباس. قال: كل هؤلاء حرم الصدقة؟ قال: نعم.

Dari Yaziid bin Hayyaan ia berkata : Telah berkata Zaid bin Arqam : “Pada satu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri dan berkhutbah di sebuah mata air yang disebut Khumm. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan kepada kami : “Amma ba’du, ketahuilah wahai sekalian manusia, bahwasannya aku hanyalah seorang manusia sama seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu malaikat maut) akan datang dan dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan kepada kalian dua hal yang berat, yaitu : 1) Al-Qur’an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu laksanakanlah isi Al-Qur’an itu dan berpegangteguhlah kepadanya – beliau mendorong dan menghimbau pengamalan Al-Qur’an - ; 2) Ahlul-Baitku (keluargaku). Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul-Bait-ku (beliau mengucapkan tiga kali)”. Hushain berkata kepada Zaid : “Wahai Zaid, siapakah ahlul-bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? Bukankah istri-istri beliau adalah ahlul-baitnya ?”. Zaid bin Arqam menjawab : “Istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memang ahlul-baitnya. Namun ahlul-bait beliau adalah orang-orang yang diharamkan menerima zakat sepeninggal beliau”. Hushain berkata : “Siapakah mereka itu ?”. Zaid menjawab : “Mereka adalah keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga ‘Abbas”. Hushain berkata : “Apakah mereka semua itu diharamkan menerima zakat ?”. Zaid menjawab : “Ya” [HR. Muslim no. 2408 dan Ibnu Khuzaimah no. 2357].

عن أبي هريرة يقول: أخذ الحسن بن علي تمرة من تمر الصدقة. فجعلها في فيه. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " كخ كخ. ارم بها. أما علمت أنا لا نأكل الصدقة ؟ ".

وفي رواية البخاري : أما علمت أن آل محمد لا يأكلون الصدقة

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Al-Hasan bin ‘Aliy pernah mengambil sebutir kurma dari kurma shadaqah yang kemudian ia masukkan ke dalam mulutnya. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Kikh, kikh, muntahkan ! Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak boleh memakan harta shadaqah (zakat) ?”.

Dan pada riwayat Al-Bukhari : “Tidakkah engkau tahu bahwa keluarga Muhammad tidak memakan harta shadaqah (zakat) ?” [HR. Al-Bukhari no. 1485 dan Muslim no. 1069].

عن ابن أبي مُلَيكة: ((أنَّ خالد بنَ سعيد بعث إلى عائشةَ ببقرةٍ من الصَّدقةِ فردَّتْها، وقالت: إنَّا آلَ محمَّدٍ صلى الله عليه وسلم لا تَحلُّ لنا الصَّدقة)).

Dari Ibnu Abi Mulaikah : Bahwasannya Khaalid bin Sa’iid pernah diutus untuk memberikan seekor sapi shadaqah (zakat) kepada ‘Aisyah, namun ia menolaknya seraya berkata : “Sesungguhnya keluarga Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak dihalalkan menerima shadaqah (zakat)“ [HR. Ibnu Abi Syaibah3/214 dengan sanad shahih].

Juga hadits ‘Abdul-Muthallib atau Muthallib bin Rabi’ah – terdapat perbedaan pendapat atas namanya – dan Al-Fadhl bin Al-‘Abbas, bahwasannya mereka berdua memohon kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar ditugasi menarik zakat. Ketika mereka meminta bagian dari harta zakat, maka beliau bersabda :

إن الصدقة لاتنبغي لآل محمد. إنما هي أوساخ الناس

“Sesungguhnya shadaqah itu tidak diperkenankan bagi keluarga Muhammad, sebab ia hanyalah kotoran manusia” [HR. Muslim no. 1072].

Dapat dipahami dari larangan beliau di atas bahwa ‘Abdul-Muthallib bin Rabi’ah dan Al-Fadhl bin Al-‘Abbas – keduanya berasal dari Bani Haasyim bin ‘Abdil-Manaaf – termasuk keluarga Muhammad (Ahlul-Bait) yang terlarang menerima harta shadaqah/zakat.

Selain Bani Haasyim, sebagian ulama (seperti Asy-Syafi’iy dan Ahmad rahimahumallah) juga menambahkan Bani Al-Muthallib bin ‘Abdil-Manaaf sebagai Ahlul-Bait, karena beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganggap keduanya adalah satu :

عن جبير بن مطعم قال: مشيت أنا وعثمان بن عفان إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقلنا: يا رسول الله، أعطيت بني المطلب وتركتنا، ونحن وهم منك بمنزلة واحدة؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إنما بنو المطلب وبنو هاشم شيء واحد).

Dari Jubair bin Muth’im ia berkata : “Aku dan ‘Utsman bin ‘Affaan berjalan menuju Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kami berkata : “wahai Rasulullah, Anda memberi bagian khumus kepada Bani Al-Muthallib, namun tidak memberikannya kepada kami. Padahal kedudukan kami dan mereka terhadapmu adalah sama”. Maka beliau menjawab : “Sesungguhnya Bani Al-Muthallib dan Bani Haasyim adalah satu (sama kedudukannya)” [HR. Al-Bukhari no. 3140].

Namun yang shahih, Bani Al-Muthallib bukan termasuk orang-orang yang diharamkan menerima zakat, karena hadits di atas hanyalah penyamaan dalam masalah khumus saja. Wallaahu a’lam.

3. Ahlul Bait adalah ‘Ali, Fathimah, Al-Hasan, dan Al-Husain; tanpa selain mereka.

Dalil yang mereka bawakan adalah hadits kisaa’ :

عن عمر بن أبي سلمة ربيب النبي صلى الله عليه وسلم قال نزلت هذه الآية على النبي صلى الله عليه وسلم {إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا} في بيت أم سلمة، فدعا النبي صلى الله عليه وسلم فاطمة وحسنا وحسينا فجللهم بكساء وعلي خلف ظهره فجلله بكساء ثم قال: اللهم هؤلاء أهل بيتي فأذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا. قالت أم سلمة وأنا معهم يا رسول الله؟ قال أنت على مكانك وأنت الى خير".

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, anak tiri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : “Ayat ini (“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya) turun kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di rumah Ummu Salamah. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Ali, Fathimah, Hasan, dan Al-Husain, lalu beliau menyelimuti mereka dengan kisaa’ (kain/baju), dan beliau pun menyelimuti ‘Ali yang berada di belakang punggungnya dengan kisaa’. Kemudian beliau bersabda : “Ya Allah, mereka semua adalah Ahlul-Bait-ku. Hilangkanlah dari mereka rijs dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya”. Maka Ummu Salamah berkata : “Apakah aku bersama mereka wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Tetaplah kamu di tempatmu, dan kamu di atas kebaikan” [HR. At-Tirmidzi no. 3205; shahih].

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan berkaitan hadits kisa’ di atas :

و أهل بيته في الأصل هم " نساؤه صلى الله عليه وسلم و فيهن الصديقة عائشة رضي الله عنهن جميعا كما هو صريح قوله تعالى في (الأحزاب ) : *( إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت و يطهركم تطهيرا )*

بدليل الآية التي قبلها و التي بعدها : *( يا نساء النبي لستن كأحد من النساء إن اتقيتن فلا تخضعن بالقول فيطمع الذي في قلبه مرض و قلن قولا معروفا . و قرن في بيوتكن و لا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى و أقمن الصلاة و آتين الزكاة و أطعن الله و رسوله إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت و يطهركم تطهيرا . و

اذكرن ما يتلى في بيوتكن من آيات الله و الحكمة إن الله كان لطيفا خبيرا )* , و تخصيص الشيعة ( أهل البيت ) في الآية بعلي و فاطمة و الحسن و الحسين رضي الله عنهم دون نسائه صلى الله عليه وسلم من تحريفهم لآيات الله تعالى انتصارا لأهوائهم كما هو مشروح في موضعه , و حديث الكساء و ما في معناه غاية ما فيه

توسيع دلالة الآية .

“Ahlul-Bait Nabi pada asalnya adalah istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk pula di dalamnya Ash-Shiddiqah ‘Aisyah binti Abi Bakr Ash-Shiddiq radliyallaahu ‘anhum jamii’an sebagaimana yang jelas dinashkan dalam firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. Bukti bila Ahlul-Bait di sini adalah istri-istri Nabi adalah ayat sebelum dan sesudahnya : “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui”. Sedangkan anggapan Syi’ah (Rafidlah) bahwa Ahlul-Bait dalam ayat ini hanyalah ‘Ali, Fathimah, Al-Hasan, dan Al-Husain radliyallaahu ‘anhum, tanpa mengikutsertakan istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka hal itu adalah bagian dari tahrif mereka terhadap ayat-ayat Allah yang mereka lakukan untuk menolong, membantu, serta membela hawa nafsu dan kebid’ahan mereka. Adapun hadits kisaa’ dan yang semakna dengan itu, kemungkinan terbesar yang dimaksud adalah penunjukan perluasan ayat (yaitu ayat ini umum mencakup istri-istri Nabi, berikut ‘Ali, Fathimah, Al-Hasan, dan Al-Husain)” [Silsilah Ash-Shahiihah, 4/359-360 no. 1761].

Adapun yang paling kuat di antara ketiga pendapat tersebut mengenai makna Ahlul-Bait adalah orang-orang yang diharamkan menerima shadaqah/zakat, yang terdiri dari : istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan keturunannya serta seluruh muslim dan muslimah keturunan Bani Haasyim (termasuk di dalamnya keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga ‘Abbas). Ini adalah pendapat paling ‘adil yang mengambil semua hadits shahih yang berkaitan dengan Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Adapun klaim Syi’ah Rafidlah bahwa Ahlul-Bait itu hanyalah khusus pada keluarga dan keturunan ‘Ali saja - itupun mengeluarkan keturunan Al-Hasan bin ‘Ali dan sebagian keturunan Al-Husain - tentu saja ini tidak benar. Mereka mengambil satu hadits yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, dan namun membuang hadits-hadits yang lain yang bertentangan dengannya. Allaahul-Musta’aan.

‘Aqidah Ahlus-Sunnah terhadap Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata ketika menjelaskan ‘aqidah Ahlus-Sunnah terhadap Ahlul-Bait :

ويحبون أهل بيت رسول الله ويتولونهم ويحفظون فيهم وصية رسول الله صلى الله عليه وسلم حيث قال يوم (غدير خم) : (أذكركم الله في أهل بيتي)، وقال أيضاً للعباس عمه وقد اشتكى إليه أن بعض قريش يجفو بني هاشم فقال : (والذي نفسي بيده لا يؤمنون حتى يحبوكم لله ولقرابتي (وقال) إن الله اصطفى بني إسماعيل واصطفى من بني إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشاً واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم). ويتولون أزواج رسول الله صلى الله عليه وسلم أمهات المؤمنين ويؤمنون بأنهن أزواجه في الآخرة خصوصاً خديجة رضي الله عنها أم أكثر أولاده أول من آمن به وعاضده على أمره وكان لها منه المنزلة العالية والصِّدّيقة بنت الصّدّيق رضي الله عنها التي قال النبي صلى الله عليه وسلم : (فضل عائشة على النساء كفضل الثريد على سائر الطعام).

“Dan mereka (Ahlus-Sunnah) mencintai Ahlul-Bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, setia kepada mereka, serta menjaga wasiat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka, yaitu ketika beliau bersabda di satu hari (Ghaadir-Khum) : Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul-Bait-ku”. Beliau juga berkata kepada pamannya, Al-‘Abbas, dimana ketika itu ia (Al-‘Abbas) mengeluh bahwa sebagian orang Quraisy membenci Bani Haasyim. Beliau bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, mereka itu tidak beriman sehingga mereka mencintai kalian karena Allah, dank arena mereka itu sanak kerabatku”. Beliau juga bersabda : “Sesungguhnya Allah telah memilih dari Bani Isma’il yaitu suku Kinaanah, dan dari Bani Kinaanah, yaitu suku Quraisy, dari suku Quraisy, terpilih Bani Haasyim. Dan Allah memilihku dari Bani Haasyim”. Dan Ahlus-Sunnah senantiasa setia dan cinta kepada istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka adalah Ummahatul-Mukminin, serta meyakini bahwasannya mereka adalah istri-istri beliau di akhirat nanti, khususnya Khadijah radliyallaahu ‘anhaa, ibu dari sebagian besar anak-anak Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia adalah orang yang pertama kali beriman kepada beliau, mendukungnya, serta mempunyai kedudukan yang tinggi. Dan juga Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq radliyallaahu ‘anhaa dimana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentangnya : “Keutamaan ‘Aisyah atas seluruh wanita adalah seperti keutamaan tsarid atas semua jenis makanan” [selesai - Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah].

Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzan berkata : “…kita diperintahkan untuk mencintai mereka (Ahlul-Bait), menghormati, dan memuliakan mereka selama mereka ber-ittiba’ kepada sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang shahihah, dan istiqamah di dalam memegang dan menjalankan syari’at agama. Adapun jika mereka menyelisihi sunnah-sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan tidak istiqamah di dalam memegang dan menjalankan syari’at agama, maka kita tidak diperbolehkan mencintai mereka, sekalipun mereka Ahlul-Bait Rasul…” [Syarh Al-‘Aqidah Al-Washithiyyah, hal. 148].

Oleh karena itu, orang-orang yang mengaku punya nasab dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam namun ternyata mereka termasuk golongan penyeru bid’ah dan penggalak kesyirikan (seperti banyak habaaib di tanah air); kita tidak perlu mencintai mereka. Bahkan, mereka menjadi ‘musuh’ kita dalam agama, karena pada hakekatnya mereka merongrong dan ingin merubuhkan sendi-sendi agama dari dalam.

Asy-Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Abbad hafidhahullah berkata :

ويَرَون أنَّ شرَفَ النَّسَب تابعٌ لشرَف الإيمان، ومَن جمع اللهُ له بينهما فقد جمع له بين الحُسْنَيَيْن، ومَن لَم يُوَفَّق للإيمان، فإنَّ شرَفَ النَّسَب لا يُفيدُه شيئاً، وقد قال الله عزَّ وجلَّ: {إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ}، وقال صلى الله عليه وسلم في آخر حديث طويلٍ رواه مسلم في صحيحه (2699) عن أبي هريرة رضي الله عنه: ((ومَن بطَّأ به عملُه لَم يُسرع به نسبُه)).

“Ahlus-Sunnah berpendapat bahwa ketinggian nasab mengikuti ketinggian iman. Barangsiapa yang Allah kumpulkan baginya dua hal tersebut, sungguh telah terkumpul baginya dua kebaikan. Dan barangsiapa tidak menetapi/konsekuen pada iman, maka ketinggian nasab tidak bermanfaat sedikitpun. Allah ‘azza wa jalla telah berfirman : “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertaqwa” (QS. Al-Hujuraat : 13). Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam akhir satu hadits panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya no. 2699 dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : ““Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak akan bisa dipercepat oleh (kemuliaan) nasabnya” [Fadhlu Ahlil-Bait wal-‘Uluwwu Makaanatihim ‘inda Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah oleh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Abbad – www.dorar.net].

Demikianlah tulisan singkat mengenai ahlul-bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Semoga ada manfaatnya.

Abu Al-Jauzaa’ Al-Bogoriy

Direvisi tanggal 25 Nopember 2009 – [editing kalimat dan kata-kata yang salah dalam pengetikan].

52 komentar:

  1. Bani Hasyim apakah semua warganya Ahlul Bait? Saya kira, juga tidak, apa lagi jika mereka itu tidak mempercayai Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Saya sependapat dengan uraian pada angka 1.

    Kalau Fatimahnya jelas adalah Ahlul Bait, tapi apakah Ali bin Abi Thalib dan anak-anak-nya juga Ahlul Bait?. Karena, sistem nasab dalam Islam, ya diambil dari garis keturunan bapak bukan isterinya.

    Salah satu hikmat terbesar dari Allah SWY mengapa Nabi Muhammad SAW tidak diberikan-Nya anak laki-lakinya yang sempat dewasa, adalah menjaga agar 'umat'-nya tidak ada yang mengkultuskan dinasti dari Nabi Muhammad SAW. Jadi Ahlul Baitnya putus sampai kepada anak beliau yang perempuan saja!.

    BalasHapus
  2. Bani Hasyim adalah Ahlul-Bait. Dan sebagai tambahan keterangan, Bani Hasyim ini tidaklah meninggalkan keturunan kecuali berasal 'Abdul-Muthallib.

    Namun sayangnya akh,... pernyataan antum di atas menyelisihi nash dan penjelasan banyak ulama salaf sebagaimana telah dituliskan di atas....

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum WW

    Apakahh benar bahwa setiap 100 (seratus) tahun akan lahir seorang mujaddid?. Lalu, siapakah mujaddid dari Ahlus Sunnah yang hidup di abad sekarang ini?. Apakah Imam Khomaini yang telah berhasil menciptakan sistem negara dan pemerintahan yang mengacu ke prinsip-prinsip ajaran Islam di Iran dapat dimasukkan sebagai seorang mujaddid Islam abad ini?
    Wassalamualaikum WW

    BalasHapus
  4. Putri Khadijah ini adalah satu-satunya yang menurunkan garis keturunan Muhammad. Menjelang wafatnya, hanya Fathimahlah anak Muhammad yang masih hidup. Katanya: "Siapa yang menyakiti Fathimah, berarti menyakiti diriku". Dari Fathimahlah lahirnya keturunan yang dinamakan "ahl al-bayt" (Sirah Muhammad Rasulullah, Fuad Hashem, halaman 276).

    Pendapat ini bisa dirujuk dengan QS. Al Ahzab: 4)

    BalasHapus
  5. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

    إن الله يبعث لهذه الأمة في رأس كل مائة سنة من يجدد لها دينها

    Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini setiap 100 tahun sekali orang yang akan melakukan pembaharuan (tajdiid) dalam agama" [HR. Abu Dawud, Al-Hakim, dan yang lainnya; shahih].

    Makna tajdiid di sini secara ringkas adalah : "menghidupkan amal perbuatan yang telah lenyap dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta menghidupkan kembali perkara-perkara yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah; serta menghancurkan/memberantas bid'ah dan sesuatu yang diada-adakan yang telah nampak menyebar [lihat Aunul-Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud, 11/91].

    Dari hadits di atas serta penjelasan mengenai tajdid, maka Al-Khomeini bukan merupakan mujaddid, karena ia adalah orang yang merobohkan Al-Qur'an dan As-Sunnah serta menghidupkan bid'ah-bid'ah. Bagaimana bisa disebut mujaddid jika ia mengkafirkan para shahabat yang mulia (terutama Abu Bakr dan 'Umar) ? Bagaimana disebut mujaddid seorang yang melecehkan dan menghina Ummul-Mukminin 'Aisyah radliyallaahu 'anhaa ? Bagaimana disebut mujaddid seorang yang mengklaim bahwa Al-Qur'an sekarang ini tidak asli lagi ?

    Adapun komentar Anda tentang pernyataan Fathimah - jika itu Anda kaitkan dengan Ahlul-Bait - , maka memang benar bahwa ia merupakan ahlul-bait. Namun sekali lagi, hal itu bukan khusus kepadanya saja. Namun juga kepada istri-istri beliau, keluarga 'Ali, keluarga 'Aqil, keluarga Ja'far, dan yang lainnya.

    Saya kira, kita harus memperhatikan keseluruhan nash hadits jika hendak menyimpulkan satu perkataan. Jangan hanya melihat kepada satu nash saja, namun kemudian meninggalkan yang lainnya.


    Abul-Jauzaa'

    BalasHapus
  6. Berpendapat ayat tersebut khusus buat Ali, Fatimah, Hassan, Husain..saya rasa tidak menjadikan seseorang Syiah... Jangan karena kebencian terhadap syiah semua yg meninggikan Ali, Fatimah, Hassan dan Hussain harus di jegal...dengan membuatnya seolah2 tidak ada kelebihan..... Saya baca tentang Sejarah pembukuan alquran....
    Bagai mana sahabat-sahabat lain menolak Mushaf yg disusun oleh Ali....Kemudian di zaman Ustman mereka meninggalkan Mushaf Inbu Masud (hanya karena mushafnya menta'wilkan tentang Ali diayat rukuk)....

    BalasHapus
  7. dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari BAPAK-BAPAK mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Dan kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus (QS. 6:87).

    dari ayat ini jelas, nasab itu hanya dari garis bapak BUKAN DARI IBU atau PEREMPUAN. Jadi nasab dari keturunan Bunda Fatimah (anak-anaknya) ya bernasab pada Saidina Ali, Ali bukan rasul dan bukan pula nabi.

    jadi 'ahlulbait' dari Nabi Muhammad SAW ya 'hanya' Bunda Fatimah, tapi Bunda Fatimah tidak ada kewenangan bernasab. krn itulah, mukjizat Allah SWT pada Nabi Muhammad SAW pada Islam dan umatnya, Nabi SAW tidak diberikan anak laki-laki yang sampai dewasa apalagi mempunyai keturunan.

    BalasHapus
  8. Dlm Al Quran yang menyebut 'ahlulbait', rasa ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.

    1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan kebrkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah".

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah isteri dari Nabi Ibrahim.

    2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: 'Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu 'ahlulbait' yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah Ibu Nabi Musa As. atau ya Saudara Nabi Musa As.

    3. QS. 33:33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu 'ahlulbait' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW. Sedangkan sesudah ayar 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. isteri plus anak-anak beliau.

    Coba baca catatan kaki dari kitab: Al Quran dan Terjemahannya, maka ahlulbaik yaitu KELUARGA RUMAHTANGGA RASULULLAH SAW. Berarti, anak Nabi SAW terakhir yang berkedudukan sebagai halulbait ya Bunda Fatimah, lalu apakah bunda Fatimah ini mempunyai hak bernasab sebagaimana dimaksud dlm QS. 33:4-5 dimana nasab keturunan itu diambul dari nasab bapaknya? Dengan demikian, anak-anak dari Bunda Fatimah tetap saja bernasab pada Saidina Ali bin Abi Thalib bukan pada Nabi Muhammad SAW.

    BalasHapus
  9. Anda cuma berkutat pada sebagian dalil saja dan berlebihan dalam logika.

    BalasHapus
  10. "Hai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu HARAM-kan apa-apa yang baik yang telah Allah HALAL-kan bagi kamu, dan JANGANLAH KAMU MELAMPAUI BATAS. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang MELAMPAUI BATAS" (QS. 5:87)

    BalasHapus
  11. lalu, apakah ada anak keturunan 'nabi'???

    presiden jabatan buah karya manusia, nabi jabatan anugerah Tuhan, Allah SWT

    anak keturunan yang ada, bukan anak presiden atau anak nabi,

    tetapi ya ada anak keturunan Bung Karno atau Pak SBY atau anak keturunan Saidina Muhammad bin Abdullah

    dlm Islan yg termuat dlam Al Quran, nasab itu diambil dari keturunan bapak krn itu kita tidak boleh menutupi, menghilangkan atau mengganti nasab seseorang, ya mengganti nasab dari bapak ke ibu dsb. Allah SWT saja memuliakan 'nasab' seorang anak angkat (QS. 33:4-5). Krn itu, nasab Saidina Hasan dan Saidina Husein ya bernasab pada Saidina Ali bin Abi Thalib.

    BalasHapus
  12. Permasalahan ahlul-bait adalah permasalahan yang didasarkan pada nash. Bukan pada akal saya atau akal Anda.

    'Umar saat akan menikahi Ummu Kultsum binti 'Aliy bin Abi Thaalib berkata :

    سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول كل سبب ونسب منقطع يوم القيامة إلا سببي ونسبي فأحببت أن يكون لي من رسول الله صلى الله عليه وسلم سبب ونسب

    “Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Setiap sebab dan nasab akan terputus pada hari kiamat, kecuali sebabku dan nasabku’. Oleh karena itu, aku ingin mempunyai sebab dan nasab dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy, lihat Silsilah Ash-Shahiihah no. 2036].

    Keinginan 'Umar untuk menikahi Ummu Kultsum binti 'Aliy adalah karena keinginannya agar nasab dan keturunan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam ada pada (anak keturunan)-nya. Apakah Anda akan mengatakan 'Umar telah keliru karena bertentangan dengan logika yang Anda sebutkan ?

    BalasHapus
  13. Sdr.Elfizonanwar , kelihatan sekali kalau saudara tidak paham tentang yang saudara tanyakan maka sangat tepat kalau akhi Abul Jazaa mengatakan " Anda cuma berkutat pada sebagian dalil saja dan berlebihan dalam logika " .

    Maka sebaiknya saudara baca dengan seksama isi bloq ini , kalau tidak jelas tanyakan dengan sopan maka insya Allah saudara akan memperoleh ilmu yang bermanfaat.

    Kalaupun memang tidak sama dalam pemahaman , memang qadarrallah tidak akan pernah bersatu antara ahlus sunnah dengan ahlu bidah .

    BalasHapus
  14. Alhamdulillah, yang penting saya sudah sampaikan ayat Al Quran, bahwa nasab itu tegas dari bapak dan jika ada dari garis ibu, ya itu hanyalah Nabi Isa As. bin Maryam. Terima kasih dan Insya Allah saya tak akan komentar ini lagi dlm blog ini.

    Alhamdulillah

    BalasHapus
  15. Ya Ustadz,
    Saya ingin bertanya ttg hadith Al Baihaqi sebagaimana yg Anda sebutkan diatas, yg kalau tidak salah kelanjutannya adalah sbb:
    "Semua anak yang dilahirkan oleh ibunya bernasab kepada ayah mereka kecuali anak Fatimah; akulah wali mereka, akulah nasab mereka dan akulah ayah mereka". Hadithnya seingat saya dari Aisyah ra. Sejauh yg saya pahami, hadith dari Thabrani juga ada yg meriwayatkan demikian.
    Jadi anak dari Fatimah ra bernasab kepada Nabi saw, bukan kepada Ali ra. Kemudian Hasan dan Husain tetap dituliskan "bin Ali (bin Abu Thalib)", bukan "bin Muhammad (bin Abdullah)".
    Mohon tanggapan/penjelasannya, bagaimana sebaiknya kita memahami hadith ini.
    Terima kasih sebelumnya.

    BalasHapus
  16. mhn maaf, soal hadits tsb. saya kira sebaiknya kita tanyakan pada ahli hadits, apakah ada kesan bertentangan dengan QS. 33:4-5 tsb.?

    Menurut hemat saya, QS. 33:4-5 jelas dan terang benderang, cobalah mhn petunjuk pada Allah SWT dimalam hari, smg Allah SWT memberi petunjuk-Nya pada kita.

    BalasHapus
  17. "Hai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu HARAM-kan apa-apa yang baik yang telah Allah HALAL-kan bagi kamu, dan JANGANLAH KAMU MELAMPAUI BATAS. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang MELAMPAUI BATAS" (QS. 5:87)

    BalasHapus
  18. tidak apa2 jika pertanyaan itu dilontarkan kepada ustadz abul jauza, karena jika kita tanyakan langsung pada ulama ahli hadits akan kesulitan.

    toh, nantinya ustadz abul jauza akan menjawabnya dengan membawa penukilan kitab2nya ulama ahli hadits, bukan dari ijtihad beliau sendiri.

    sepengetahuan ana, begitulah metode penulisan artikel2 beliau yang pernah ana baca. setahu ana, beliau bukan seorang yang sok pintar yang memaksakan diri menjawab pertanyaan yang diluar kapasitas ilmunya. wallohu 'alam.

    BalasHapus
  19. @elfizonanwar,...... tidak ada pertentangan antara hadits tersebut dengan ayat yang Anda sebutkan selama Anda menempatkan hadits shahih sebagai bayaan dari Al-Qur'an. Anda bukanlah nabi atau rasul yang diutus. Oleh karena itu, pemahaman Anda harus tunduk dengan pemahaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam terhadap ayat-ayat Al-Qur'an. Beliau lebih tahu tentang Al-Qur'an dibandingkan saya ataupun Anda.

    Hadits tersebut shahih. Apa yang beliau katakan merupakan kekhususan beliau yang tidak dipunyai oleh selain beliau. Tidakkah Anda perhatikan lafadh hadits tentang ucapan beliau tersebut ? Hadits tersebut mengandung takhshish.

    Cobalah mohon petunjuk pada Allah ta'ala di malam hari. Semoga Allah ta'ala memberikan petunjuk-Nya pada kita semua.

    BalasHapus
  20. Jika tidak bertentangan, Alhamdulillah

    Tapi jika terjadi perbedaan, saya kira Ustad juga harus mohon kehadirat Allah SWT petunjuk, sehingga dapat yang lebih benar lagi.

    Alhamdulillah, mohon maaf sudah menggangu Anda dll.

    BalasHapus
  21. @elfizonanwar >> spertinya anda perlu belajar lagi tentang agama,,atau anda belajar dengan para habaib yang sering mengajarkan bidah-bidah dan syubhat-syubhat,,,banyak orang shalat tapi tidak diberi petunjuk contohnya seperti anda ini,,dibilangin masih aja ngeyel,,belajar sama ustadz yang sesuai Al Quran dan Sunnah,,biar terbuka syubhatnya...

    BalasHapus
  22. apakah kaum Nawaashib itu bagian dari Syi'ah?

    sebab saya kok baca, katakanya yang membunuh Al Husain adalah Nawaashib? siapakah mereka itu?

    Ibnu Taimyah berkata:



    “Pasal: Si Rafidhi berkata, “Dan mereka menamakan Aisyah Ummul Mukimin dan tidak menamai selainnya dengan nama itu. Mereka juga tidak menggelari Muhammad putra Abu Bakar dengan gelar Paman kaum Muslimin padahal ia sangat mulia dan dekat kedudukannya di sisi ayah dan saudarinya; Aisyah Ummul Mukminin. Sementara itu mereka mengelari Mu’awiyah dengan gelar Paman kaum Mukminin dengan alasan karena Ummu Habibah bintu Abu Sufyan saudarinya adalah seorang dari istri Nabi saw. Saudarinya Muhammad ibn Abu Bakar dan ayahnya lebih agung dari saudarinya Mu’awiyah dan ayahnya.

    Jawab: Dikatakan di sini bahwa perkataannya bahwa mereka (Ahlusunnah) menamakan Aisyah ra. dengan sebutan Ummul Mukminin dan tidak menggelari istri-istri lainnya dengan gelar itu adalah sebuah kepalsuan nyata yang tampak bagi setiap orang. Aku tidak mengerti apakah orang itu dan yang semisalnya menyengaja berdusta atau Allah membutakan mata mereka karena hawa nafsu yang berlebihan sampai-sampai samar bagi mereka bahwa yang demikian itu adalah dusta?! Sementara itu mereka mengingkari terhadap sebagian orang Nawâshib bahwa ketika Husain berkata kepada mereka, “Tidakkah kalian mengetahui bahwa aku ini adalah putra Fatimah putri Rasulullah saw.?!” Lalu mereka menjawab, “Demi Allah kami tidak mengetahuinya!” yang demikian itu tidak mungkin mengatakannya dan tidak mungkin mengingkari nasab Husain kecuali orang yang menyengaja berdusta dan mengada-ngada. Dan barang sispa yang dibutakan Allah mata hatinya karena mengikuti hawa nafsunya, sehingga ia mengingkari yang demikian. Dan mata hawa nafsu itu buta!

    Dan kaum Rafidhah lebih dahsyat pengingkarannya terhadap kebenaran dan lebih buta dibandingkan mereka (yang mengingkari nasab Husain). Di antara mereka (Rafidhah) adalah kaum Nushairiyah daan selainnya yang berpendapat bahwa Hasan dan Husain bukan putra-putra Ali, akan tetapi anak Salman al Farisi. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa Ali tidak mati… dan demikianlah pendapat-pendapat lain.

    Dan di antara mereka ada yang berkata, “Abu Bakar dan Umar tidak dikebumikan di samping Nabi saw.”

    Dan di antara mereka ada yang berkata, “Ruqayyah dan Ummu Kultsum istri Utsman itu bukan putri Nabi saw. tetapi putri Khadijah dari suami lain.

    Dan kaum Syi’ah punya sikap ngeyel dan menentang kebenaran pasti lebih dahsyat dari apa yang dilakukan kaum Nawâshib yang telah membunuh Husain. Dan ini adalah bukti bahwa mereka adalah paling pembohong, paling zalim dan lebih jahil dari para pembunuh Husain.”

    (Baca: Minhâj as Sunnah,4/366-368)

    Ibnu Jakfari Berkata:

    Jadi jelaslah bagi kita semua sesuai apa yang dikatakan Syeikhul Islamnya kaum Salafi/Wahhâbi bahwa para pembunuh Imam Husain itu adalah kaum Nawâshib… bukan kaum Syi’ah seperti yang selama ini dilontarkan mulut kaum pembenci kebenaran dari kalangan Nawâshib dan antek-antek bani Umayyah, asy Syajarah al Mal’unah fil Qur’ân/pohon terkutuk dalam Al Qur’an!

    Dan segala puji bagi Allah yang telah membukakan mulut Ibnu Taimiyah untuk mengucap kebenaran walaupun tidak ia kehendaki!

    Atau jangan-jangan apa yang ditegaskan Ibnu Taimyah itu digolongkan para pemujanya sebagai ijtihad yang salah?!

    Atau mungkin mereka akan menuduhnya sebagai menggigau, yahjuru?!



    SUmber : jakfari.wordpress.com

    BalasHapus
  23. mohon penjelasan tentang kaum Nawaashib...

    BalasHapus
  24. apakah benar mereka kaum Nawaashib yang membunuh Al Husain?

    BalasHapus
  25. Nawaashib adalah kaum yang membenci ahlul-bait. Dalam persepsi teologi Syi'ah, Nawaashib itu diidentikkan dengan Ahlus-Sunnah. Ya, kita-kita ini telah menjadi bagian Nawaashib karena tidak beragama dengan agama Syi'ah.

    Adapun Ahlus-Sunnah memandang bahwa Nawaashib itu adalah kelompok ekstrim yang berlebihan dalam membenci Ahlul-Bait; kebalikan dari Syi'ah yang ekstrim dalam mencintai Ahlul-Bait.

    Menilik penjelasan Ibnu Taimiyyah, maka yang membunuh adalah kelompok Nawaashib. Ini dalam pengertian,yang membunuh Al-Husain adalah orang-orang yang sangat membencinyasehingga tega membunuhnya. Dalam pengertian ini, maka itu benar. Namun kalau mengglobalkan bahwa Nawaashib itu adalah Bani Umayyah sebagaimana dapat tersimpulkan dari perkataan Ibnu ja'fariy itu, tentu saja tidak benar.

    Ibnu Ja'fariy Asy-Syi'iy itu mengambil perkataan Ibnu Taimiyyah dan mengartikannya sesuai dengan yang dimauinya, bukan dengan pengertian yang dimaui Ibnu Taimiyyah.

    BalasHapus
  26. akar permasalahannya bukan karena membenci 'keturunan' ahlul bait, krn setiap kita shalat selalu kita baca shalawat pada Nabi Muhammad SAW dan ahlinya.

    lalu, ahlinya siapa? lalu apakah ada 'keturunan' dari ahlul baitnya? lalu, jika ada yg merasa 'keturunan' ahlul bait, apakah tepat dasarnya, misal dikaitkan dengan makna QS. 33:4-5?

    krn dari beberapa artikel, kita tak temukan kajian 'keturunan' ahlul bait itu dikaitkan dengan makna QS. 33:4-5.

    kalau tdk mau dikaitkan dengan QS. 33:4-5, lalu apakah kita berani mengatakan bahwa Saidina Hasan dan Saidina Husein kita sebut 'bin Fatimah'? atau apakah kita berani menghilangkan identitas nasab dari Saidina Ali bin Abi Thalib atas keturunannya?

    jadi masalah tersebut tidak ada kaitannya dengan pembunuhan atas Saidina Husein dsb. lalu dituding dan difitnahlah suatu kelompok tertentu.

    BalasHapus
  27. Bicara dengan Anda memang 'susah'. Anda cuma mengulang-ulang propaganda pemahaman Anda sebagaimana komentar sebelumnya. Pemahaman Anda terhadap ayat Al-Qur'an hanyalah menurut standar akal Anda semata dengan menafikkan sunnah (al-hadits). Bagi saya, pemahaman model Anda ini jelas sekali tertolak, alias tidak terpakai. Maaf.

    BalasHapus
  28. jika anda 'menolak' dasar QS. 33:4-5 silahkan saja, tp tolong anda cari artikel ttg seputar 'ahlul bait' yang di dlm artikel itu ada memuat kaitannya dengan QS. 33:4-5.

    Ayat tsb. dan ayat-ayat ttg 'ahlul bait' seperti yg pernah sy kemukan terdahulu adalah kunci untuk kita menjawab masalah pengertian 'keturunan'. kita tdk bisa hanya berpegang pada QS. 33:33 lalu plus hadits saja.

    terima kasih atas kesedian anda untuk berdialog dng saya, jika ada tulisan sy yang tdk berkenan ya saya mhn maaf. dan jika ada sy salah menafsirkan makna dan hakikat al Quran tsb. hanya kehadirat Allah SWT sy mohon ampunan-Nya. yang jelas, ayat-ayat tsb. sudah hamba sampaikan ya Allah, termasuk para pembaca web ini. smg Allah SWT memberkahi dean memberi kita petunjuk-Nya.

    BalasHapus
  29. Saya menolak logika aneh Anda dalam memahami ayat. Dan Anda nyuruh saya nyari artikel yang 'membela' pendapat Anda itu ? ya, paling-paling saya akan menemui artikel yang Anda tulis yang inti pokoknya sebagaimana telah Anda tulis di atas.

    Dalam QS. 33 ayat 4-5 (ayat 5 khususnya) adalah perintah untuk memanggil anak dengan memakai bapak-bapak mereka. Saya sepakat bahwa seorang anak itu pada asalnya dinasabkan kepada bapaknya. Namun itu bukan sebagai batasan mas... Bukankah seorang anak yang dihasilkan dari hubungan zina itu dinasabkan kepada ibunya ? Itu kita peroleh dari mana ? Ya dari hadits. Dan ingat, bahasan Ahlul-Bait ini bukan sekedar dalam sekup ini saja. Dan dari mana saya menolak bahwa cucu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam itu tidak dinasabkan kepada 'Aliy ? Aneh Anda ini. Al-Hasan dan Al-Husain itu ya dinasabkan kepada 'Aliy. Riwayat hadits menjadi saksi. 'Aliy bin Abi Thaalib pun kunyahnya Abul-Hasan. Tapi di sini, ta'rif Ahlul-Bait bukan sekedar itu ? Saya rasa saya tidak perlu mengulangnya....

    Perkataan Anda :

    kita tdk bisa hanya berpegang pada QS. 33:33 lalu plus hadits saja.

    adalah kesalahan fatal. Kalau tidak dengan hadits, lantas dengan apa ? Dengan pemahaman Anda ?

    Semoga Allah memberikan petunjuk kepada Anda (dan kita semua) yang telah berupaya 'menyampaikan' apa yang Anda anggap benar, padahal hakekatnya adalah kekeliruan.

    Baarakallaahu fiikum.

    BalasHapus
  30. @elfizonanwar,

    anda ga fair, harusny anda bawakan artikel yg anda maksud dan dpt mendukung pendapat anda, kok anda malah menyuruh ustadz abul jauzaa untuk mencarinya?? Aneh anda ini...

    BalasHapus
  31. Yang menyanggah, yang membantah, bawalah dalil bantahannya

    BalasHapus
  32. @anonim, sy kira sy fair, krn sy memakai nama lengkap, dan @ al ikhlas sy yakin dng makna yang tegas dan jelas bahwa dlm prinsip ajaran Islam khususnya Al Quran, maka QS. 33:4-5 sdh merupakan 'penegasan' Allah SWT bahwa jalur nasab itu hanya dari kaum lelaki, kecuali terhadap Nabi Isa As. yg berhak menggunakan 'bin'-nya adalah Maryam. Silahkan anda banding dengan dalil lainnya, monggo.

    Mhn maaf, jika yang sy kemukakan ini salah, maka itu tanggungjawab saya kehadirat Allah SWT, maka dihadapan para pembaca ini 'saya mohon ampunan-Mu Ya Allah'. sebaliknya, jika ini 'benar'. maka 'memang' pasti ayat-ayat Allah SWT Maha Benar, kita aja yang menafsirkan 'salah'. seandainya tafsiran kita salah ya sportif dan fair kita mohon ampuan-Nya saja.

    BalasHapus
  33. Ya, Anda memang akan bertanggung jawab dengan penafsiran Anda itu. Semoga Allah ta'ala mengampuni Anda....

    BalasHapus
  34. terima kasih, semoga Allah SWT mengampuni saya, dan semoga tafsiran sy membela QS. 33:4-5 'benar'. Sy mhn kiranya disampaikan kebenaran ini karena ini ayat Al Quran.

    BalasHapus
  35. ...Katakanlah (Wahai Rasul): "Aku tidak meminta kepadamu (umatku) sesuatu upahpun atas seruanku (ajaranku) kecuali Mawaddah fiil Qurba (kecintaan pada Ahlul Baitku)... (42:23). Orang2 kafir (hatinya tertutup), sama saja bagi mereka, apakah engkau beri peringatan kpd mereka atw tidak, mereka tak akan beriman. (2:6). Orang2 yg mmprdebatkan ayat2 Allah tanpa alasan yg sampai kpd mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi ALLAH Dan Di Sisi ORANG-ORANG yg BERIMAN (kata majemuk). Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yg sombong dan sewenang-wenang. (40:35)
    Sholawat (Allahumma sholli 'ala Muhammad wa 'alii Muhammad)

    BalasHapus
  36. Orang yang tak cinta pada Ahlul Bait itu, adalah mereka yang tak mau mengucapkan sholat pada nabi Muhammad SAW dan keluarganya, siapa keluarganya, ya sampai (terakhir) ya pada Bunda Fatimah.

    Sholawat yang benar itu, ya yang sesuai dengan ajaran nabi kita sendiri, bukan yg dibuat-buat oleh 'orang' bukan nabi. Sholawat yang dibuat oleh manusia bukan nabi, silahkan tapi jangan berlebihan yang akhir punye kecendrungan pengkultusan melampaui batas.

    Mengapa Ahlul Baitnya sampai Bunda Fatimah, ya itulah mukjizat Allah SWT sehingga dipertegas dengan prinsip-prinsip nasab sebagaimana termuat dalam QS. 33:4-5 tsb.

    Kalau tidak dibatasi masalah Ahlul Bait, maka terbukti sampai saat ini sangat banyak yang 'ngaku' keturunan Ahlul Bait, kerennya 'ngaku keturunan nabi' ada yg dari Sunni, ada yang dari Syiah, ada yang dr Yaman,Indonesia dsb. ya kapan selesainya, missi Islam yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad SAW itu sampai kiamat.

    BalasHapus
  37. Cyclic : Tidak perlu Anda mengulang-ulang statement Anda di sini. Di atas sudah penuh itu akan komentar Anda yang nadanya sama. Tidak ada yang baru.

    Intinya, itu hanyalah deskripsi ilusi Anda atas pemahaman terhadap ayat, tanpa mau menengok hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.

    Walhasil : Tertolak.

    BalasHapus
  38. Mr. elfizonanwar,
    Biarkan mereka mnafsirkan dalil versi mereka sendiri. Anda sdh brusaha, sebagian yg mmbaca dialog trbuka ini sdh melihat dr awal akan sadar mana yg hak, mana yg doktrinasi.
    Kebenaran adl Hak dg cahaya yg terangnya melebihi sinar matahari, kecintaan pd ahlul bayt adl Kebenaran.
    Hak itu milik Muhammad saaw, dan beliau Milik Allah swt.

    Wasalam, Doni

    BalasHapus
  39. Assalamu'alaykum.

    Maaf, bila yang punya blog berkenan, saya mau urun pendapat. =)

    Sebetulnya ada kesamaan tujuan antara pendapat ust. Abul Jauzaa, dengan ust. elfizonanwar.
    yaitu pengingkaran beliau berdua terhadap pengkultusan individu, khususnya dari kalangan ahl bayt.

    Ust. elfizonanwar membatasi ahl bayt Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam hanya smpai fatimah r.a. (tanpa menerima nash yang lain),
    sebab di khawatirkan akan banyak yang mengaku-aku sebagai ahl bayt, kemudian mengkultuskan mereka, baik ahl bayt yang masih hidup, maupun ahl bayt yang sudah berganti status menjadi ahl qubr.

    *dan pengkultusan yang beliau khawatirkan memang terbukti.

    Sementara, ust. Abul Jauzaa memakai pendapat Ahl as-Sunnah di dalam perkara ini, dengan menerima semua nash yang berkaitan dengan perkara tsb.
    dan hasilnya ahl bayt tidak hanya sampai sayyidah fatimah saja, tetapi masih ada ahl bayt sampai hari kiamat.

    Namun begitu, ustadz berdua sama2 mengingkari perbuatan sebagian kaum muslimin yang ghuluw terhadap ahl bayt.

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Untuk ust. elfizonanwar ::
    Saya mau nyumbang pendapat neyh tadz, siapa tau bisa jadi pertimbangan. =)

    Ust. tentunya beriman dengan hari akhir/kiamat kan?
    kalo iya, ust. tentunya faham tanda2 hari kiamat, baik yang sudah terjadi, sedang terjadi, maupun yang akan terjadi.

    Nah, salah satu tanda datangnya hari akhir yang belum/akan datang ialah :
    Turunnya Nabi Isa 'alaihis salaam

    Untuk apa?
    Salah satu tujuan turunnya Beliau -'alaihis salaam- selain menghancurkan salib, yaitu untuk membunuh al-Masih Dajjal.

    Lalu apa yangg di lakukan oleh Nabi Isa 'alaihis salaam pertama kali?
    Beliau -'alaihis salaam- mengikuti syariat Rasulullah Shallallahu 'alaihiy wasallam, dengan sholat di belakang Imam Mahdi.

    Lantas, siapakah Imam Mahdi itu?
    Imam Mahdi adalah ahl bayt Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam, yang namanya sama dengan nama Rasulullah, yaitu Muhammad bin 'Abdullah.

    Jadi kesimpulannnya, ahl bayt masih ada sampai hari kiamat, tidak terbatas sampai fatimah r.a. saja.
    Kecuali antum tidak mengimani turunnya Nabi Isa 'alaihis salaam, atau munculnya Imam Mahdi pada akhir zaman. ;)

    *untuk nash yang berkaitan dengan Nabi Isa 'alaihis salaam dan Imam Mahdi saya serahkan urusannya kepada Ust. Abul Jauzaa, agar dapat me-rely informasinya (kalo sempat)

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Untuk Ust. Abul Jauzaa ::
    di posting atau tidaknya komentar ini, saya ucapkan Jazakallahu khayr atas ilmu yang sudah dibagikan kepada kaum muslimin.
    *khususnya saya =)

    BalasHapus
  40. @ Anonim, 22 April 2011 16:59
    a.k.a Doni.

    Maaf mas, antum keliru jika mengira kaum muslimin yang menerima eksistensi ahl bayt sampai hari kiamat (tidak membatasi sampai fatimah r.a. ) telah terdoktrinasi. =)
    Kalo boleh tau, terdoktrinasi dalam hal apa ?

    Ust. Abul Jauzaa, dan kaum muslimin yang lain meyakini eksistensi ahl bayt sampai hari kiamat di karenakan adanya petunjuk dari al-Qur'an dan as-Sunnah (hadits).

    dengan kata lain pendapat mereka (termasuk saya) ada dalilnya, ada dasarnya. =)

    Sementara pendapat ust. elfozonanwar diatas hanya berdasarkan pada sebagian dalil saja.
    Beliau ndak menerima dalil yang lain (hadits).

    Kalo kaum muslimin yang menerima HADITS tentang keberadaan ahl bayt antum anggap terdoktrinasi.
    saya mau nanya neyh,,,
    antum sholat kan ?

    kalo iya -alkhamdulillah-, dari mana antum dapatkan gerakan-gerakan sholat (bersedekap, ruku', sujud, salam, dsb)..?

    bukankah semua gerakan tersebut dari hadits Nabi ?

    Apakah orang yang mengimani sesuatu atau melakukan sesuatu, di karenakan adanya informasi dari HADITS shahih di anggap terdoktrinasi ?

    al-Qur'an maupun Hadits berasal dari satu sumber, yaitu dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam.

    Keduanya sama-sama di bukukan, hanya saja untuk hadits harus di teliti (sanad.nya) karena tidak semua kitab hadits berisikan hadits yang shahih dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, melainkan ada yang lemah atau palsu.

    Salah satu penyebab munculnya hadits palsu yaa itu ...pengkultusan terhadap mazhab maupun individu.

    al-Qur'an dan hadits shahih adalah hujjah, yang terangnya melebihi matahari di siang bolong. =)

    Wallahu ta'ala a'lam

    BalasHapus
  41. اصبر ياأستاذ..فعليك أن تكون ملما بمفاتيحه هذه النفس البشرية، لتسبر أغوارها ولتغلغل إلى أعماقها....لأن فيها الإقبال والإحجام وفيها الحير والشر، فيها الطاعة المعصية، وفيها الفجور والتقوى....hehe,,walaupun sebenernya ana juga bacanya uagak kuesel... kepada mas elfizonanwar yang terhormat... Al Qur'an dan Hadits itu sama2 menjadi sumber hukum, dan tidak bertentangan, karena sama2 dari Allah... makanya kalo ada hadits dan qur'an,kedua-duanya di ambil.. bukan Qur'an di ambil hadits di buang... nanti kalo kita comot sebagian tinggalin sebagian, jangan2 kita mbaca al maidah 44,,bisa jadi tukang ngebom kita... seraya dengan penuh keyakinan bilang, "ini lho jelas yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia....!" wal'iyadzubillah...

    BalasHapus
  42. antara Syaikh. elfizonanwar dan Ust. Abul Jauzaa....kelihatannya akan sulit menemui titik temu.

    (maaf sekedar bertanya bukan menghukumi)untuk syaikh elfizonanwar...apakah anda salah satu anggota penganut faham "inkarussunnah"..? kalau benar anda penganut paham tersebut maka jelaslah sudah sampai kapanpun diskusi ini tidak akan menemui titik temu...

    apabila bukan demikian lalu dimanakah letak hadits terhadap alqur'an bagi anda...?

    maaf (lagi) mungkin penyebab tidak di dapatinya titik temu antara Syaikh. elfizonanwar dan Ust. Abul Jauzaa adalah karena yang di inginkan Syaikh. elfizonanwar adalah pengertian ahlul bait secara BAHASA sedangkan yang di inginkan Ust. Abul Jauzaa adalah pengertian ahlul bait secara ISTILAH/SYAR'I...jadi ya...ga nyambung2...
    sama halnya dengan orang yang mengartikan makna shalat yang satunya mengingikan arti secara bahasa yang satunya lagi mengartikannya secara ISTILAH /SYAR'I...
    tapi tetap saja di sini yang saya anggap pendapatnya kurang tepat ialah pendapatnya Syaikh. elfizonanwar ...semoga anda kembali kejalan yang benar.

    BalasHapus
  43. aneh ya jika sy dituding inkarsunnah, tapi ya terserah anda, yang pasti Allah SWT Maha Mengetahui.

    satu kata yang kita lontarkan atau tulis di sini ya samahalnya dengan satu ucapan yang kita ucapkan. Allah SWT Maha Mengetahui dan malaikat dikanan kiri kita akan mencatat ucapan/kata kita ini.

    soal 'keturunan' nabi atau ahlul bait (baca keturunan) ya monggo saja, yang penting temuan dalam Al Quran ini sudah saya sampaikan. soal percaya atau tidak ya tanyakan langsung pada Al Quran itu sendiri.

    semoga Allah SWT memberkahi dan memberikan petunjuk dan yang penting ampunan-Nya pada saya yang penuh dosa ini.

    BalasHapus
  44. mohon ijin posting atas sedikit pengetahuan saya..

    Kutinggalkan bagi kalian dua hal yang berharga, Al Quran dan Ahlul Baitku. (HR Muslim). Bahwa keduanya Al Quran dan Ahlul Bait adalah dua hal yang tak terpisahkan hingga hari kiamat.

    Islam adalah keduanya (Al Quran dan Ahlul Bait) yang tidak akan terpisah hingga akhir zaman, hingga kehadiran Ahlul Bait Rasulullah yang terakhir, Imam Mahdi afs yang dinanti-natikan.

    BalasHapus
  45. Maaf atas ketidaktahuan saya

    Apa nggak sebaiknya dibedakan antara "ahlul bait" dengan "keturunan nabi".

    Dengan demikian maka "keturunan ahlul bait masih ada (dari jalur Ali ra), dan keturunan nabi Muhammad SAW sudah terputus, karena nabi tidak mempunyai anak laki-laki(?)

    BalasHapus
  46. buat ente nih,, @@elfizonanwar yang mengedapankan akal dalam memahami nash. apalagi cuma pake terjemahan.
    saya ambil contoh: keluarga besar presiden... di situ disebutkan menantu (padahal bukan keturunan)dari laki2, keponakan (padahal bukan keturunan, saudara kandung padahal bukan keturunan laki2 si bpk presiden), cucu presiden dari anaknya yang perempuan, dll kenapa disebut sebagai bagian dari keluarga (AHLUL BAIT) si bpk presiden??????? Ente ngerti gak sih maksud ahlul bait??
    kalau ente merasa paling benar jawab deh pertanyaan ane,, sebelum islam datang keluarga besar sudah familiar di kalangan kerajaan di indonesia sampai sekarang berbentuk REPUBLIK.

    BalasHapus
  47. pada sahabatku yang kurang sependapat atau kurang senang dng pendapat sy di atas, ya silahkan saja, Insya Allah yang benar itu akan dinampakkan pada kita. kini yang ngaku keturunan Ahl;ul Bait ada yg versi agama syiah, ada versi agama Islam, ada versi lainnya, lalu mana yang benar dan berhak itu???

    BalasHapus
  48. Sudah Jelas sebetulnya yang dipaparkan Ustadz Abul Jauzaa,

    Ahlul-Bait adalah orang-orang yang diharamkan menerima shadaqah/zakat, yang terdiri dari : istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan keturunannya serta seluruh muslim dan muslimah keturunan Bani Haasyim (termasuk di dalamnya keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga ‘Abbas).

    PERBEDAAN Ahlul Bait Yang Ada Saat Ini, adalah pada :

    1. SYIAH RAFIDHAH
    Mungkin benar mereka keturunan Al-Husein, tetapi tidak mengindahkan LARANGAN Rasulullah (Haramnya Shodaqoh untuk Ahlul Bait).
    Lihatlah betapa serakahnya Ahlul Bait/Marja' (Rafidhah) Menarik Khums 20% kepada Pengikutnya? Untuk memperkaya diri.
    Inikah yang diajarkan Rasulullah?? Tentu Tidak.
    Maka, GUGURLAH Nasab-nya si Ahlul Bait yg berfaham SYIAH RAFIDHAH ini, dan gelarnya menjadi "Mantan Ahlul Bait".

    2. AL'JAMAAH (Ahlusunnah)
    Nasab Al-Husein & Al-Hasan, ada juga perbedaannya.
    - Al-Husein (Quraisy-Persia)
    - Al-Hasan (Quraisy)

    Dari 2 Keturunan ini yang memegang teguh Sunnah Penghulu Ahlul Baitnya (Rasulullah), maka Wajib diakui.

    Merekalah (Ahlul-Bait) yg mengharamkan menerima shadaqah/zakat.

    Karena bukan hal yang mudah untuk menjaga "Kebersihan" Nasab Rasulullah SAW.

    Wallahu A'lam
    -husein-

    BalasHapus
  49. lohh,,teman2 yg keras,tegar ego mmbutakan mata/hati zahir bathinnya mohon brlapang dada..buru2 mnegakkan benang basah..prjanjian utk SELAMAT dunia akhirat?? KITABULLAH/ASSUNAHH..apa masih ragu2 abu abuan??.
    trserah.,hujah haq udah tegak bagi insan yg berakal YG TAAT brlaNdaskan tali tuntutan ALLAH swt mlalui prutusanNYA...jika bobot gugur salah satunya..jawapannya apa??mikir sndri lohh..mohon dijauhi akibatnya..menakutkan amat..peace

    BalasHapus
  50. Assalamu'alaikum yaa Ustadz Abul Jauzaa’, sepertinya dia (elfizonanwar) dari sekte al-Qur’aniyun, si Inkarussunnah !!

    Imam as-Suyuthi rahimahullah, berkata :
    “Ketahuilah –semoga Alloh merahmatimu– bahwa orang yang mengingkari hadits Nabi yang shohih sebagai hujjah, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan, maka dia telah kufur, keluar dari Islam dan di kumpulkan bersama orang-orang Yahudi, Nashoro dan kelompok-kelompok kafir lainnya.”
    [Miftahul Jannah fil Ihtijaj bis Sunnah hlm.11]

    Jauh-jauh hari, Nabi telah menginformasikan akan munculnya kelompok sesat seperti ini, yaitu dalam haditsnya yang shohih:

    أَلاَ إِنِّيْ أُوْتٍيْتُ الْقُرْاَنَ وَ مِثْلَهُ مَعَهُ. أَلاَ يُوْشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانَ عَلَى أَرِيْكَتِهِ يَقُوْلُ: عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْاَنِ، فَمَا وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوْهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَرَاٍم فَحَرِّمُوْهُ.
    “Ketahuilah bahwa aku mendapatkan wahyu al-Qur’an dan juga semisalnya (hadits). Ketahuilah, hampir saja akan ada seseorang duduk seraya bersandar di atas ranjang hiasnya dalam keadaan kenyang, sedang dia mengatakan: Berpeganglah kalian dengan al-Qur’an. Apa yang kalian jumpai di dalamnya berupa perkara halal, maka halalkan lah. Dan apa yang kalian jumpai di dalamnya berupa perkara haram, maka haramkan lah.”
    [HR. Abu Dawud: 4604, Ahmad: 4/130-131, dll. Hadits ini dishohihkan al-Albani dalam al-Misykah: 163]

    Imam al-Baihaqi rahimahullah, berkata :
    “Inilah khobar Rasululloh tentang ingkarnya para ahli bid’ah terhadap hadits beliau. Sungguh apa yang beliau sampaikan telah nyata terjadi.”
    [Dala’il Nubuwwah: 1/25]

    BalasHapus