Prolog : Dr. Mahmud Ath-Thahhaan hafidhahullah dalam kitab Taisiru Mushthalahil-Hadiits (hal. 137-138) telah menuliskan satu bab khusus yang berisi adab-adab penuntut/pencari hadits. Dilihat dari isinya, maka ini merupakan adab-adab perlu diperhatikan bagi setiap penuntut ilmu hadits – dan semoga Allah jadikan kita salah satu di antaranya. Dalam rangka menyebarkan faedah, maka di sini akan coba saya tuliskan apa yang terdapat dalam kitab tersebut. Hanya Allah lah segala kebaikan berasal……
Pendahuluan
المراد بآداب الحديث، ما ينبغي أن يتصف به الطالب من الآداب العالية والأخلاق الكريمة التي تناسب شرف العلم الذي يطلبه، وهو حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم. فمن هذه الآداب ما يشترك فيها مع المحدث، ومنها ما ينفرد به عنه.
Yang dimaksud dengan adab-adab penuntut/pencari hadits adalah beberapa sifat yang seharusnya ada pada diri seorang penuntut/pencari hadits, berupa adab-adab yang tinggi dan akhlaq mulia yang sesuai dengan kemuliaan ilmu yang akan ia tuntut – yaitu hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dari adab-adab ini, ada yang merupakan adab yang berserikat dengan muhadiits, dan ada pula adab yang khusus bagi penuntut/pencari hadits itu sendiri.
Adab-Adab yang Berserikat dengan Muhaddits
a. [تصحيح النية والإخلاص لله تعالى في طلبه]
Meluruskan niat dan berusaha untuk ikhlash hanya karena Allah ta’ala dalam mencarinya.
b. [الحذر من أن تكون الغاية من طلبه التوصل إلى أغراض الدنيا ، فقد أخرج أبو داود وابن ماجة من حديث أبي هريرة قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : " من تعلم علماً مما يُبْتَغَي به وجهُ الله تعالى ، لا يتعلمه إلا ليصيب به غَرَضاً من الدنيا لم يجد عَرْفَ الجنة يوم القيامة "]
Senantiasa berhati-hati pada tujuannya dalam mencari/menuntut hadits yang bisa membawa pada keinginan duniawi. Abu Daawud dan Ibnu Majah telah meriwayatkan satu hadits dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
“Barangsiapa yang belajar satu ilmu yang seharusnya hanya ditujukan untuk wajah Allah ta’ala, namun ia tidak mempelajarinya melainkan karena maksud-maksud duniawi saja; niscaya ia tidak akan memperoleh harumnya bau surge di hari kiamat”.[1]
c. [العمل بما يسمعه من الأحاديث]
Beramal dengan hadits yang ia dengar (ketahui).
Adab-Adab yang Khusus Bagi Penuntut/Pencari Hadits
1) [أن يسأل الله تعالى التوفيق والتسديد والتيسير والإعانة على ضبطه الحديث وفهمه]
Hendaknya ia meminta kepada Allah ta’ala taufiq, kebenaran, kemudahan, dan pertolongan untuk menghafal dan memahami hadits.
2) [أن ينصرف إليه بكليته ، ويفرغ جهد ، في تحصيله]
Memperhatikan hadits secara keseluruhan (komprehensif) dan bersungguh-sungguh untuk meraihnya.
3) [أن يبدأ بالسماع من أرجح شيوخ بلده إسناداً وعلماً وديِناً]
Hendaknya ia mulai dengan mendengar dari guru-guru yang paling utama di negerinya, dalam hal sanad, ilmu, dan pengetahuan agama secara umumnya.
4) [أن يعظم شيخه، ومَنْ يسمع منه ويوقِّره، فذلك من إجلال العلم وأسباب الانتفاع، وأن يتحرَّى رضاه، ويصبر على جفائه لو حصل]
Hendaknya ia mengagungkan dan menghormati gurunya serta orang-orang yang mendengarkan hadits/ilmu darinya. Hal itu merupakan kemuliaan ilmu, sebab-sebab tercapainya manfaat, mencari keridlaannya, dan bersabar atas kekasaran tabiatnya –jika hal itu ada.
5) [أن يرشد زملاءه وإخوانه في الطلب إلى ما ظفر به من فوائد ، ولا يكتمها عنهم ، فان كتمان الفوائد العلمية على الطلبة لُؤْم يقع فيه جهلة الطلبة الوُضَعاء ، لأن الغاية من طلب العلم نشره]
Hendaknya ia memberikan petunjuk/arahan kepada shahabat-shahabat dan saudara-saudaranya dalam rangka memperoleh beberapa faedah, tanpa menyembunyikan apa yang diketahui kepada mereka sedikitpun. Menyembunyikan faedah-faedah ilmiyyah dalam mencari hadits termasuk kehinaan yang bisa menjatuhkannya ke dalam kebodohan, sebab tujuan mencari ilmu adalah untuk menyebarkannya.
6) [ألا يمنعه الحياء أو الكِبْر من السعي في السماع والتحصيل وأخذ العلم ولو ممن دونه في السن أو المنزلة.]
Janganlah rasa malu atau sombong menghalangi dirinya untuk senantiasa mendengar, memperoleh, dan mengambil ilmu meskipun dari orang yang lebih muda atau lebih rendah kedudukannya darinya.
7) [عدم الاقتصار على سماع الحديث وكتابته دون معرفته وفهمه ، فيكون قد أتعب نفسه دون أن يظفر بطائل]
Tidak cepat merasa puas dalam mendengar hadits dan menulis hadits tanpa disertai pengetahuan dan pemahaman yang baik atas hadits itu sendiri. Sudah semestinya ia meletihkan dirinya tanpa kenal waktu.
8) [أن يقدم في السماع والضبط والتفهم الصحيحين ثم سنن أبي داود والترمذي والنسائي ثم السنن الكبرى للبيهقي ثم ما تمس الحاجة إليه من المسانيد والجوامع كمسند أحمد وموطأ مالك، ومن كتب العلل، علل الدارقطني، ومن الأسماء التاريخ الكبير للبخاري والجرح والتعديل لابن أبي حاتم، ومن ضبط الأسماء كتاب ابن ماكولا ومن غريب الحديث النهاية لابن الأثير.]
Dalam hal mendengar, menghapal, dan memahami, hendaknya ia mendahulukan kitab Shahihain, kemudian Sunan Abi Daawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasaa’iy, dan As-Sunan Al-Kubraa karangan Al-Baihaqiy. Kemudian setelah itu mulai menjamah kitab-kitab Masaanid dan Jawaami’, seperti Musnad Ahmad dan Muwaththa’ Malik. Juga beberapa kitab ‘ilal seperti ‘Ilal Ad-Daaruquthniy; kitab-kitab nama para perawi seperti At-Taarikh Al-Kabiir karya Al-Bukhaariy, Al-Jarh wat-Ta’diil karya Ibnu Abi Haatim, ditambah dengan Kitaab Ibni Makuulaa. Adapun kitab ghariibul hadiits, maka ia adalah An-Nihaayah karya Ibnul-Atsiir.
[Taisiru Mushthalahil-Hadiits karya Dr. Mahmuud Ath-Thahhaan, hal. 137-138; Cet. Thn. 1415].
[1] Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3664, Ibnu Maajah no. 252, Al-Haakim no. 288-289, Ibnu Hibbaan no. 78, Abu Ya’la no. 6373, dan lain-lain.- Abu Al-Jauzaa’
Ana ga ngerti stadz, kenapa beliau mendahulukan As-Sunanul Kubra-nya Al-Baihaqi daripada musnad Ahmad dan Muwaththa Malik untuk dibaca? Apa kira2 alasan beliau?
BalasHapus