tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post8772052901128622620..comments2024-03-13T05:57:39.976+07:00Comments on Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة: Kekafiran itu Didasarkan pada Jenisnya, BUKAN pada NisbahnyaUnknownnoreply@blogger.comBlogger58125tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-77635079706858777142013-08-03T14:58:22.963+07:002013-08-03T14:58:22.963+07:00Lalu
1. Apakah dengan menjalankan syariat nabi mu...Lalu<br /><br />1. Apakah dengan menjalankan syariat nabi musa sekedar kemaksiatan dan bukan kekafiran ?. Kapan hal tersebut berubah tidak sekedar kemaksiatan tapi kekufuran ? apakah disyaratkan adanya juhud atau istihlal ?<br /><br />2. Bagaimana jika ia mematenkan hukum mut'ah tersebut tadz ?<br /><br />Jazakalloh khairanAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-30988639071829191872013-07-29T21:17:41.257+07:002013-07-29T21:17:41.257+07:00Jika ada orang yang menjalankan syari'at Nabi ...Jika ada orang yang menjalankan syari'at Nabi Muusaa yang telah terhapus dengan syari'at Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa slalam, tentu saja itu merupakan kemaksiatan. <br /><br />Dulu Allah ta'ala membolehkan nikah mut'ah dalam kondisi tertentu. Namun datang kemudian syari'at yang menghapusnya. Jika ada orang yang masih nekat menjalankan nikah mut'ah, maka ia berhak mendapatkan hukuman hadd zina.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-22922082610965356892013-07-29T12:12:03.294+07:002013-07-29T12:12:03.294+07:00Ustad abul jauza yang semoga dirahmati Alloh. Ana ...Ustad abul jauza yang semoga dirahmati Alloh. Ana dapat satu pertanyaan dari seorang ikhwan yang butuh jawaban. mohon antum bisa menjawab dg sejelas2nya.<br /><br />Syariat/hukum yang dibawa nabi Musa adalah WAHYU (Syariat/hukum) Alloh ta’ala<br /><br />Syariat/hukum orang kafir adl WAHYU (Syariat/hukum/bisikan) SETAN<br /><br />Lalu mana yang paling baik dari kedua syariat diatas ? Wahyu Alloh atau Wahyu Setan ?<br /><br />Jawab : Syariat nabi Musa-lah yang paling baik karena ia WAHYU yang DATANG dari <br />Alloh<br /><br />Bagaimana jika umat Muhammad menjalankan syariat nabi Musa yang telah dinasakh tanpa disertai istihlal atau juhud ?<br /><br />Atau<br /><br />Jika ada umat Muhammad menjalankan syariat Nabi Musa atau Nabi Isa (dimana mereka adl nabi Alloh dan syariat yg diturunkan kpd mereka adl wahyu Alloh) tapi mereka tetap meyakini bahwa syariat rosululloh lebih baik dan ia tidak menyertai perbuatannya tersebut dg juhud/istihlal, apa hukumnya ?<br />Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-15888871044717026002012-10-13T23:11:59.519+07:002012-10-13T23:11:59.519+07:00Silakan baca :
Hadits ‘Tidak Pernah Beramal Kebai...Silakan baca :<br /><br /><a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/04/hadits-tidak-pernah-beramal-kebaikan.html" rel="nofollow">Hadits ‘Tidak Pernah Beramal Kebaikan Sedikitpun’ dalam Perspektif Ahlus-Sunnah</a>.<br /><br />Wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-80748191614378643082012-10-13T08:16:56.383+07:002012-10-13T08:16:56.383+07:00Saya ini orang awam, mohon penjelasan para ustadz ...Saya ini orang awam, mohon penjelasan para ustadz makna "kebaikan" di hadits ini<br />حَتَّى إِذَا خَلَصَ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ النَّارِ ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً لِلَّهِ فِي اسْتِقْصَاءِ الْحَقِّ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ لِلَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لإِخْوَانِهِمْ الَّذِينَ فِي النَّارِ ، يَقُولُونَ : رَبَّنَا كَانُوا يَصُومُونَ مَعَنَا ، وَيُصَلُّونَ ، وَيَحُجُّونَ . فَيُقَالُ لَهُمْ : أَخْرِجُوا مَنْ عَرَفْتُمْ . فَتُحَرَّمُ صُوَرُهُمْ عَلَى النَّارِ ، فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا قَدْ أَخَذَتْ النَّارُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ ، وَإِلَى رُكْبَتَيْهِ ، ثُمَّ يَقُولُونَ : رَبَّنَا مَا بَقِيَ فِيهَا أَحَدٌ مِمَّنْ أَمَرْتَنَا بِهِ . فَيَقُولُ : ارْجِعُوا ، فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ دِينَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ . فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ : رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا أَحَدًا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا . ثُمَّ يَقُولُ : ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ نِصْفِ دِينَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ . فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ : رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا أَحَدًا .<br />ثُمَّ يَقُولُ : ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ . فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ : رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا خَيْرًا . وَكَانَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ يَقُولُ : إِنْ لَمْ تُصَدِّقُونِي بِهَذَا الْحَدِيثِ فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ : ( إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا ) فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : شَفَعَتْ الْمَلَائِكَةُ ، وَشَفَعَ النَّبِيُّونَ ، وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُونَ ، وَلَمْ يَبْقَ إِلا أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ، فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنْ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ ، قَدْ عَادُوا حُمَمًا ، فَيُلْقِيهِمْ فِي نَهَرٍ فِي أَفْوَاهِ الْجَنَّةِ يُقَالُ لَهُ نَهَرُ الْحَيَاةِ ، فَيَخْرُجُونَ كَمَا تَخْرُجُ الْحِبَّةُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ ، َيَخْرُجُونَ كَاللُّؤْلُؤِ فِي رِقَابِهِمْ الْخَوَاتِمُ يَعْرِفُهُمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ ، هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ اللَّهِ الَّذِينَ أَدْخَلَهُمْ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ وَلا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ (والحديث يرويه أيضا الإمام أحمد في المسند، 18/394 من طريق أخرى)<br />Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-73820652546573680542012-07-13T08:45:01.289+07:002012-07-13T08:45:01.289+07:00Wa'alaikumus-salaam.
Jika berhukum dengan huk...Wa'alaikumus-salaam.<br /><br />Jika berhukum dengan hukum Allah termasuk ashlul-iman, maka jika ada seorang yang berbohong (berkata dusta) secara sengaja, maka ia dapat dikafirkan, karena ia telah berhukum dengan hawa nafsunya, tidak berhukum dengan hukum Allah.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-22902835577042071542012-07-12T11:08:29.874+07:002012-07-12T11:08:29.874+07:00assalamualaikum
tidak berhukum dg hukum allah itu ...assalamualaikum<br />tidak berhukum dg hukum allah itu masuk dlm ashlul iman (yg melakukannya lgsung kafir) atau masuk dlm kamalul iman (perlu juhud dan istihlal)..sebab banyak HAMA takfiri yg mengatakan ini adalah perkara ashlul iman...jazakallahAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-64361973752521001752012-07-11T17:10:17.556+07:002012-07-11T17:10:17.556+07:00Lho kok menurut saya. Aneh Anda ini. Seakan-akan A...Lho kok menurut saya. Aneh Anda ini. Seakan-akan Anda menghalangi saya untuk menyandarkan pada perkataan ulama ya ?.<br /><br />Perbuatan itu kafir secara dzatnya. Tidak ada perbedaan apakah perbuatan itu dilakukan sekali atau dua kali. Perbuatan yang Anda sebutkan itu tidak mensyaratkan adanya istihlaal dalam hati.<br /><br />NB : Ingat, ini yang dibahas adalah masalah nisbah perbuatan yang ditilik dari dzat perbuatan (apakah termasuk yang mengkafirkan ataukah tidak).Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-62116498225175761062012-07-11T13:50:44.937+07:002012-07-11T13:50:44.937+07:00@Abul - jauzaa'
Nah yang menarik untuk kita k...@Abul - jauzaa'<br /><br />Nah yang menarik untuk kita ketahui adalah apakah jawaban Syeikh diatas bisa diterapkan secara mutlak untuk setiap jenis kekafiran yang lain ataukah tidak ? Kita ambil contoh pertanyaannya adalah sebagai berikut : Apakah seseorang yg meminta atau memohon bantuan dari kalangan jin dalam memenuhi hajat orang tersebut dengan kuburan tertentu sebagai wasilahnya adalah kekafiran secara dzatnya ? Apakah ada perbedaan hukum atas perbuatan tersebut bersamaan dengan keyakinannya akan ketidak bolehan perbuatan tersebut ?<br /><br />Menurut antum ya akhi... apakah jawaban Asy-Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Abbaad hafidhahullah berlaku atas perkara yg ana tanyakan diatas ? Tentunya menurut antum lho ya ? Monggo dijawab Akhi ....Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-38159804904137328672012-03-14T18:42:16.419+07:002012-03-14T18:42:16.419+07:00Meskipun saya condong pada pendapat yang tidak men...Meskipun saya condong pada pendapat yang tidak mengkafirkan, namun saya lebih mudah memahami pendalilan ulama yang mengkafirkan di kalangan mutaqaddimiin. Jika gambaran at-tark itu tidak pernah melakukan shalat sama sekali, maka bagaimana dengan shalat sekali atau lebih di sebagian hidupnya, kemudian meninggalkannya hingga akhir hayatnya ?. Ada yang mengatakan bahwa ini juga termasuk tark kulliy. Jika kita terima hal ini, lantas apa hukumnya orang yang mengerjakan shalat sepanjang hidupnya kecuali sehari saja sebelum kematiannya ?. Jika ia menjawab tidak kafir, kita tanyakan : Apa batasan atau dlaabith antara keadaan satu dengan yang kedua ?. [Jawab : Ndak ada dlaabith-nya....].<br /><br />Dan yang perlu diingat dengan menilik pendapat Ibnu Taimiyyah yang dikutip Anonim A (12 Maret 2012 14:39), maka permasalahannya bukan terletak di kosongnya amal secara keseluruhan dari seorang hamba. Namun terletak pada tarkush-shalaah itu sendiri. Maksudnya begini,.... seandainya ada seorang hamba mengerjakan seluruh amalan wajib dan sunnah, namun ia meninggalkan shalat; maka tetap saja kafir. Jika seseorang menganggap shalat adalah amalan yang merupakan bagian dari ashlul-iman, maka meninggalkannya hukumnya kafir.<br /><br />Oleh karena itu, jika seseorang mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat, bagi saya konsekuensinya ia mesti mengkafirkan orang yang meninggalkan satu shalat atau dua shalat. Inilah yang lebih konsisten dan dapat diterima oleh logika. Dan itu pulalah yang terlihat dalam beberapa perkataan salaf yang menguatkan pendapat kafirnya orang yang meninggalkan shalat.<br /><br />Wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-45041839690591765262012-03-14T15:16:11.676+07:002012-03-14T15:16:11.676+07:00Terima kasih atas ilmunya yang bermanfaat. Sy baru...Terima kasih atas ilmunya yang bermanfaat. Sy baru tahu ada pendapat ketiga itu, dan ternyata yang mengusungnya adalah Ibnu Taimiyah.<br />Memang terkesan bertentangan, mungkin diiringi dengan niat untuk mengkompromikan atau menjawab dalil-dalil pihak yg tidak mengakfirkan, akhirnya muncul kesimpulan yang menjadi musykilah. Mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat, namun mempersyaratkan 'meninggalkan secara keseluruhan'. Lebih konsisten pendapat pertama daripada pendapat ketiga ini. Mohon dikoreksi jika keliru.Ichwan Muslimhttp://ikhwanmuslim.comnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-64385809907583323032012-03-13T16:28:21.147+07:002012-03-13T16:28:21.147+07:00Saya sejatinya agak lupa dimana persisnya artikel ...Saya sejatinya agak lupa dimana persisnya artikel ahlalhdeeth yang pernah saya baca. Daripada kelamaan saya nyarinya kembali,.... saya punya bukunya Abul-Hasan Al-Ma'ribiy yang berjudul Sabiilun-Najaah. Ada diterangkan dis itu. Saya carikan bagian penjelasan beliau yang membicarakan khilaf ini di internet, dan alhamdulillah ketemu. Silakan baca :<br /><br /><a href="http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=63493" rel="nofollow">http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=63493</a>.<br /><br />Tapi sayangnya penjelasan beliau terputus, tidak tuntas. Lalu saya coba nyari kelanjutannya, dan ternyata kelanjutan penjelasan beliau ada yang nulis di alukah (posting dari Abu 'Abdillah Asy-Syaawiy) :<br /><br /><a href="http://majles.alukah.net/showthread.php?17315-%D8%B7%D9%84%D8%A8-%D9%80-%D9%87%D9%84-%D8%B4%D9%8A%D8%AE-%D8%A7%D9%84%D8%A5%D8%B3%D9%84%D8%A7%D9%85-%D9%8A%D9%83%D9%81%D8%B1-%D8%AA%D8%A7%D8%B1%D9%83-%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9%D9%90-%D9%85%D8%B7%D9%84%D9%82%D8%A7%D9%8B-%D8%A3%D9%85-%D9%8A%D9%81%D8%B5%D9%84-%D8%A3%D9%85-%D9%85%D8%A7%D8%B0%D8%A7-%D8%9F" rel="nofollow">ALUKAH</a>.<br /><br />Semoga ada manfaatnya.<br /><br />NB : Banyak interpretasi di kalangan muta'khkhiriin dalam tahqiq khilaf permasalahan taarikush-shalaah.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-69770610565108761212012-03-13T09:57:45.201+07:002012-03-13T09:57:45.201+07:00Afwan ustadz, bisa minta link dari ahlalhdeeth sbg...Afwan ustadz, bisa minta link dari ahlalhdeeth sbgmn antm isyaratkan:<br /><br />"Oleh karena itu, beberapa muhaqqiq (saya baca dalam artikel ahlalhdeeth) menyebutkan bahwa pendapat Ibnu Taimiyyah dalam hal ini merupakan pendapat yang 'baru muncul' dalam perselisihan fuqahaa' mutaqaddimiin"<br /><br />jazakumullah khairaabu ismailhttp://faidahilmu.wordpress.comnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-46741135301687030092012-03-12T15:42:38.885+07:002012-03-12T15:42:38.885+07:00Atau lebih sederhananya saya perinci secara ringka...Atau lebih sederhananya saya perinci secara ringkas sebagai berikut :<br /><br />Ulama yang mengkafirkan berpijak pada kemutlakan nash yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan shalat. Baik ia satu kali atau dua kali shalat hingga keluar waktunya. Begitu juga ditunjukkan oleh beberapa atsar dari kalangan shahabat dan ulama setelahnya yang menunjukkan hal tersebut. Meninggalkan shalat secara keseluruhan oleh mereka dipandang sebagai kekafiran, tapi ia bukan sebagai satu syarat. Ini mudah dipahami bahwa jika meninggalkan satu shalat saja kafir, apalagi shalat secara keseluruhan.<br /><br />Pendapat ini kemudian disanggah oleh ulama yang berpendapat tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Mereka mengemukakan dalil-dalil yang menyokongnya - yang saya rasa kita semua sudah mengetahuinya sehingga tidak perlu saya ulang. <b>Termasuk</b> hadits Ibnu Qabiishah. Ini dipakai dalil ulama pada barisan ini untuki mencounter barisan ulama sebelumnya. Juga ditambah waqi' yang menyebutkan bahwa kondisi orang yang meninggalkan shalat selalu ada sepanjang jaman, dan tidak pernah ternukil adanya pemisahan hubungan suami-istri, pemisahan hubungan warisan, tidak memandikan, tidak mengkafani, dan tidak mengkuburkan di pekuburan kaum muslimin dari orang-orang yang meninggalkan shalat - sebagaimana dimaksud pendapat pertama - oleh pemerintahan Islam sepanjang masa. Hujjah ini disampaikan oleh Ibnu Qudaamah sebagaimana telah saya nukil di atas.<br /><br />Kemudian datang pendapat ketiga yang diusung oleh Ibnu Taimiyyah yang menjelaskan penggabungan dalil-dalil serta waqi' yang dibawakan ulama dibarisan pendapat kedua, sehingga melahirkan persyaratan : meninggalkan secara keseluruhan. Inilah kemudian yang dikuatkan oleh para ulama muta'akhkhirin.<br /><br />Kira-kira peta persilangan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini yang saya pahami.<br /><br />Nah,.... untuk pendapat yang ketiga inilah yang kemudian saya pertanyakan. Musykil dari dilalah nashnya - yaitu nash-nash dan atsar yang dibawakan oleh pihak mengkafirkan di atas. Kedua musykil secara 'aqliyyah.<br /><br />Mohon koreksinya.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-61217269077125243812012-03-12T15:05:55.174+07:002012-03-12T15:05:55.174+07:00Ya, antum benar. Itulah pendapat Ibnu Taimiyyah ra...Ya, antum benar. Itulah pendapat Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang pernah saya baca pembahasannya. Ibnu Taimiyyah berusaha menggabungkan pemahaman yang dijadikan hujjah ulama yang mengkafirkan dan tidak mengkafirkan, termasuk musykilah yang diajukan masing-masing pendapat. Oleh karena itu, beberapa muhaqqiq (saya baca dalam artikel ahlalhdeeth) menyebutkan bahwa pendapat Ibnu Taimiyyah dalam hal ini merupakan pendapat yang 'baru muncul' dalam perselisihan fuqahaa' mutaqaddimiin (yaitu mempersyaratkan kekafiran dengan meninggalkan secara keseluruhan). Adapun selanjutnya, adalah sebagaimana telah saya tuliskan sebelumnya.<br /><br />Wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-34972325329328464212012-03-12T14:39:44.284+07:002012-03-12T14:39:44.284+07:00الإيمان عند أهل السنة والجماعة قول وعمل كما دل علي...الإيمان عند أهل السنة والجماعة قول وعمل كما دل عليه الكتاب والسنة واجمع عليه السلف وعلى ما هو مقرر في موضعه فالقول تصديق الرسول والعمل تصديق القول فإذا خلا العبد عن العمل بالكلية لم يكن مؤمنا والقول الذي يصير به مؤمن قول مخصوص وهو الشهادتان فكذلك العمل هو الصلاة. : شرح العمدة<br /><br /><br />Iman disisi Ahlussunnah wal Jama’ah adalah perkataan dan amal sebagaimana yang ditunjukkan oleh Al-Kitab dan Sunnah dan ijma dari Salaful Ummah dan apa-apa yang ditetapkan pada kedudukannya maka perkataan adalah membenarkan rosul dan amal membenarkan perkataan. Maka jika seorang hamba kosong dari amal secara keseluruhannya maka ia bukan seorang yang beriman karena perkataan yang menjadikan seseorang disebut mukmin adalah perkataan yang khusus yakni syahadatain dan juga amal adalah amal yang khusus yakni sholat. (<br /><br /><br />حقيقة الدين هو الطاعة والانقياد وذلك إنما يتم بالفعل لا بالقول فقط فمن لم يفعل لله شيئا فما دان لله دينا ومن لا دين له فهو كافر<br /><br />Hakikat agama adalah ta’at dan inqiyad dan ia menjadi sempurna dengan perbuatan dan tidak dengan perkataan saja, maka siapa yang tidak mengerjakan bagi Alloh sesuatupun dari agama Alloh maka ia tidak beragama dengan agama Alloh..maka IA KAFIR.<br /><br /><br />Jadi jelas pendapat syaikhul islam di tilik dari dua akibat yakni dari kufur karena meninggalkan sholat atau ia kufur dengan ketiadaan iman dihati secara mutlak. <br /><br />Wallahu a’lamAnonim Anoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-15169383958417434342012-03-12T14:39:02.314+07:002012-03-12T14:39:02.314+07:00Lantas pertanyaannya bagaimana dengan dalil-dalil ...Lantas pertanyaannya bagaimana dengan dalil-dalil yang mengkafirkan orang yang meninggalkan sholat seperti yang anda kutip<br /><br />لَيْسَ بَيْنَ الْعَبْدِ وَالشِّرْكِ إِلَّا تَرْكُ الصَّلَاةِ، فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ<br /><br />“Tidak ada penghalang antara seorang hamba dengan kesyirikan kecuali meninggalkan shalat (tarkush-shalaah). Barangsiapa yang meninggalkannya (faidzaa tarakahaa - ai ash-shalaah), sungguh ia telah berbuat kesyirikan” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 1080, Al-Marwaziy dalam Ta’dhiim Qadrish-Shalaah 1/572-573, Abul-‘Abbaas Al-Asham dalam Hadiits-nya no. 54 & 130, Duhaim dalam Al-Fawaaid no. 49 & 150, ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 1/345, dan yang lainnya; shahih - dari Anas radliyallaahu ‘anhu]. <br /><br />Atau dalam lafadh lain :<br /><br />الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ<br /><br />"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya, sungguh ia telah kafir" [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2621, An-Nasaa'iy no. 63, dan yang lainnya; shahih].<br /><br /><br />Maka disini ada kaidah<br /><br />أن يمكن الجمع بينهما بحيث يحمل كل منهما على حال لا يناقض الآخر فيها فيجب الجمع<br /><br />Jika mugkin untuk menjama’ antara (nash-nash yang ta’arudh) maka dibawa kepada keadaan yang tidak menjadikan nash-nash tersebut saling menafikan, maka wajib dijama’….<br /><br /><br />Jelas bahwa nash yang mengatakan bahwa tidak kufurnya orang yang meninggalkan sebagaian sholat menjadi takhis dari keumuman lafadzh tarkus sholah. Bahwa meninggalkan sebagian sholat nampaknya dikeluarkan dari keumuman hukum kufur meninggalkan sholat. Karena syaikhul islam juga menjelaskan bahwa jika orang dikufurkan karena meninggalkan satu sholat maka melazimkan kebolehan memerangi pemimpin kaum muslimin akibat ia meninggalkan satu sholat, jika meninggalkan sholat tidak kafir maka pemimpin yang tidak sholat tidak boleh diperangi karena ia masih muslim. <br /><br />Disini jelas bahwa nash tentang tidak kufurnya orang yang meninggalkan sebagian sholat tidak serta merta menghapus seluruh hukum kekufuran bagi orang yang meninggalkan sholat secara mutlak artinya ia hanya dipalingkan dari keumuman lafadz kepada kekhususan makna yakni orang yang meninggalkan sholat secara mutlak.<br /><br /><br />Mungkin inilah yang dimaksud oleh kaidah ushul:<br />العام بالدليل الخاص<br />Nash Umum dengan dalil yang khusus.<br /><br />Dari sisi dhohir nash atau an-nash bi nafsihi ia umum namun dari sisi penggabungan dan adanya penjama’an hadits lain, bi ghori nafsihi maka di ketahui bahwa maknanya adalah khusus. Dan takhsis terhadap nash banyak jalan akhiy. Seorang mujtahid memiliki banyak alat dalam mentakhis keumuman lafadz hadits, bisa dilalah hissiyah, dilalah aqliyah, dilalah nash qur’an wa sunnah, dilalah ijma...banyak bahkan qiyas dapat digunakan untuk mentakhis keumuman hadits ini sekedar gambaran loh karena takhis dalam perkara ini jelas dengan nash juga. Jadi ini sangat ijtihadiy tergantung pandangan dari seorang mujtahid terhadap suatu hadits.Anonim Anoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-43110963454346021792012-03-12T14:37:20.664+07:002012-03-12T14:37:20.664+07:00Afwan mungkin sedikit komentar lagi, diskusi ini c...Afwan mungkin sedikit komentar lagi, diskusi ini cukup menarik sayang kalau dilewatkan. <br /><br />Saya rasa betul bahwa apa yang dikatakan abul jauzaa bahwa nash hadits datang dalam lafadz yang umum, yakni “tarkus sholah”, yang tercakup didalamnya baik itu meninggalkan satu kali, sepuluh, seratus, seribu yakni sedikit atau banyak maka semuanya tercakup dalam keumuman lafadz “meninggalkan sholat”. Dan dapat disimpulan dengan kalimat yang lebih sederhana yakni tercakup didalam nash tersebut meninggalkan sebagian sholat atau meninggalkan sholat secara mutlak. <br /><br />Persoalannya adalah mengapa nash yang umum tersebut difahami oleh sebagian ulama dalam hal ini Ibnu Taimiyah dengan membatasi kekufuran akbar pada orang yang meninggalkan sholat secara mutlak? (tolong koreksi jika saya salah memahami maksud antum ya abul jauzaa”) padahal orang yang meninggalkan satu sholat atau sepuluh sholat termasuk didalam keumuman lafadz “Tarkus Sholah” (meninggalkan sholat). Dan kaidahnya amat jelas<br /><br />وجوب بقاء العام على عمومه ولا يخصص إلا بدليل<br /><br />Wajibnya menetapkan dalil yang umum pada keumumannya dan tidak mengkhususkannya kecuali dengan adanya dalil. <br /><br /><br />memang seharus kita merujuk langsung kepada pendapat Ibnu taimiyah sendiri bagaimana turukul istidlal “metode pendalilan” yang digunakan oleh beliau untuk mencapai kesimpulan bahwa kekufuran meninggalkan sholat hanya terjadi jika meninggalkan sholat secara mutlak. Dan dalam syarah Al-Umdah beliau (ibnu taimiyah nampaknya telah membawakan hadits ini.<br /><br />540 - ( صحيح لغيره ) <br /> وعن حريث بن قبيصة رضي الله عنه قال <br /> قدمت المدينة وقلت اللهم ارزقني جليسا صالحا <br /> قال فجلست إلى أبي هريرة فقلت إني سألت الله أن يرزقني جليسا صالحا فحدثني بحديث سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم لعل الله أن ينفعني به فقال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة من عمله صلاته فإن صلحت فقد أفلح وأنجح وإن فسدت فقد خاب وخسر وإن انتقص من فريضته قال الله تعالى انظروا هل لعبدي من تطوع يكمل به ما انتقص من الفريضة ثم يكون سائر عمله على ذلك <br /> رواه الترمذي وغيره وقال حديث حسن غريب <br />صحيح الترغيب والترهيب – الألباني<br />……..<br />“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” <br />………<br /><br /><br />Jika meninggalkan sebagian sholat wajib itu kufur akbar tentu tidak bisa di gantikan kekurangannya dengan sholat sunnah namun dalil diatas menunjukkan bahwa sholat sunnah dapat menggantikan kekurangan sholat wajib karena Orang yang kafir atau murtad tidak berguna amal ibadahnya, padahal sangat jelas orang yang meninggalkan sebagian sholat wajib termasuk didalam keumuman nash “tarkus sholah” hadits diatas menunjukkan tidak kufurnya orang yang meninggalkan sebagian sholat.Anonim Anoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-34666077202252996692012-03-12T12:40:12.526+07:002012-03-12T12:40:12.526+07:00MOHON BAGI YANG KOMENTAR DI SINI UNTUK MENULISKAN ...MOHON BAGI YANG KOMENTAR DI SINI UNTUK MENULISKAN NAMANYA, MESKIPUN NAMA SAMARAN (MISAL : BAMBANG, JOKO, ABDULLAH, YAHYAA, DST.), KARENA BANYAKNYA NAMA ANONIM DI SINI DAN BEDA-BEDA ORANG.<br /><br />============<br /><br />Untuk Anonim 12 Maret 2012 12:00,......<br /><br />Sebelum saya copaskan, silakan baca penjelasan Al-'Iraaqiy tentang khilaf dibunuhnya orang yang meninggalkan shalat :<br /><br />فيقول الزين العراقي في طرح التثريب : " ثُمَّ هَلْ يُصَدَّقُ التَّرْكُ لَهَا بِتَرْكِ صَلَاةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ يَتَوَقَّفُ عَلَى تَرْكِ الْخَمْسِ وَيَنْبَنِي عَلَى ذَلِكَ مَا وَقَعَ مِنْ الْخِلَافِ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ فِي أَنَّهُ هَلْ يُقْتَلُ بِتَرْكِ صَلَاةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ أَكْثَرَ فَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إلَى أَنَّهُ يُقْتَلُ بِتَرْكِ صَلَاةٍ وَاحِدَةٍ إذَا أَخْرَجَهَا عَنْ آخِرِ وَقْتِهَا ، وَمِمَّنْ حَكَاهُ عَنْ الْجُمْهُورِ صَاحِبُ الْمُفْهِمِ وَيَدُلُّ لَهُمْ حَدِيثُ { مَنْ تَرَكَ صَلَاةً مُتَعَمِّدًا فَقَدْ كَفَرَ } وَقَدْ تَقَدَّمَ لِأَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ فِيهِ اخْتِلَافٌ كَثِيرٌ وَحَكَاهُ الرَّافِعِيُّ خَمْسَةَ أَوْجُهٍ قَالَ وَظَاهِرُ الْمَذْهَبِ اسْتِحْقَاقُ الْقَتْلِ بِتَرْكِ صَلَاةٍ وَاحِدَةٍ ، فَإِذَا تَضَيَّقَ وَقْتَهَا طَالَبْنَاهُ بِفِعْلِهَا وَقُلْنَا لَهُ : إنْ أَخْرَجْتهَا عَنْ وَقْتِهَا قَتَلْنَاك ، فَإِذَا أَخْرَجَهَا عَنْ وَقْتِهَا فَقَدْ اسْتَوْجَبَ الْقَتْلَ وَلَا يُعْتَبَرُ بِضِيقِ وَقْتِ الثَّانِيَةِ ، وَبِهَذَا قَالَ مَالِكٌ وَعَنْ أَبِي إِسْحَاقَ إنَّهُ إنَّمَا يَسْتَوْجِبُ الْقَتْلَ إذَا ضَاقَ وَقْتُ الثَّانِيَةِ ، وَعَنْ الْإِصْطَخْرِيِّ لَا يُقْتَلُ حَتَّى يَتْرُكَ ثَلَاثَ صَلَوَاتٍ وَيَضِيقَ وَقْتُ الرَّابِعَةِ وَعَنْهُ أَنَّهُ إنَّمَا يَسْتَوْجِبُ الْقَتْلَ إذَا تَرَكَ أَرْبَعَ صَلَوَاتٍ وَامْتَنَعَ عَنْ الْقَضَاءِ ، وَعَنْهُ أَنَّ ذَلِكَ لَا يَخْتَصُّ بِعَدَدٍ وَلَكِنْ إذَا تَرَكَ مِنْ الصَّلَاةِ قَدْرَ مَا يَظْهَرُ لَنَا اعْتِيَادُهُ لِلتَّرْكِ <br /><br />semoga penjelasan Al-'Iraaqiy di atas dapat Anda jadikan basic dalam pemahaman khilaf masalah kekafiran taarikush-shalaah di kalangan mutaqaddimiin. Garis besarnya sama dengan yang dikatakan Ibnul-Qayyiim. Jika Anda punya data tambahan selain dari yang telah dikatakan Al-'Iraaqiy, sangat saya harapkan untuk menuliskannya di sini.<br /><br />Kemudian tentang perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah :<br /><br />Perkataan Ibnu Taimiyyah yang tidak mengkafirkan orang yang masih kadang-kadang shalat atau shalat dengan malas hingga keluar waktunya :<br /><br />لكن أكثر الناس يصلون تارة، ويتركونها تارة، فهؤلاء ليسوا يحافظون عليها، وهؤلاء تحت الوعيد، وهم الذين جاء فيهم الحديث الذي في السنن حديث عبادة عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه قال: «خمس صلوات كتبهن الله على العباد في اليوم والليلة من حافظ عليهن كان له عهد عند الله أن يدخله الجنة، ومن لم يحافظ عليهن لم يكن له عهد عند الله، إن شاء عذبه وإن شاء غفر له<br /><br />[Al-Fataawaa Al-Kubraa, 2/24].<br /><br />وأجود ما اعتمدوا عليه قوله صلى الله عليه وسلم {خمس صلوات كتبهن الله على العباد في اليوم والليلة. فمن حافظ عليهن كان له عند الله عهد أن يدخله الجنة ومن لم يحافظ عليهن لم يكن له عند الله عهد إن شاء عذبه. وإن شاء أدخله الجنة} . قالوا: فقد جعل غير المحافظ تحت المشيئة. والكافر لا يكون تحت المشيئة ولا دلالة في هذا؛ فإن الوعد بالمحافظة عليها والمحافظة فعلها في أوقاتها كما أمر كما قال تعالى: {حافظوا على الصلوات والصلاة الوسطى} وعدم المحافظة يكون مع فعلها بعد الوقت كما أخر النبي صلى الله عليه وسلم صلاة العصر يوم الخندق فأنزل الله آية الأمر بالمحافظة عليها وعلى غيرها من الصلوات. وقد قال تعالى: {فخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلاة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا} فقيل لابن مسعود وغيره: ما إضاعتها؟ فقال: تأخيرها عن وقتها فقالوا: ما كنا نظن ذلك إلا تركها فقال: لو تركوها لكانوا كفارا<br /><br />[Majmuu' Al-Fataawaa, 7/614].<br /><br />Jadi apa yang dikafirkan Ibnu Taimiyyah ? Ini jawabannya :<br /><br />فأما من لا يصلي قط طول عمره، ولا يعزم على الصلاة، ومات على غير توبة أو ختم له بذلك، فهذا كافر قطعا<br /><br />[Syarhul-'Umdah, 2/85]<br /><br />dll.<br /><br />Semoga ada manfaatnya.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-59384148700591358542012-03-12T12:26:35.345+07:002012-03-12T12:26:35.345+07:00untuk anonym yang satu lagi...
gampang sekali dib...untuk anonym yang satu lagi...<br /><br />gampang sekali dibantah; berkata Abu Bakar Ash Shidiq Radhiyallahu 'Anhu menyatakan dalam surat Beliau kepada Umar Radhiyallahu 'Anhu:<br /><br />"Ketahuilah, perkara yang paling penting padaku ialah shalat. Karena seseorang yang meninggalkannya, akan lebih mudah meninggalkan yang lainnya. Dan ketahuilah, Alah memiliki satu hak pada malam hari yang tidak diterimaNya pada siang hari. Dan satu hak pada siang hari yang tidak diterimaNya pada malam hari. Allah tidak menerima amalan sunnah, sampai (seseorang) menunaikan kewajiban."<br /><br />[Dinukil oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa, 22/40]<br /><br />Berdasarkan pemahaman abu bakar diatas, hadits diatas TIDAK TERMASUK "meninggalkan shalat", namun yang dimaksud adalah "meninggalkan kesempurnaan shalat" sebagaimana hadits 'ubadah, atau hadits 'abdullaah ibn 'amr...<br /><br />cobalah antum baca BERULANG-ULANG atsar ibnu mas'uud diatas SANGAT JELAS. Pembicaraannya adalah orang yang meninggalkan shalat setelah waktu habis, tanpa ada udzur dan tidak mengerjakannya walaupun diluar waktu.<br /><br />cobalah pula antum baca atsar abdullah ibn 'amr ibnul ash diatas, yang beliau mengatakan "kalaulah aku minum khamer, maka aku akan meninggalkan shalat" maknanya, yaitu meninggalkan shalat PADA SAAT ITU.. apakah maksudnya TELER SEUMUR hidup? sehingga ia tidak shalat seumur hidup? maka ini jauh sekali dari makna! oleh karenanya beliau berkata: "barangsiapa yang meninggalkan shalat tidak ada agama baginya" yaitu orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, sehingga habis waktu, dan tidak mengerjakannya walaupun diluar waktunya..<br /><br />Oleh karena itu pendapat "meninggalkan SEMUA SHALAT atau TIDAK PERNAH SHALAT" ini dikritik dua ulamaa' sekaligus; mereka yang "sama sekali tidak mengkafirkan" dengan mereka yang "mengkafirkan orang yang meninggalkan waktu shalat hingga habis waktunya"..<br /><br />makanya itu KELIRU ulama yang menafsirkan "peninggalan shalat" dengan "peninggalan seluruh shalat"; kemudian membawakan dalil-dalil ulamaa yang mengkafirkan.. karena maksud ulama MUTAQADDIMIIN dalam mengkafirkan adalah mengkafirkan SATU SHALAT. bukan TIDAK SHALAT SAMA SEKALI (yaitu seumur hidupnya)<br /><br />wallaahu a'lam..Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-73540700137956373852012-03-12T12:00:23.842+07:002012-03-12T12:00:23.842+07:00oh ya mana pendapat ibnu taimiyah yang selama ini ...oh ya mana pendapat ibnu taimiyah yang selama ini kita perdebatkan? tolong di copas disini ya. setidaknya kita tau bagaimana istidlal beliau, sebetulnya kan bisa di ketahui dari tulisan beliau sendiri.<br /><br />afwan kok tidak di copas-copas dari tadi ya?Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-73716170196102124722012-03-12T11:51:18.609+07:002012-03-12T11:51:18.609+07:00Coba Anda baca dengan tenang apa yang telah dituli...Coba Anda baca dengan tenang apa yang telah dituliskan dalam pembicaraan di atas. Anda komentari musykilat-musykilat yang ada.<br /><br />NB : Justru hadits yang Anda sampaikan itu menjadi dalil pendapat ulama yang berseberangan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkan, tidak dikafirkan.<br /><br />OK ?.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-67283485633812142302012-03-12T11:38:20.860+07:002012-03-12T11:38:20.860+07:00Masa kufur meninggalkan satu sholat? lantas hadits...Masa kufur meninggalkan satu sholat? lantas hadits ini bagaimana?<br /><br /><br /><br />540 - ( صحيح لغيره ) <br /> وعن حريث بن قبيصة رضي الله عنه قال <br /> قدمت المدينة وقلت اللهم ارزقني جليسا صالحا <br /> قال فجلست إلى أبي هريرة فقلت إني سألت الله أن يرزقني جليسا صالحا فحدثني بحديث سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم لعل الله أن ينفعني به فقال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة من عمله صلاته فإن صلحت فقد أفلح وأنجح وإن فسدت فقد خاب وخسر وإن انتقص من فريضته قال الله تعالى انظروا هل لعبدي من تطوع يكمل به ما انتقص من الفريضة ثم يكون سائر عمله على ذلك <br /> رواه الترمذي وغيره وقال حديث حسن غريب <br />صحيح الترغيب والترهيب – الألباني<br />……..<br />“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” <br />………<br /><br />orang yang kurang sebagian sholatnya ga kufur tuh berdasarkan hadits diatas. Inkhosot "atau kurang " disana bisa bermakna dari sisi jumlah dan kesempurnaan sholat..<br /><br />jadi tulung ya sebelum ada kesimpulan di cek hadits-hadits yang semisal.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-33914675276011955102012-03-12T11:12:01.602+07:002012-03-12T11:12:01.602+07:00subhaanallaah.. telah benar ustadz abul jauzaa... ...subhaanallaah.. telah benar ustadz abul jauzaa... baarakallaahu fiik..<br /><br />Sesungguhnya yang benar dalam permasalahan ini adalah MENINGGALKAN SATU SHALAT. Karena "meninggalkan shalat" itu adalah kufur kepada jenisnya, bukan nisbahnya. Dan inilah yang sebenarnya menjadi pendapat mayoritas para shahabat, tabi'in serta mayoritas imam ahlul hadits.<br /><br />Diantara dalil yang teramat jelas akan hal ini adalah hadits:<br /><br />من ترك صلاة العصر فقد حبط عمله<br /><br />Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashr, hapuslah seluruh amalnya.<br /><br />(HR Bukhariy)<br /><br />Lihatlah dalam hadits diatas disebutkan "meninggalkan shalat ashr" maka maknanya yaitu meninggalkan SATU SHALAT<br /><br />Dan kemudian lihatlah pula dalam hadits diatas disebutkan "hapus semua amalnya" menandakan perbuatan ini adalah KUFUR AKBAR! Karena Allah berfirman:<br /><br />لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ<br /><br />Apabila engkau berbuat kesyirikan, maka hapuslah seluruh amalmu<br /><br />(az Zumar: 65)<br /><br />Dalam ayat diatas لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ (maka hapuslah seluruh amalmu) adalah konsekuensi dari لَئِنْ أَشْرَكْتَ (jika engkau berbuat kesyirikan)... Kesyirikan apa yang dimaksud? Kesyirikan akbar! Maka demikian pula makna dari hadits diatas, فقد حبط عمله (maka hapuslah seluruh amalnya) yaitu ia telah berbuat KUFUR AKBAR!<br /><br />Apakah hanya dipahami khusus meninggalkan shalat ashar?! Tidak! Para shahabat memahami bahwa ini maknanya umum, yaitu meninggalkan SATU SHALAT; sebagaimana dipahami para shahabat, dan dapat kita lihat seperti yang dipahami ibnu Mas'uud radhiyallaahu 'anhu.<br /><br />Beliau ditanyakan murid-muridnya tentang ayat:<br /><br />أَضَاعُوا الصَّلاَةَ<br /><br />...Menyianyiakan shalat...<br /><br />(Maryam: 59)<br /><br />Ibnu Mas'uud berkata:<br /><br />هو تأخيرها عن وقتها <br /><br />Yang dimaksud dengan ayat diatas adalah (orang yang mengerjakan shalat) dengan mengakhirkan diakhir waktunya (yaitu mengerjakan diluar waktu yang disyari'atkan)<br /><br />Maka murid-muridnya berkata:<br /><br />كنا نظن ذلك تركها <br /><br />Kami mengira bahwa maksud dari ayat diatas adalah meninggalkannya (yaitu melalaikan shalat sampai habis waktunya, kemudian tidak mengerjakannya setelah ingat, meskipun diluar waktu)<br /><br />Maka disanggah ibnu mas'uud:<br /><br />لو تركوها كانوا كفارا<br /><br />Kalaulah meninggalkanya, maka ia KAAFIR.<br /><br />(Simak Tafsiir ibn Katsiir)<br /><br />Seperti juga perkataan 'Abdullaah ibn 'Amr radhiyallaahu 'anhumaa:<br /><br />إِنِّي إِذَا شَرِبْتُ الْخَمْرَ تَرَكْتُ الصَّلاةَ، وَمَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ فَلا دِينَ لَهُ<br /><br />"Sesungguhnya jika aku minum khamr, maka aku akan meninggalkan shalat. Dan barangsiapa yang meninggalkan shalat, tidak ada agama baginya" <br /><br />(diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah)<br /><br />Apakah yang beliau maksud "meninggalkan shalat" sama sekali (yaitu tidak pernah shalat)? maka ini sangat keliru. Justru maksud beliau adalah meninggalkan SATU SHALAT. Maka TIDAK TEPAT membawakan perkataan-perkataan para shahabat yang umum "mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat" kepada makna "meninggalkan semua shalat" karena kekafiran itu dilihat berdasarkan jenisnya, bukan nisbahnya.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-2572873499791287002012-03-12T10:53:33.848+07:002012-03-12T10:53:33.848+07:00Afwan mana sih perkataan ibnu Taimiyah yang dimaks...Afwan mana sih perkataan ibnu Taimiyah yang dimaksud oleh ustadz abul jauzaa yang katanya mengkafirkan hanya orang yang meninggalkan sholat secara "bi kulliyah" kok kita jadi meributkan sesuatu pendapat yang belum kita lihat wujud pendapat itu? mohon di nukil teks aslinya ustadz di kitab dan halaman berapaAnonymousnoreply@blogger.com