tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post5546437936673926374..comments2024-03-24T04:17:07.334+07:00Comments on Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة: Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui di Bulan RamadlaanUnknownnoreply@blogger.comBlogger36125tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-41682263301999274952010-11-28T08:01:15.055+07:002010-11-28T08:01:15.055+07:00Qaul antum:
"Saya membawakan perkataan Ibnu Q...Qaul antum:<br />"Saya membawakan perkataan Ibnu Qudamah tentang tidak adanya penyelisihan di antara shahabat atas perkataan Ibnu 'Umar dan Ibnu 'Abbaas bukan berarti saya ingin menunjukkan bahwa Ibnu Qudaamah sepakat dengan mereka berdua. Telah saya katakan sebelumnya :<br /><br />Tidak ada penyelisihan dari kalangan shahabat adalah realitas - dan itu satu hal, dan pendapat Ibnu Qudamah yang menyelisihinya adalah satu hal yang lain yang tidak berpengaruh terhadap realitas yang ada.<br /><br />Mohon agar diperhatikan....."<br /><br />Sebenarnya sudah sangat jelas terhadap permasalahan yang didiskusikan, baarakallahu fiikumNoor Akhmad Setiawanhttps://www.blogger.com/profile/10833235638280077629noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-75256276066994819872010-09-18T17:25:43.407+07:002010-09-18T17:25:43.407+07:00Bisa sebagai tambahan informasi untuk kita semua
t...Bisa sebagai tambahan informasi untuk kita semua<br />tulisan Ustadz Firanda -hafidzahullah- dalam masalah ini<br /><br />Bisa dilihat di <br /><br />http://www.firanda.com/index.php/konsultasi/fiqh/49-kewajiban-fidyah-bagi-wanita-hamil-dan-wanita-menyusuiAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-86951458782975920772010-09-07T10:48:02.890+07:002010-09-07T10:48:02.890+07:00Komentar antum saya tampilkan bukan berarti saya &...Komentar antum saya tampilkan bukan berarti saya 'meridlainya'. Saya masih jauh dari Ust. Abduh atau Ustadz yang antum sebut.....Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-76173997136896701472010-09-05T07:46:28.884+07:002010-09-05T07:46:28.884+07:00Masya Allah, akhir diskusi yang berbobot dan ilmia...Masya Allah, akhir diskusi yang berbobot dan ilmiah. Salut untuk ust Abul Jauzaa dan ust M Abduh.<br />Saya jadi ingat ustadz di tempat saya (meskipun belum selevel ustadz berdua) namun insyaAllah tsiqoh, yang menukil perkataan Imam Al Auzaa'i:<br />"Sabarkan dirimu untuk tetap berada pada jalan Sunnah, berhentilah di mana para Sahabat berhenti, katakanlah menurut apa yang mereka katakan, diamlah terhadap apa yang mereka diam dan tempuhlah jalan Salafush Shalih. Sesungguhnya akan cukup bagimu apa yang sudah cukup bagi mereka."Hendrahttps://www.blogger.com/profile/15114362767201068676noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-90075028484149552522010-09-02T17:03:55.841+07:002010-09-02T17:03:55.841+07:00Diskusi ilmiah yang bagus antara Ustadz Abul Jauza...Diskusi ilmiah yang bagus antara Ustadz Abul Jauzaa dan Ustadz Abduh hafidhahumallah. Banyak faedah yang bisa dipetik darinya.<br />Sekedar catatan, ada baiknya kalimat-kalimat berikut dihindari dalam diskusi:<br />1. "Mohon agar kami bisa berbeda pendapat dengan antum karena dari sisi pandangnya yg berbeda."<br />2. "Tolong hargai pendapat kami, dan sama sekali kami pun tidak memaksakan pendapat tersebut pada antum"<br />Kesan yang saya tangkep seakan-akan ada salah satu pihak yang memaksakan pendapat.<br />Sependek yang saya pahami, tidak ada pemaksaan pendapat dalam artikel maupun di bagian komentar. Atau saya yang salah memahami ? CMIIW<br />Sekedar tambahan referensi, nampaknya Ustadz Aris Munandar hafidhahullah sependapat dengan artikel di atas. Monggo, silakan ambil faedahnya di sini:<br />a. http://muslim.or.id/soal-jawab/ramadhan-12-wanita-menyusui-fidyahqodho.html<br />b. http://ustadzaris.com/mengganti-puasa-ramadhan-karena-hamil/comment-page-1#comment-4447<br />Barakallahu fikum<br />Abu ZahrohAbu Zahrohhttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-39208628224094530222010-08-31T03:59:28.489+07:002010-08-31T03:59:28.489+07:001. Tidak bisa.
2. Kok saya gak menangkap kesan te...1. Tidak bisa.<br /><br />2. Kok saya gak menangkap kesan terburu2 ya. 'Aisyah sendiri telah mengatakan sebabnya bahwa di bulan2 lain ia sibuk melayani Rasulullah shallallähu 'alaihi wa sallam. Sbgmana diketahui dalam hadits bahwa bulan Sya'ban adalah bulan dmana beliau paling banyak berpuasa (sunnah). Pada saat itulah 'Aisyah baru bisa melaksanakan qadla puasanya. Tentu saja ia tidak menunda-nundanya setelah adanya kelonggaran waktu untuk menunaikannya sebagai perwujudan sikap bersegera melakukan amal kebaikan. Wallähu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-36450668098563011272010-08-30T21:33:49.246+07:002010-08-30T21:33:49.246+07:00Akhiy Abul Jauzaa yang ana hormati, ana pernah den...Akhiy Abul Jauzaa yang ana hormati, ana pernah dengar sebuah riwayat dimana 'Aaisyah rodhiallaahu'anhaa karena sibuknya melayani Nabi shollallaahu'alaihiwasallam baru bisa mengqodho puasa pada bulan sya'ban (sebelum romadhon).<br /><br />1. Apakah dengan riwayat ini bisa ditarik istimbath/hukum bahwa qodho puasa romadhon hanya boleh sebelum romadhon berikutnya datang?<br /><br />2. Kenapa beliau rodhiallaahu`anhaa (terkesan) terburu-buru menghabiskan hutang puasanya di bulan Sya'ban, kalau toh ternyata bisa diqodho di hari-hari lain sesudah romadhon selesai?<br /><br />Barokallaahu fiik.<br /><br />Abu 'Abdillaah.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-25396361384242222942010-08-30T14:22:03.615+07:002010-08-30T14:22:03.615+07:001. Tidak.
2. Ibu wajib membayar fidyah untuk 27 h...1. Tidak.<br /><br />2. Ibu wajib membayar fidyah untuk 27 hari. Untuk hari nifas, maka ibu wajib mengqadlanya.<br /><br />3. Qadla tidaklah gugur dengan datangnya Ramadlan berikutnya.<br /><br />Jika ibu sanggup mengqadla keseluruhan hari (29 hari), maka itu lebih baik sebagaimana dituliskan dalam artikel di atas. Tidak ada dobel kewajiban mengqadla dan membayar fidyah menurut pendapat yang rajih. <br /><br />Wallahu a'lam.<br /><br />Semoga jawaban ini bermanfaat.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-89916079166173564912010-08-30T13:03:05.722+07:002010-08-30T13:03:05.722+07:00Assaslaamu'alaikum Wr. Wb.
Saya seorang musli...Assaslaamu'alaikum Wr. Wb.<br /><br />Saya seorang muslimah yg merasa sangat berkepentingan dg hukum puasa saat melahirkan dan menyusui. Maka saya mencoba mencari tahu sebanyak2nya termasuk di blog ini. Tetapi maaf sbg orang awam saya jadi bingung. Memang perbedaan pendapat sah-sah saja dlm Islam. Namun ijiknak saya bertanya tentang kondisi saya dan bagaimana hukumnya, sebagai berikut:<br />pada saat masuk ramadhan saya sdg hamil 9bln dan disarankan dokter utk tidak berpuasa maka saya tidak berpuasa krn khawatir dg kondisi janin. saya melahirkan tgl 28 ramadhan, sehingga sisa 2 hari adalah saat saya nifas. kemudian saya menyusui anak saya hingga 2 tahun.<br /><br />Pertanyaannya:<br />1. Apakah saya wajib meng-qodlo puasa saya sebulan penuh? (28 hari krn hamil dan 2 hari krn nifas) ataukah hanya 2 hari saja?<br />2, Apakah saya wajib juga membayar fidyah?<br />3. Apakah qodlo harus selesai sebelum ramadhan berikutnya? <br /><br />Pada saat itu saya sudah bertanya pada seorang ustadz dan dijawab sbg berikut:<br />jika wanita hamil berbuka krn khawatir pada kondisi dirinya, maka hanya wajib membayar fidhyah. tetapi jika tidak puasa krn khawatir kondisi janinnya maka wajib fidhyah dan juga qodlo. benarkah demikian? <br /><br />Pada waktu itu saya mengikuti jawaban ustadz tsb, jadi saya membayar fidhyah dan jg meng-qodlo puasa saya. tetapi krn saya menyusui maka qodlho saya baru lunas tahun berikutnya (melewati 1x ramadhan).<br />Terimakasih banyak atas jawabannya.<br /><br />Wassalaamu'alaikum wr. wb.Kartikahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-81860268073083933742010-08-26T12:26:13.698+07:002010-08-26T12:26:13.698+07:00Jadi letak perbedaan kami dan antum, yah sudah jel...Jadi letak perbedaan kami dan antum, yah sudah jelas, tentang riwayat Ibnu 'Abbas dan Ibnu 'Umar. Kami tidak setuju dengan riwayat tersebut. Maka ujung2nya yah tetap berbeda. Sehingga jadilah kami menggunakan qiyas sebagaimana yg dipilih oleh Ibnu Qudamah dan ini karena memperhatikan dalil lain. Sehingga tidak perlu antum katakan ini qiyas yang "aneh".<br /><br />Sehingga kami rasa demikian diskusi tentang masalah ini. Tolong hargai pendapat kami, dan sama sekali kami pun tidak memaksakan pendapat tersebut pada antum<br /><br />Barakallahu fiikum. Terima kasih atas tambahan ilmunya.Unknownhttps://www.blogger.com/profile/04798830728519645443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-16756966356611193322010-08-26T11:58:31.320+07:002010-08-26T11:58:31.320+07:00Sebenarnya itulah yang letak saya tidak sepakat de...Sebenarnya itulah yang letak saya tidak sepakat dengan apa yang dikatakan Ibnu Qudaamah. Nyata sekali perbedaan sebab atau alasan hukum mengapa keduanya (yaitu wanita hamil/menyusui dan wanita haidl/nifas) berbuka. Jadi sangat wajar jika yang satu cukup membayar fidyah, dan yang lain qadla'. Tidak ada musykilah.<br /><br />Oleh karena itu, 'aneh' rasanya menyandingkan dengan logika qiyas : <br /><br /><i>jika wanita hamil/menyusui membayar fidyah, maka seharusnya wanita haidl/nifas juga membayar fidyah</i>.<br /><br />Adapun masalah bahwa keduanya diandaikan sama-sama mampu mengqadla' di lain hari, maka ini adalah masalah lain. Mengapa ? Karena antara wanita haidl/nifas dan wanita hamil/menyusui, masing-masing telah <b>tetap nash</b> yang mengaturnya. Ketika telah menerima nash, maka batallah qiyas. 'Illat berbukanya saja sudah beda, maka wajar konsekuensi hukum lanjutannya berbeda.<br /><br />Oleh karena itu, sedari awal saya tidak menganggap satu kesulitan dalam mendudukkan permasalahan antara wanita haidl/nifas dengan wanita hamil/menyusui, karena keduanya adalah BERBEDA. <br /><br />Baarakallaahu fiik.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-62257487353053176032010-08-26T11:33:01.451+07:002010-08-26T11:33:01.451+07:00Cara pandang qiyasnya saja antara antum dan Ibnu Q...Cara pandang qiyasnya saja antara antum dan Ibnu Qudamah yg berbeda:<br /><br />Wanita nifas dan haidh sama-sama tidak puasa (haram puasa), mereka mampu mengqodho' di hari lain karena mereka bukanlah orang yang tua rentah yg sudah lemah.<br /><br />Wanita menyusui pun demikian, mereka mampu mengqodho' di hari lain karena mereka pun bukan orang yang tua rentah yang sudah lemah.<br /><br />Jadi maal musykilah?<br />وَلَنَا أَنَّهُمَا يُطِيقَانِ الْقَضَاءَ ، فَلَزِمَهُمَا ، كَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ، وَالْآيَةُ أَوْجَبَتْ الْإِطْعَامَ ، وَلَمْ تَتَعَرَّضْ لِلْقَضَاءِ ، فَأَخَذْنَاهُ مِنْ دَلِيلٍ آخَرَ .<br /><br />Jadi dari sisi cara pandang sj yg berbeda. <br />Kami hargai pendapat antum, kami juga tidak paksakan pendapat kami. <br /><br />Mohon agar kami bisa berbeda pendapat dengan antum karena dari sisi pandangnya yg berbeda.<br /><br />Barakallahu fiikum.Unknownhttps://www.blogger.com/profile/04798830728519645443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-44365362764482819992010-08-25T12:31:47.433+07:002010-08-25T12:31:47.433+07:00Sebagai perkataan ringkas dari apa yang saya tulis...Sebagai perkataan ringkas dari apa yang saya tulis di atas tentang penyamaan wanita nifas dengan wanita hamil/menyusui : <br /><br /><i>Jika 'illat diperbolehkannya berbuka bagi wanita hamil/menyusui adalah karena ketidakmampuan atau kekhawatiran, apakah dalam kasus wanita nifas juga demikian ?</i>.<br /><br />Jawabannya tidak.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-39155606255312397452010-08-25T11:08:12.950+07:002010-08-25T11:08:12.950+07:00Qiyas ma'al fariq-nya terletak pada : Antum me...Qiyas ma'al fariq-nya terletak pada : Antum menyamakan dua hal yang berlainan hukumnya. Jelas wanita haidl dan nifas adalah haram berpuasa <b>dalam segala keadaan</b>, meskipun ia sangat mampu untuk berpuasa. Adapun wanita hamil dan menyusui, maka ia diberikan <b>rukhshah</b> untuk berbuka jika mengkhawatirkan diri dan/atau anaknya. <br /><br /><br />Wanita pertama diwajibkan qadla', sedangkan wanita kedua tidak diharuskan qadla'. Saya kira cukup sharih perbedaannya. Tidak ada ta'arudl dalam hal penerapan hukum. Masing-masing mempunyai keadaan dan hukum tersendiri. Perkara keduanya mampu untuk mengqadla di hari lain, maka itu tidak ada kaitannya dengan hal ini. Karena, permasalahan hukum membayar fidyah atau qadla' bukanlah terletak pada : <i>Apakah ia mampu melaksanakan qadla' di hari lain</i>.<br /><br />Adapun jika antum ingin mengikuti pendapat Ibnu Qudaamah, sangat dipersilakan, karena itu adalah hak antum. Saya sangat menghargai itu. Tapi, ijinkanlah saya berbeda pendapat dengan antum dalam hal ini.<br /><br />Saya tidak pernah menganggap ini bukan <i>khilaf mu'tabar</i>. Adapun jika disimpulkan dalam hal ini bahwa di jaman shahabat tidak ada yang menyelisihi fatwa Ibnu 'Abbaas dan Ibnu 'Umar radliyallaahu 'anhum, maka itu perkara lain dalam pentarjihan. Dan itu biasa dalam dunia bahts. <br /><br />Saya pun tidak pernah mengatakan membayar fidyah adalah satu-satunya pendapat dalam permasalahan ini. Tidak ditampilkannya pendapat lain dalam artikel di atas tidak harus selalu mengkonsekuensikan itulah satu-satunya pendapat. Saya hanya ingin meringkas dalam satu bentuk pentarjihan saja. Oleh karena itu, dalam tulisan di atas saya arahkan bagi pengunjung Blog ini untuk melihat pendapat lain di Blog antum. Saya tidak ingin mengulang apa yang telah dituliskan ikhwan lain jika saya pandang itu telah mencukupi.<br /><br />Semoga Allah memberikan barakah kepada ilmu kita untuk memudahkan beramal....<br /><br /><i>Innii uhibbuka fillaah...</i>.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-35953587390159541022010-08-25T10:19:40.059+07:002010-08-25T10:19:40.059+07:00Qiyas ma'al fariqnya di mana?
Wanita nifas da...Qiyas ma'al fariqnya di mana?<br /><br />Wanita nifas dan haidh sama-sama tidak puasa (haram puasa), mereka mampu mengqodho' di hari lain karena mereka bukanlah orang yang tua rentah yg sudah lemah.<br /><br />Wanita menyusui pun demikian, mereka mampu mengqodho' di hari lain karena mereka pun bukan orang yang tua rentah yang sudah lemah.<br /><br />Lantas mana qiyas ma'al fariqnya?<br /><br />Kita mesti lihat dalil lain sebagaimana kata Ibnu Qudamah,<br /><br />وَلَنَا أَنَّهُمَا يُطِيقَانِ الْقَضَاءَ ، فَلَزِمَهُمَا ، كَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ، وَالْآيَةُ أَوْجَبَتْ الْإِطْعَامَ ، وَلَمْ تَتَعَرَّضْ لِلْقَضَاءِ ، فَأَخَذْنَاهُ مِنْ دَلِيلٍ آخَرَ .<br /><br />Coba perhatikan baik2 perkataan beliau tsb.<br /><br />Intinya, kami anggap ini adalah masalah khilaf yang mu'tabar. Jadi kami pun menghargai pendapat lainnya. <br /><br />Namun keliru, jika menganggap bahwa salafiyah hanyalah berpendapat fidyah sj sebagaimana inilah yg dianggap sebagian ikhwan yg sering komentar di muslim.or.id dan di web sy sendiri.<br /><br />Semoga Allah selalu berkahi ilmu antum. Inni uhibbuka fillah.Unknownhttps://www.blogger.com/profile/04798830728519645443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-74580944732717427032010-08-25T08:39:07.694+07:002010-08-25T08:39:07.694+07:00Mungkin antum salah paham....
Saya katakan : Peny...Mungkin antum salah paham....<br /><br />Saya katakan : Penyandingan antum antara wanita nifas dengan wanita hamil dan menyusui adalah <b>kurang tepat</b>, karena memang keduanya keadaan itu <b>berbeda</b>. <br /><br />Seorang wanita yang menyusui pada asalnya ia <b>boleh</b> berbuka puasa atau melanjutkan puasanya jika ia khawatir terhadap dirinya. Tidak dinukil perbedaan pendapat mengenai kebolehan ini sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaukaaniy. <br />Akan tetapi jika wanita tersebut jatuh dalam keadaan nifas, maka ia menjadi <b>diharamkan</b> berpuasa, meskipun ia menyusui. Dan tidak ada perbedaan pendapat tentang pelarangan dua hal ini.<br /><br />Sama halnya seorang wanita yang sedang melakukan safar. Pada asalnya ia <b>boleh</b> berbuka. Namun jika ia jatuh dalam keadaan haidl atau nifas saat safar, maka ia menjadi <b>diharamkan</b> untuk berpuasa.<br /><br />Oleh karena itu, dua keadaan yang berbeda sangat logis jika mengkonsekuensikan hukum yang berbeda. <br /><br />Permasalahannya adalah bukan karena di hari lain ia mampu berpuasa. Ini timbul karena antum menggunakan logika qiyas. Dalam hal ini, antum telah menyamakan dua hal yang berbeda (<i>qiyas ma'al-fariq</i>). <br /><br /><i>Baarakallaahu fiikum wa zaadakallaahu 'ilaman wa hirshan....</i>Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-51066842566579004032010-08-25T07:47:22.845+07:002010-08-25T07:47:22.845+07:00Nah itu malah pilih qodho'. Berarti antum kan ...Nah itu malah pilih qodho'. Berarti antum kan yakin ia (wanita nifas sekaligus menyusui) di hari lain mampu mengqodho'. <br /><br />Seharusnya antum pilih pendapat sebagaimana wanita menyusui harus fidyah. Karena wanita nifas juga lama, 40 hari gak puasa. Sebulan penuh di bulan Ramadhan, boleh jadi ia tidak puasa. Kalau antum menganut pendpaat Ibnu 'Abbas, seharusnya fidyah.<br /><br />Kami memang tahu bahwa saat nifas haram untuk puasa. Namun coba sekarang lihat, wanita nifas di hari lain kan mampu mengqodho' puasa, maka ia diharuskan qodho'. Lalu kenapa beda halnya dengan wanita menyusui?<br /><br />Dari sini tepatlah apa yg dikatakan Ibnu Qudamah:<br /><br />وَلَنَا أَنَّهُمَا يُطِيقَانِ الْقَضَاءَ ، فَلَزِمَهُمَا ، كَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ، وَالْآيَةُ أَوْجَبَتْ الْإِطْعَامَ ، وَلَمْ تَتَعَرَّضْ لِلْقَضَاءِ ، فَأَخَذْنَاهُ مِنْ دَلِيلٍ آخَرَ .<br /><br /><br />Allahu yubaarik fiik. Semoga Allah senantiasa memberkahi ilmu antum.Unknownhttps://www.blogger.com/profile/04798830728519645443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-12384025237206507552010-08-24T14:45:42.200+07:002010-08-24T14:45:42.200+07:00Ya itu beda sekali akh.... Dengan adanya nifas, ma...Ya itu beda sekali akh.... Dengan adanya nifas, maka ia <b>haram</b> untuk berpuasa. <br /><br />Pertanyaannya : "Apakah wanita yang hamil dan menyusui juga jadi haram berpuasa ?".<br /><br />Menurut saya, men-ta'arudl-kan antara wanita yang hamil dan menyusui dengan wanita yang nifas tidaklah tepat. Wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-4228711113738374512010-08-24T14:38:44.347+07:002010-08-24T14:38:44.347+07:00Satu hal yang mengganjal ketika ada yang menanyaka...Satu hal yang mengganjal ketika ada yang menanyakan pada kami:<br />"Bagaimana jika wanita mengalami nifas setelah ia melahirkan, apakah ia harus fidyah ataukah mengganti puasanya (qodho')?"<br /><br />Jika yg dipilih dalam masalah ini bhwa wanita menyusui sebagai gantinya adalah fidyah, maka aneh sj jika mengatakan bahwa wanita nifas pada saat itu diwajibkan fidyah. <br /><br />Karena memang para ulama telah sepakat bahwa hukum haidh sama dengan nifas karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengistilahkan haidh juga nifas (anti nafisti?). Jadi yang tepat, memang harus qodho' dalam kasus ini dan bukanlah fidyah. Karena tidak ada ulama yg katakan bahwa haidh harus fidyah. Maka demikianlah dengan nifas.<br /><br />Ini cuma sharing sj, dg apa yg mengganjal di hati.<br /><br />Intinya, kami doakan semoga Allah menjadikan ilmu antum adalah ilmu yang berkah.Unknownhttps://www.blogger.com/profile/04798830728519645443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-78252887007701509462010-08-24T09:40:31.383+07:002010-08-24T09:40:31.383+07:00@akh abduh,.....baarakallaahu fiikum.
akh@yulian,...@akh abduh,.....baarakallaahu fiikum.<br /><br />akh@yulian,... kalau antum perhatikan pada tulisan saya, saya hanya menggunakan kalimat :<br /><br /><i>tidak diketahui satu pun shahabat yang menyelisihi mereka berdua dalam permasalahan ini, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qudaamah.......</i>.<br /><br />Penyebutan tidak adanya penyelisihan berbeda dengan ijma' menurut sebagian ulama mutaqaddimiin. Asy-Syaafi'iy pernah berkata : <br /><br /><i>“Ilmu itu ada tingkatannya. Pertama, Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Kedua, Ijma’ yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketiga, perkataan salah seorang di antara shahabat dan tidak diketahui ada yang menyelisihinya. Keempat, perbedaan di kalangan shahabat. Kelima, qiyas terhadap salah satu tingkatan yang di atas. Tidak mengambil selain Al-Qur’an dan As-Sunnah selama keduanya ada, karena ilmu diambil dari yang di atas”</i>.<br /><br />Oleh karena itu, Asy-Syaafi'iy lebih banyak menggunakan termonologi : <i>aku tidak mengetahui adanya penyelisihan dalam hal itu</i> dan yang semisal, daripada kata : <i>ijma'</i>. Begitu juga para ulama yang lainnya dalam kitab-kitab mereka.<br /><br />Para ulama ushuuliyyuun kemudian mengistilahkan itu sebagai ijma' sukutiy. Mereka berbeda pendapat sangat panjang dalam perincian masalah ini, termasuk keabsahan berhujjah dengannya, dimana sebagian di antara bahasan itu gak bermanfaat untuk kita baca.<br /><br />Anyway,.... kalau pun misalnya perkataan <i>tidak diketahui adanya penyelisihan di antara shahabat</i> dikonsekuensikan sebagai ijma' sukutiy, ini merupakan konsekuensi peristilah dalam ushul-fiqh sebagaimana dikenal para ulama. Dan memang <b>tidak ternukil ada penyelisihan tersebut</b>, terlepas ada ulama yang menakwilkan bahwa Ibnu 'Abbaas mempunyai dua pendapat.<br /><br />Apapun itu, bahasan ini memang menjadi khilaf ulama semenjak jaman dahulu. Dan itu terbukti dalam kitab-kitab fiqh para ulama yang menghasilkan banyak ijtihad. Walau mungkin terselip sedikit pertanyaan kecil padanya : <i>adakah para shahabat khilaf dalam masalah ini ?</i>.<br /><br />Terima kasih atas masukannya yang berharga.<br /><br />Baarakallaahu fiik.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-21054680154483574642010-08-23T21:12:13.927+07:002010-08-23T21:12:13.927+07:00Hanya sedikit menambah faidah. Mengklaim ijma'...Hanya sedikit menambah faidah. Mengklaim ijma' sukutiy sama saja mengklaim ijma'. Padahal kita semua tentu tahu permasalahan ini khilaf mu'tabar masyhur sejak dahulu. Kurang sreg rasanya mengatakan jumhur ulama, bahkan imam 4 mazhab, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Ibnu Utsaimin, Lajnah Daimah -Rahimahumullah- menyelisihi ijma'. <br /><br />Lebih lagi adanya riwayat shahih dari Ibnu 'Abbas yang tidak hanya menyuruh untuk qadha namun bahkan menafikan fidyah.<br /><br />Oleh karena itu tepatlah kiranya perkataan Abu Muhammad Ibnu Hazm:<br />فَلَمْ يَتَّفِقُوا عَلَى إيجَابِ الْقَضَاءِ وَلا عَلَى إيجَابِ الإِطْعَامِ فَلا يَجِبُ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ؛ إذْ لا نَصَّ فِي وُجُوبِهِ وَلا إجْمَاعَ<br />"Para ulama tidak bersepakat tentang wajibnya qadha, tidak pula wajibnya fidyah, maka (menurutku) tidak wajib keduanya, karena tidak ada nash yang menunjukkan wajibnya dan juga <b>tidak ada ijma</b>'" (<i>Al Muhalla</i>, 4/251)Yulian Purnamahttp://kangaswad.wordpress.comnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-49178050828485364942010-08-23T15:18:12.621+07:002010-08-23T15:18:12.621+07:00Pertama, kami lebih merojihkan bahwa Ibnu 'Abb...Pertama, kami lebih merojihkan bahwa Ibnu 'Abbas dan Ibnu 'Umar telah meralat pendapatnya. <br />Kedua, jika kami memilih bahwa Ibnu 'Abbas dan Ibnu 'Umar telah memilih qodho' maka tepatlah nukilan Ibnu Qudamah selanjutnya:<br />وَلَنَا أَنَّهُمَا يُطِيقَانِ الْقَضَاءَ ، فَلَزِمَهُمَا ، كَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ، وَالْآيَةُ أَوْجَبَتْ الْإِطْعَامَ ، وَلَمْ تَتَعَرَّضْ لِلْقَضَاءِ ، فَأَخَذْنَاهُ مِنْ دَلِيلٍ آخَرَ .<br />وَالْمُرَادُ بِوَضْعِ الصَّوْمِ وَضْعُهُ فِي مُدَّةِ عُذْرِهِمَا ، كَمَا جَاءَ فِي حَدِيثِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { إنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ } .<br />وَلَا يُشْبِهَانِ الشَّيْخَ الْهَرِمِ ، لِأَنَّهُ عَاجِزٌ عَنْ الْقَضَاءِ ، وَهُمَا يَقْدِرَانِ عَلَيْهِ .<br />قَالَ أَحْمَدُ : أَذْهَبُ إلَى حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ .<br />يَعْنِي وَلَا أَقُولُ بِقَوْلِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ عُمَرَ فِي مَنْعِ الْقَضَاءِ .<br /><br />Mudah2an dengan adanya penjelasan ini, bukan berarti kita semakin menjauh. Namun semakin menambah wacana ilmiah kita. Sehingga tidak mengklaim dirinya 100% benar dan tidak menganggap bahwa salafiyah hanya berpendapat fidyah saja. Karena masalah ini adalah masalah khilafiyah yg sudah ma'ruf,tergantung dari sisi mana kita memandangnya.<br /><br />Semoga Allah merahmati dan memberkahi ilmu antumUnknownhttps://www.blogger.com/profile/04798830728519645443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-74890152862997958182010-08-23T14:28:57.490+07:002010-08-23T14:28:57.490+07:00Saya membawakan perkataan Ibnu Qudamah tentang tid...Saya membawakan perkataan Ibnu Qudamah tentang tidak adanya penyelisihan di antara shahabat atas perkataan Ibnu 'Umar dan Ibnu 'Abbaas bukan berarti saya ingin menunjukkan bahwa Ibnu Qudaamah sepakat dengan mereka berdua. Telah saya katakan sebelumnya :<br /><br /><i>Tidak ada penyelisihan dari kalangan shahabat adalah realitas - dan itu satu hal, dan pendapat Ibnu Qudamah yang menyelisihinya adalah satu hal yang lain yang tidak berpengaruh terhadap realitas yang ada</i>.<br /><br />Mohon agar diperhatikan.....<br /><br />Selengkapnya perkataan Ibnu Qudaamah tersebut dapat dibaca di :<br /><br /><a rel="nofollow">http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=1696&idto=1696&bk_no=15&ID=1641</a>.<br /><br />Dalam Al-Mughniy, saat Ibnu Qudaamah memaparkan beberapa khilaf, maka ia pun menyebut pendapat Ibnu 'Abbaas dan Ibnu 'Umar; yang ia lanjutkan dengan perkataan :<br /><br />ولا مخالف لهما في الصحابة<br /><br />Setelah menyebutkan ini, lalu Ibnu Qudaamah menyebutkan pendapatnya (dan juga tarjihnya).<br /><br />Adapun perkataan Ibnu Qudaamah sebelum itu :<br /><br />وجملة ذلك أن الحامل والمرضع ، إذا خافتا على أنفسهما ، فلهما الفطر ، وعليهما القضاء فحسب . لا نعلم فيه بين أهل العلم اختلافا <br /><br />saya yakin antum tahu, apakah memang hal itu tidak ada khilaf di antara ulama atau tidak.....<br /><br />Dan kembali pada permasalahan Ibnu 'Abbaas dan Ibnu 'Umar; apakah antum mengetahui ada shahabat yang menyelisihi mereka berdua dalam hal ini ?<br /><br />Wallaahu ta'ala a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-24928286379457360122010-08-23T13:57:47.471+07:002010-08-23T13:57:47.471+07:00Penukilan ijma' sukuti ini kami katakan gak te...Penukilan ijma' sukuti ini kami katakan gak tepat skali,<br />ولا مخالف لهما في الصحابة<br />“Tidak ada shahabat yang menyelisihi mereka berdua (Ibnu ‘Abbaas dan Ibnu ‘Umar)” [Al-Mughniy fil-Fiqh 3/140 – melalui perantaraan At-Tarjiih, hal. 60].<br />Coba antum baca baik2 di Al Mughni, beliau itu masih tetap wajibkan qodho' dalam setiap keadaan. Bahkan untuk wanita yang meninggalkan puasa karena khawatir pada dirinya, mk ia wajib qodho'. Ini beliau katakan ijma'.<br />Coba perhatikan baik2 perkataan Ibnu Qudamah<br />وَجُمْلَةُ ذَلِكَ أَنَّ الْحَامِلَ وَالْمُرْضِعَ ، إذَا خَافَتَا عَلَى أَنْفُسِهِمَا ، فَلَهُمَا الْفِطْرُ ، وَعَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ فَحَسْبُ .<br />لَا نَعْلَمُ فِيهِ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ اخْتِلَافًا ؛ لِأَنَّهُمَا بِمَنْزِلَةِ الْمَرِيضِ الْخَائِفِ عَلَى نَفْسِهِ .<br />Lalu beliau masih tetap katakan qodho' jika ibu hamil dan menyusui khawatir pada anaknya. Lihat di sini:<br />وَإِنْ خَافَتَا عَلَى وَلَدَيْهِمَا أَفْطَرَتَا ، وَعَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ وَإِطْعَامُ مِسْكِينٍ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ .<br /><br />Jadi sebenarnya nukilan Ibnu Qudamah itu, beliau masih maksudkan tetap ada qodho'. Mohon bisa dicek ulang secara utuh di Al Mughni sebelum menukil.<br /><br />Semoga Allah beri keberkahan ilmu pada antum.Unknownhttps://www.blogger.com/profile/04798830728519645443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-69483862663299713042010-08-23T12:32:21.742+07:002010-08-23T12:32:21.742+07:00Adapun saya membawakan perkataan Ibnu Qudamah hany...Adapun saya membawakan perkataan Ibnu Qudamah hanya sebagai keterangan bahwa dalam permasalahan ini tidak ada shahabat yang menyelisihinya. Syaikh Al-Bazmul saat mentarjih permasalahan ini juga membawakan perkataan Ibnu Qudamah tersebut. Syaikh Al-Firkuz sendiri mengatakan :<br /><br />ولأنّ قول ابن عباس وابن عمر رضي الله عنهم انتشر بين الصحابة ولم يعلم لهما مخالف من الصحابة فهو حجّة وإجماع عند جماهير العلماء، وهو المعروف عند الأصوليين بالإجماع السكوتي<br /><br />"Hal itu dikarenakan perkataan Ibnu 'Abbaas dan Ibnu 'Umar radliyallaahu 'anhum telah tersebar di kalangan shahabat dan tidak diketahui adanya penyelisihan di kalangan shahabat terhadap mereka berdua. Maka, ia merupakan hujjah dan ijma' menurut pakar ushul, yang disebut ijma' sukuti" [selesai].<br /><br />Perkataan antum bahwa perkataan Ibnu 'Abbaas dan Ibnu 'Umar paling mentok hanyalah riwayat mauquf (aqwal shahaabiy) sehingga tidak bisa dijadikan sebagai asal hujjah, ya...itu menurut ulama yang memberikan tarjih selain pendapat mereka berdua. Akan tetapi ini pun sarat kritik.<br /><br />Tafsir Ibnu 'Abbaas (yang ini disepakati Ibnu 'Umar) berkaitan dengan sebab turunnya ayat, sehingga dalam ilmu hadits, tafsir shahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya ayat dihukumi marfu'. Oleh karena itu, saya tidak sepakat jika perkataan Ibnu 'Abbaas (yang disepakati juga oleh Ibnu 'Umar) hanya sekedar pendapat pribadi saja.<br /><br />Ditambah lagi redaksi riwayat yang mengatakan : <br /><br />وثبت للشيخ الكبير والعجوز الكبيرة إذا كانا لا يطيقان الصوم والحبلى والمرضع إذا خافتا أفطرتا وأطعمتا كل يوم مسكينا<br /><br />"Akan tetapi <b>hukum itu tetap (tsabt)</b> (masih berlaku) bagi laki-laki dan wanita yang telah tua/lanjut usia apabila mereka tidak sanggup berpuasa, serta bagi wanita hamil dan menyusui apabila mereka khawatir (atas dirinya atau anaknya); untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap harinya".<br /><br />Darimana asalnya Ibnu 'Abbaas mengatakan satu penetapan hukum tersebut ? Susah dikatakan bahwa ini hanya merupakan pendapat pribadi semata. Bukankah ini ekuivalen dengan perkataan <i>minas-sunnah</i> (termasuk sunnah) dalam perkataan shahabat yang dalam ilmu hadits termasuk <i>marfu' hukman</i> ?.<br /><br />Oleh karena itu, tidak ada pertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah sama sekali.<br /><br />Penyelisihan <b>sebagian</b> ashhaab bukanlah dalil untuk membatalkan perkataan Ibnu 'Abbaas; sebagaimana juga penyelisihan seorang perawi bukanlah sebagai dalil kuat untuk membatalkan (kandungan hukum) hadits yang ia bawakan/riwayatkan. Apalagi, Sa'iid bin Jubair merupakan jajaran murid Ibnu 'Abbaas yang mengikuti pendapat syaikh-nya.<br /><br />Adapun pengkompromian dua riwayat Ibnu 'Abbaas, maka saya tetap cenderung memilih metode penjamakan sebagai metode yang paling baik untuk riwayat-riwayat yang saling bertentangan, sebagaimana itu ma'ruf dalam ushul-fiqh dan ushul-hadits.<br /><br />Tentang qiyas,.... saya hanya akan menukilkan perkataan Syaikh Al-Bazmuul :<br /><br />لأن قياس الحامل والمرضع على المريض لا يصح إذ هو في مقابلة النص<br /><br />Walau beliau sedang mengomentari qiyas terhadap orang sakit, maka hal yang sama dikatakan kepada orang yang mengqiyaskan kepada orang yang safar.<br /><br />Tentang 'athaf pada hadits Anas, <b>pada asalnya</b> memang demikian adanya <b>selama</b> tidak ada keterangan/dalil lain yang memalingkannya. Namun, bukankah dalam hal ini ada dalil yang memalingkannya ? Maksudnya, masing-masing objek telah ditetapkan hukum masing-masing melalui dalil-dalil khusus yang menunjukkannya.<br /><br />Wallaahu a'lam bish-shawwaab.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.com