tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post2914621030659368222..comments2024-03-24T04:17:07.334+07:00Comments on Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة: Kitab Mujmal Masaailil-Iman Al-'Ilmiyyah fii Ushuulil-'Aqiidatis-SalafiyyahUnknownnoreply@blogger.comBlogger50125tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-40336675651701376092012-08-01T08:14:53.946+07:002012-08-01T08:14:53.946+07:00alhamdulillah, saya cukup paham dengan perbedaan p...alhamdulillah, saya cukup paham dengan perbedaan pendapat ulama tentang masuk/ tidaknya amal jawarih ke dalam cakupan pokok iman. Sayangnya saya tetap belum bisa paham alur pemahaman yang disampaikan anonim dalam diskusinya dengan Abul Jauzaa. <br /><br />Jadi, saya sampaikan terima kasih kepada anonim yang bersedia mengakhiri diskusi ini sehingga saya tidak tambah bingung.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-90932651501628048012012-07-31T17:39:07.524+07:002012-07-31T17:39:07.524+07:00@Abu Al-Jauzaa'
Supaya Anda perhatikan, yang ...@Abu Al-Jauzaa'<br /><br />Supaya Anda perhatikan, yang saya katakan adalah jumhur ulama berpendapat bahwa amal jawaarih tidak masuk dalam ashlul-iman. Artinya apa ? sebagian ulama lain memasukkan amal jawaarih dalam bagian ashlul-iman yang jika ditinggalkan akan menyebabkan kekafiran.<br /><br />====================<br /><br />Kalau begitu OK deh akhi .... ana kok lebih cenderung dengan pendapat "sebagian ulama" itu. Dengan demikian ana cukupkan diskusi ini sampai disini ....Jazakallahu khair atas kesediaan antum menanggapi kement2 ana dan semoga hal ini bermanfaat bagi ana dan juga kepada pembaca yg lain. Sekian ..... wassalam.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-10623140349738718922012-07-31T17:00:24.334+07:002012-07-31T17:00:24.334+07:00Perkataan Anda :
"Yang musykil bagi ana itu ...Perkataan Anda :<br /><br /><i>"Yang musykil bagi ana itu adalah terkait adanya ketentuan bahwa ashlul kufur itu bisa dimasuki amal jawarih sedangkan hal itu tidak berlaku bagi ashlul iman. Hal itu apakah ditetapkan oleh logika ataukah dengan dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logika penalarannya ? Bukankah ashlul kufur dan ashlul iman sama2 tempatnya dihati ? Maka aneh rasanya pembagian ini.<br /><br />Apa antum bisa membawakan mantuq perkataan Ibnu taimiyah yang dapat menjelaskan masalah yang musykil di atas ?</i> [selesai].<br /><br />Mengapa harus ada kemusykilan, karena hukum kekafiran itu mesti <b>diperinci untuk masing-masing amal dan masing-masing kasus</b>. Dan itu dikembalikan pada masing-masing dalilnya.<br /><br />Supaya Anda perhatikan, yang saya katakan adalah <b>jumhur ulama</b> berpendapat bahwa amal jawaarih tidak masuk dalam ashlul-iman. Artinya apa ? sebagian ulama lain memasukkan amal jawaarih dalam bagian ashlul-iman yang jika ditinggalkan akan menyebabkan kekafiran. Maka, ashlul-iman itu mewajibkan adanya sesuatu yang tidak boleh mengalami pengurangan agar ashlul-iman itu ada. Paham ?<br /><br />Tentu saja ini didasarkan pada dalil - bukan logika - karena agama itu didasarkan pada dalil. Tapi Anda tidak akan mendapatkan dalil mujmal yang sharih yang menyebutkan bahwa amal jawaarih itu tidak masuk ashlul-iman atau masuk ashlul-iman. Perkataan ulama yang saya sebut di atas didasarkan pada istiqra' dalil-dalil yang ada. Sudah saya katakan pada Anda bahwa perbedaan pendapat ini kembali pada permasalahan amal-amal yang dapat mengkafirkan jika ditinggalkan. Para ulama telah menjelaskan bahwa amalan dhahir (jawaarih) yang dapat menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan adalah amal-amal yang terdapat dalam arkanul-Islam yang empat. Dan mereka sepakat bahwa amal-amal kewajiban selain arkanul-Islam, tidak menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan. <br /><br />Bukankah Anda telah mengerti - saya harap begitu - perbedaan ulama mengenai hukum orang yang meninggalkan shalat, zakat, puasa, dan haji ?. Dan ingat, diantara empat hal itu, shalat merupakan amal dhahir yang menduduki peringkat paling atas. Jika jumhur ulama tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkan (selama ia masih mengakui kewajibannya), maka mereka akan lebih tidak mengkafirkan kewajiban-kewajiban lain yang kedudukannya di bawah shalat. Inilah madzhab jumhur ulama. Dan dari sisilah dapat dipahami bahwa jumhur ulama tidak memasukkan amal dhahir dalam ashlul-iman.<br /><br />====<br /><br />Tentang masalah ashlul-kufur, maka ia juga mesti dikembalikan pada dalil. Gampangnya dari pengertian ashlul-kufur adalah segala sesuatu yang keberadaannya menyebabkan kekafiran. Misal dari perbuatan ini adalah : istihzaa'. Ia adalah perbuatan dhahir yang jika dilakukan dapat mengkafirkan pelakunya, meski pelakunya mengaku bercanda. Ini merupakan ijma'. Dalilnya ada dalam QS. At-Taubah ayat 64-66.<br /><br />Kira-kira seperti itu lah kerangka pendalilan dan pemahamannya.<br /><br />Jadi,... Anda jangan membolak-balik seperti perkataan Anda di atas. Tidak melakukan istihzaa' merupakan bagian dari ashlul-iman. Kenapa ?. Karena istihzaa' itu adalah amalan yang dapat menyebabkan kekafiran. Ini jalan pikiran Anda di atas. Dan inilah yang saya sebut tidak jelas dan campur aduk.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-64110523261193669632012-07-31T16:36:50.152+07:002012-07-31T16:36:50.152+07:00Silakan baca :
Pokok Iman (Ashlul-Iimaan) Menurut...Silakan baca :<br /><br /><a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/11/pokok-iman-ashlul-iimaan-menurut-ahlus.html" rel="nofollow">Pokok Iman (Ashlul-Iimaan) Menurut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah</a>.<br /><br />NB : <br /><br />1. Makanya, di awal saya sudah menduga, bahwa pembicaraan ini terlalu mundur ke belakang, karena Anda tidak memahami permasalahan yang sedang antum masalahkan.<br /><br />2. Saya juga tidak mengatakan bahwa iman itu tidak bisa hilang. Perkataan iman itu yazzid wa yanquush itu lebih umum. Dan itulah yang tertera dalam kitab para ulama, dimana di dalamnya sudah include bahwa iman itu bisa menduduki awan (seperti imannya para anbiyaa'), tapi juga bisa habis sehingga mengkonsekuensikan kekafiran.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-45582967697147855582012-07-31T16:35:54.414+07:002012-07-31T16:35:54.414+07:00Dalam tinjauan bahasa pun mudah dipahami, bahwa be...Dalam tinjauan bahasa pun mudah dipahami, bahwa beramal itu artinya melakukan sesuatu. Tidak beramal itu tidak melakukan sesuatu. Para ulama ketika menjelaskan definisi sunnah pun membedakan antara amal dengan taqriir. Amal itu adalah segala sesuatu yang dikerjakan Nabi . Adapun taqrir adalah diamnya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sebagai tanda persetujuan. Maksudnya, meninggalkan pengingkaran dalam taqriir ini tidak disebut sebagai 'amal' tersendiri.<br /><br />Dan kemudian,.... Inilah gunanya membedakan sebab-sebab kekafiran antara meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu. Dalam sisi 'meninggalkan sesuatu', jumhur ulama tidak memasukkan amal dhahir dalam cakupan ashlul-iman. Artinya, jumhur ulama berpendapat bahwa meninggalkan kewajiban-kewajiban amal-amal dhahir tidak menyebabkan kekafiran. Kekafiran, dari sisi at-tark (meninggalkan sesuatu) hanyalah jatuh pada orang yang meninggalkan i'tiqad dan iqraar. Inilah madzhab jumhur ulama. Beda halnya dengan pendapat sebagian ulama yang memasukkan sebagian arkanul-islam yang empat dalam ashlul-iman.<br /><br />Jika ditinjau dari sisi 'melakukan sesuatu', maka ada beberapa amal dhahir yang jika dikerjakan dapat menyebabkan kekafiran.<br /><br />Selain itu, adalah <b>sangat salah</b> jika Anda memutlakkan bahwa amal dhahir masuk dalam ashlul-iman. Memutlakkan seperti ini adalah manhajnya khawarij. Yang benar, <b>sebagian</b> amal dhahir masuk dalam ashlul-iman. Tentu saja ini menilik perkataan sebagian ulama yang memasukkan amal shalat, atau puasa, atau zakat, atau haji dalam ashlul-iman.<br /><br />Dan saya lihat, Anda pun sepertinya belum dlabth dalam pemahaman. Misalnya Anda mengatakan :<br /><br /><i>"segala bentuk tindakan berupa tidak sujud pada berhala,tidak membuang mushhaf ke tempat sampah,tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, tidak mentabdil hukum-hukum Nya adalah jenis-jenis amalan jawarih yang menjadi bagian dari ashlul iman meskipun hanya dengan sekedar meninggalkannya"</i> [selesai].<br /><br />Sadar gak Anda ada yang aneh dengan perkataan Anda ?. Hakekat dari yang Anda sebut tadi adalah tidak melakukan sesuatu. Padahal yang dituntut dalam banyak pembicaraan ashlul-iman adalah sesuatu yang harus 'ada' pada diri seseorang. Tapi perkataan di atas adalah membicarakan peniadaannya. Ashlul-iman itu akan batal dengan adanya ashlul-kufur. Kalau disebut ashlul-kufur, maka itu bicara pada perbuatan apa yang bisa menyebabkan kekafiran (murtad). Itu pertama.<br /><br />Kemudian masalah 'tidak mentabdil hukum Allah'. Sebenarnya para ulama - kalau Anda mau baca - menyebutkan pokok permasalahan berhukum dengan hukum Allah. Inilah amal ketaatan yang masuk dalam cakupan iman. Tapi permasalahannya adalah : Apakah berhukum dengan hukum Allah itu bisa dikatakan masuk dalam cakupan ashlul-iman ?. Kalau Anda mengatakan ya, maka Anda sejak dari kemarin mungkin telah mengkafirkan diri Anda sendiri. Berbohong, ghibah, mencuri, dan segala sesuatu yang menyimpang dari syari'at yang dilakukan manusia disebut tidak berhukum dengan hukum Allah. Kalau Anda katakan masalah tabdiil, Anda ngerti gak yang disebut tabdiil menurut ulama terdahulu ?. Ini ada perinciannya. Anda bisa baca di :<br /><br /><a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/10/syubhat-qs-at-taubah-ayat-31.html" rel="nofollow">Syubhat QS. At-Taubah ayat 31</a>.<br /><br />Itu saja mungkin yang dapat saya sampaikan. Kita akhiri saja deh ya pembicaraan ini, karena sudah terlalu sering dan berulang membicarakannya.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-40311311790958397162012-07-31T16:34:19.035+07:002012-07-31T16:34:19.035+07:00Sujud pada berhala memang amalan yang bisa mengant...Sujud pada berhala memang amalan yang bisa mengantar pada kekafiran, karena ia adalah ashlul-kufur pada amal jawaarih. Namun kalau Anda mengatakan kebalikannya bahwa tidak sujud pada berhala termasuk ashlul-iman, ya ini namanya kebolak-balik, overlap, dan tidak jelas. Bukan seperti itu yang dijelaskan para ulama. Jika dikatakan bahwa tidak beramal merupakan amal itu sendiri (yang bisa mengkonsekuensikan pada pahala dan doa), maka itu sebenarnya bukan pengertian amal yang sebenarnya. Ia dianggap amal dari sisi lain, yaitu kebalikannya. Bukankah dalam banyak kitab 'aqidah banyak dijelaskan ketika membahas masalah iman, yaitu cabang-cabang amal. Misalnya amal hati, yaitu : <b>inqiyaad (ketundukan), taslim (kepasrahan), khudluu’, kecintaan, dan yang lainnya</b>. Ini adalah macam-macam amal yang sifatnya aktif (melakukan sesuatu). Oleh karenannya, mereka tidak menyebutkan cabang amal dalam hati dalam bentuk negatif, seperti : tidak benci, tidak sombong, dan yang semisalnya. Begitu pula saat menyebutkan cabang iman dalam anggota badan, maka disebutkan : shalat, dzikir, puasa, shadaqah, menolong orang lain. Mereka tidak menyebutkan dengan perkataan dalam bentuk negatif : tidak menyakiti orang tua, tidak menggunjing, tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, dan yang semisalnya. Oleh karena itu dalam hadits pun disebutkan dengan lafadh :<br /><br />الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ<br /><br />“Iman itu ada tujuh puluh, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah perkataan : Laa ilaha illallaah (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah salah satu cabang dari iman” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 35].<br /><br />Ini adalah macam-macam amal perbuatan yang masuk dalam cakupan iman. Bentuknya positif, yaitu melakukan sesuatu.<br /><br />Dari sinilah Ibnu Mandah berkata :<br /><br />وقال جمهور أهل الإرجاء الإيمان هو فعل القلب واللسان جميعا<br /> وقالت الخوارج الإيمان فعل الطاعات المفترضة كلها بالقلب واللسان وسائر الجوارح<br /><br />........<br /><br />وقال أهل الجماعة الإيمان هي الطاعات كلها بالقلب واللسان وسائر الجوارح غير أن له أصلا وفرعا<br /><br />“Dan jumhur orang Murji’ah berkata : iman itu perbuatan hati dan lisan seluruhnya. Orang-orang Khawarij berkata : <b>iman itu semua perbuatan ketaatan yang diwajibkan, dengan hati, lisan, dan anggota tubuh (jawaarih)</b>. ...... Dan Ahlus-Sunnah berkata : <b>iman itu seluruh ketaatan yang dilakukan oleh hati, lisan, dan seluruh anggota badan, dimana ia mempunyai pokok (al-ashl) dan cabang (al-far’)</b>” [Al-Iimaan, 1/331].Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-58337151513829638552012-07-31T16:14:19.635+07:002012-07-31T16:14:19.635+07:00@Abu Al-Jauzaa'
Yang musykil bagi ana itu ad...@Abu Al-Jauzaa'<br /><br /><br />Yang musykil bagi ana itu adalah terkait adanya ketentuan bahwa ashlul kufur itu bisa dimasuki amal jawarih sedangkan hal itu tidak berlaku bagi ashlul iman. Hal itu apakah ditetapkan oleh logika ataukah dengan dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logika penalarannya ? Bukankah ashlul kufur dan ashlul iman sama2 tempatnya dihati ? Maka aneh rasanya pembagian ini.<br /><br />Apa antum bisa membawakan mantuq perkataan Ibnu taimiyah yang dapat menjelaskan masalah yang musykil di atas ?Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-64116303591619664272012-07-31T12:28:10.020+07:002012-07-31T12:28:10.020+07:00@Abu Al-Jauzaa'
Berdasarkan dalil serta penje...@Abu Al-Jauzaa'<br /><br />Berdasarkan dalil serta penjelasan ulama diatas tentang hakikat "amal" dalam terminologi syari'at maka dapatlah kita katakan bahwa segala bentuk tindakan berupa tidak sujud pada berhala,tidak membuang mushhaf ke tempat sampah,tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, tidak mentabdil hukum-hukum Nya adalah jenis-jenis amalan jawarih yang menjadi bagian dari ashlul iman meskipun hanya dengan sekedar meninggalkannya. Demikian pula sebaliknya bahwa sujud pada berhala, membuang mushhaf ke tempat sampah,mencacai maki Allah dan Rasul-nya, mentabdil hukum-hukum Nya adalah merupakan amal jawarih yang merupakan bagian dari ashlul kufur.<br /><br />Dan sependek pengetahuan ana, maka Iman menurut keyakinan Ahlus-Sunnah, tidak hanya bisa bertambah dan berkurang akan tetapi lebih dari pada itu, bahkan bisa hilang tak berbekas alias murtad.<br /><br />Jadi tidak terlalu tepat menurut ana kalau konteks pembahasan iman dalam bingkai ahlussunnah hanya ditempatkan serta dibatasi pada permasalahan bertambah serta berkurangnya iman tapi perlu lebih luas dari itu.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-79766043663570134502012-07-31T11:59:48.938+07:002012-07-31T11:59:48.938+07:00Makanya, kalau Anda mengatakan bahwa meninggalkan ...Makanya, kalau Anda mengatakan bahwa meninggalkan sujud pada berhala termasuk bagian amal dhahir pada ashlul-imaan; maka jika saya tanya :<br /><br />"Amal apakah yang jika tidak Anda lakukan menyebabkan hilangnya ashlul-iman ?".<br /><br />Mungkin jawaban Anda :<br /><br />"Meninggallkan sujud pada berhala, meninggalkan membuang mushhaf,... dst.".<br /><br />Bisa saja dibenarkan. Tapi ini tidak sesuai dengan konteks.<br /><br />Imam Ahmad berkata dalam konteks naik turunnya iman dari sisi amal :<br /><br />Tentang riwayat Al-Imaam Ahmad rahimahullah, anaknya – Shaalih bin Ahmad – berkata :<br /><br />سألت أبي عمن يقول : الإيمان يزيد وينقص، ما زيادته ونقصانه ؟. فقال : زيادته بالعمل ونقصانه بترك العمل، مثل تركه : الصلاة والحج وأداء الفرائض......<br /><br />Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang orang yang berkata : ‘Iman itu bisa bertambah dan berkurang. Apakah penambahan dan pengurangannya ?’. Ia (Ahmad) menjawab : ‘<b>Penambahannya adalah dengan amal dan pengurangannya adalah dengan meninggalkan amal. Contoh meninggalkan amal adalah : shalat, haji, dan penunaian berbagai kewajiban....</b>” [Masaailu Al-Imaam Ahmad bi-Riwayaat Abil-Fadhl Shaalih, 2/119].<br /><br />Saya harapkan Anda paham.....Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-53339850589801042452012-07-31T11:51:18.411+07:002012-07-31T11:51:18.411+07:00Katanya sudah paham, lha kok sekarang nambah Anda ...Katanya sudah paham, lha kok sekarang nambah Anda ini. Berarti belum paham dong....<br /><br />Tentang firman Allah ta'ala yang Anda sebut :<br /><br />"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. 5: 79).<br /><br />Kira-kira melarang perbuatan munkar itu termasuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu ?. Atau kalau kurang jelas : Perbuatan Anda melarang anak-anak Anda hujan-hujanan itu termasuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu ?. Saya heran Anda berdalil dengan ayat ini. <br /><br />Meninggalkan amal perbuatan memang bisa dipandang sebagai amal itu sendiri. Namun khusus dalam bahasan tarkul-'amal dhaahir yang dikaitkan dengan ashlul-iman, maka itu salah sambung. Kenapa ?. Kalau memang meninggalkan amal itu termasuk bagian amal dhahir dalam cakupan ashlul-iman, maka selesailah perkara, karena orang yang Anda kritik sebagai Murji' pun tetap mengakui bahwa sujud pada berhala, istihzaa' terhadap syari'at, dan yang lainnya itu bisa menyebabkan kekufuran. Konsekuensinya, wajib meninggalkan itu semua. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan secara lafdhiy saja, bukan hakiki.<br /><br />Tapi sekali lagi, Anda salah sambung. Orang yang Anda copas tulisannya itu mengkritik pihak lain sebagai Murji' bukan sebab itu. Sebabnya adalah karena adanya pendapat <b>meninggalkan amal dhahir</b> itu tidak menyebabkan kekafiran, karena amal dhahir masuk dalam cakupan kamaalul-iimaan. Paham dari sini ?.<br /><br />Nah, di atas kan sudah saya sebutkan perkataan Ibnu Taimiyyah. Sudah baca belum ?. Dan ini perkataan yang lain dari beliau :<br /><br />فَأَصْلُ الإِيمَانِ فِي القَلْبِ - وَهُوَ قَوْلُ القَلْبِ وَعَمَلُهُ ، وَهُوَ إِقْرارٌ بِالتَّصْدِيقِ وَالحُبِّ وَالانْقِيَادِ -؛ وَمَا كَانَ فِي القَلْبِ فَلاَ بُدَّ أَنْ يَظْهَرَ مُوجَبُهُ وَمُقْتَضَاهُ عَلَى الجَوَارِحِ ، وَإِذَا لَمْ يَعْمَلْ بِمُوجَبِهِ وَمُقْتَضَاهُ دَلَّ عَلَى عَدَمِهِ أَوْ ضَعْفِهِ<br /><br />“<b>Ashlul-iimaan itu ada di hati - yaitu perkataan dan amalan hati, dan ia adalah iqraar dengan pembenaran (tashdiiq), kecintaan, dan ketundukan</b>. Dan iman yang ada di dalam hati sudah semestinya menampakkan konsekuensinya dan kebutuhannya pada anggota badan (jawaarih). Apabila ia tidak mengamalkan konsekuensi dan kebutuhannya pada amal anggota badan (jawaarih), itu menunjukkan ketiadaan dan kelemahannya" [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/644].<br /><br />Al-Imaam Al-Marwaziy rahimahullah berkata :<br /><br />فأصل الإيمان الإقرار والتصديق<br /><br />“<b>Maka ashlul-iimaan adalah iqraar dan tashdiiq</b>” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/519].<br /><br />Perhatikan yang saya bold.<br /><br />Kemudian tentang posisi amal dhaahir, Al-Imaam Al-Marwadziy rahimahullah berkata :<br /><br />لأن البي صلى الله عليه وسلم سمّى لإيمانَ بالأصل وبالفروع، وهو الإقرارُ، والأعمال....... فجعلَ أصلَ الإيمانِ الشهادة، وسائرَ الأعمال شُعباً، ثمّ أخبرَ أنّ الإيمان يكمل بعد أصلهِ بالأعمالِ الصّالحة....<br /><br />“Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menamakan iman dengan ashl (pokok) dan furuu’ (cabang); dan ia adalah iqraar dan amal-amal…… Dan beliau menjadikan ashlul-iimaan syahadat, <b>dan menjadikan seluruh amal cabang-cabang. Kemudian beliau mengkhabarkan bahwasannya iman disempurnakan setelah pokoknya dengan amal-amal shaalihah….</b>” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/711-712].<br /><br />Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :<br /><br />الدّينُ القائمُ بالقلبِ من الإيمانِ علماً وحالاً هو الأصل ، والأعمالُ الظّاهرةُ هي الفروعُ ، وهي كمالُ الإيمانِ<br /><br />“Agama yang tegak dengan keimanan di hati secara ilmu dan keadaannya, merupakan pokok. <b>Dan amal-amal dhaahir merupakan cabang-cabang (iman), dan ia adalah kesempurnaan iman</b>” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/354].<br /><br />Silakan perkataan di atas dipahami dengan benar.<br /><br />=====Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-13999537033233807242012-07-31T09:50:47.009+07:002012-07-31T09:50:47.009+07:00@Abu Al-Jauzaa', perkataan antum :
Jika Anda ...@Abu Al-Jauzaa', perkataan antum :<br /><br />Jika Anda menjawab : Tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya.<br />Ini namanya jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan ketika membahas ahlul-iman. Sama halnya jika Anda ditanya :<br />"Pekerjaan apa saja yang wajib Anda lakukan di kantor agar Anda tidak dipecat ?".<br />Ketika Anda menjawab : Tidak korupsi, tidak malas, tidak melakukan ini, tidak melakukan itu, dan sejenisnya; maka hakekat jawaban Anda adalah Anda tidak melakukan apa-apa. Ini tidak nyambung dengan pertanyaannya, karena yang ditanya : 'pekerjaan apa saja yang Anda lakukan'. Seharusnya jawaban yang harus Anda berikan adalah : absen, merapikan meja, menyelesaikan laporan, dan yang semisal.<br />Semoga Anda paham.<br /><br />======================<br /><br />Jadi menurut antum ungkapan pernyataan seperti : <br /><br />Saya tidak sujud pada berhala, <br />Saya tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, <br />Saya tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan <br />Saya tidak tidak yang lainnya itu... maka semua itu bukan termasuk dalam kategori amal berdasarkan terminologi syari'at yah ?<br /><br />Bukankah juga telah ma'ruf diketahui bahwa termasuk dalam katagori perbuatan adalah meninggalkan dan menolak terhadap perintah, seperti meninggalkan sholat dan tidak berhukum dengan hukum Allah Ta’ala.?<br /> Karena sesungguhnya setelah diteliti bahwa meninggalkan perintah itu masuk dalam perbuatan, berlandaskan firman Allah Ta’ala:<br /><br />"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. 5: 79)<br />Allah Ta’ala menamakan "tidak saling melarang kemungkaran" itu sebagai perbuatan, dan dalam hal ini ada dalil-dalil lain yang disebutkan olehSyaikh Muhammad al-Amin Asy-Syinqithi dalam kitab Mudzakkirotu Ushulil Fiqhi cet. Maktabah Ibnu Taimiyah, th. 1409 H. hal. 46. dan Ibnu Hajar juga mengatakan:<br /><br />”Meninggalkan amalan itu yang benar adalah termasuk perbuatan.” <br />(fathul bari XII/315)<br />Sehingga berdasarkan pemahaman diatas maka akan musykil rasanya apabila amal jawarih tidak dianggap sebagai bagian dari ashlul iman ... wallahu'alamAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-39440612455897831682012-07-31T07:55:48.827+07:002012-07-31T07:55:48.827+07:00alhamdulillah, doa saya terkabul.alhamdulillah, doa saya terkabul.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-69667928585230011062012-07-30T23:46:23.320+07:002012-07-30T23:46:23.320+07:00Abu Al-Jauzaa' :
Ohh ... jadi menurut antum u...Abu Al-Jauzaa' :<br /><br />Ohh ... jadi menurut antum ungkapan bahasa seperti tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencaci maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya bukan termasuk bagian dari pengetian amal yah ? Yah kalau begitu pahamlah ana ....syukron kalau begitu.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-89557957100375967592012-07-30T22:45:33.492+07:002012-07-30T22:45:33.492+07:00Itulah ambigunya Anda yang tidak membedakan antara...Itulah ambigunya Anda yang tidak membedakan antara meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu. Para ulama telah membedakan ini. Makanya Ibnu Taimiyyah dalam bahasan at-tark mengatakan :<br /><br />كما قال أهل السنة: إن من ترك فروع الإيمان لا يكون كافرًا، حتى يترك أصل الإيمان. وهو الاعتقاد <br /><br />“Sebagaimana dikatakan Ahlus-Sunnah : Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan cabang-cabang iman <b>tidaklah menjadi kafir, hingga ia meninggalkan ashlul-iimaan, yaitu i’tiqaad...</b>”<br /><br />فأما أصل الإيمان الذي هو الإقرار بما جاءت به الرسل عن الله تصديقًا به وانقيادًا له، فهذا أصل الإيمان الذي من لم يأت به فليس بمؤمن؛<br /><br />“<b>Dan ashlul-imaan yang berupa iqraar (penetapan)</b> terhadap segala sesuatu yang dibawa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari Allah dengan pembenaran dan ketundukan terhadapnya, maka inilah ashlul-iimaan <b>yang barangsiapa tidak mempunyainya</b>, maka ia bukan mukmin” [Majmu’ Al-Fataawaa, 7/638].<br /><br />Namun di sisi lain Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan bahwa orang yang mencaci Allah dan Rasul-Nya, istihzaa', dan yang sejenisnya dapat menyebabkan kekafiran.<br /><br />Dua jenis perkataan di atas tidaklah kontradiktif, karena Ibnu Taimiyyah membedakan antara meninggalkan sesuatu dan mengerjakan sesuatu; yang dapat menyebabkan kekafiran. <br /><br />Kalau Anda tidak sependapat, ya silakan alamatkan itu pada Ibnu Taimiyyah ya... Karena saya lihat Anda sudah mempunyai jawaban tersendiri sebelum bertanya. <br /><br />Saya lagi capek berdebat soal ini. Terlalu mundur ke belakang membicarakannya jika hal ini belum Anda pahami. Para ulama telah menjelaskan (dan ini sudah diterangkan di jenjang kuliah 'aqidah di Saudi) bahwa ashlul-iman itu adalah tingkatan keimanan yang tidak boleh mengalami pengurangan. Jika ia ditinggalkan, kafir hukumnya. Karena bahasannya adalah "kafir jika ditinggalkan", maka bahasannya tentu saja berkisar pada <b>kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan</b> oleh seorang muslim agar ashlul-iman itu tetap eksis. <br /><br />Di sini para ulama berbeda pendapat tentang amal dhahir yang jika ditinggalkan dapat menyebabkan kekafiran. Ibnu Rajab dalam Jami'ul-'Ulum wal-Hikam telah menerangkan perbedaan pendapat dalam hal ini, yaitu kewajiban yang ada dalam rukun islam yang empat (selain syahadat). Sama halnya dengan Ibnu taimiyyah. Mengapa hanya amalan dalam rukun Islam ? Karena para ulama ijma' bahwa kewajiban amal dhahir selain dari rukun Islam itu tidak menyebabkan kekafiran jika ditinggalkan.<br /><br />====<br /><br />Sekarang dengan teori Anda di atas, saya bertanya kepada Anda :<br /><br />Jenis kewajiban amal dhahir apa yang masuk cakupan iman agar ashlul-iman itu tetap eksis ?.<br /><br />Jika Anda menjawab : Tidak sujud pada berhala, tidak membuang mushhaf ke tempat sampah, tidak mencacai maki Allah dan Rasul-nya, dan tidak tidak yang lainnya.<br /><br />Ini namanya jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan ketika membahas ahlul-iman. Sama halnya jika Anda ditanya :<br /><br />"Pekerjaan apa saja yang wajib Anda lakukan di kantor agar Anda tidak dipecat ?".<br /><br />Ketika Anda menjawab : Tidak korupsi, tidak malas, tidak melakukan ini, tidak melakukan itu, dan sejenisnya; maka hakekat jawaban Anda adalah Anda tidak melakukan apa-apa. Ini tidak nyambung dengan pertanyaannya, karena yang ditanya : '<i>pekerjaan apa saja yang Anda lakukan'</i>. Seharusnya jawaban yang harus Anda berikan adalah : absen, merapikan meja, menyelesaikan laporan, dan yang semisal.<br /><br />Semoga Anda paham.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-50307006646423848302012-07-30T22:02:18.015+07:002012-07-30T22:02:18.015+07:00@Abu Al-Jauzaa'
Sekarang pertanyaannya adalah...@Abu Al-Jauzaa'<br /><br />Sekarang pertanyaannya adalah : Adakah amalan zohir berupa sujud kepada berhala umpamanya mengkonsekwensikan bagi pelakunya bahwa pada saat yang bersamaan terdapat amalan zohir yg lain sebagai lawan atau kebalikan dari amal yg dia lakukan otomatis yang ia tinggalkan ? Jawabnya tentu saja ada, yaitu bersujud kepada Allah semata.Ini artinya orang yg sujud kepada berhala maka pada saat yg bersamaan orang itu sedang meninggalkan amalan yg sepadan dengan yg dia kerjakan. Apakah amalan itu sifatnya zohir ? jawabnya tentu saja "iya". Pertanyaan yg selanjutnya : Apakah amalan yang dia tinggalkan berupa sujud kepada Allah semata itu masuk pada tingkatan ashlul iman ? Jawabnya mengapa tidak ? Bukankah lawan dari amalan tersebut telah disepakati masuk dalam ashlul kufur maka mengapa yg menjadi lawannya tidak dapat dimasukkan dalam ashlul iman.??Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-26437085519442905652012-07-30T21:41:12.211+07:002012-07-30T21:41:12.211+07:00Pendek kata, begitulah yang dijelaskan oleh bebera...Pendek kata, begitulah yang dijelaskan oleh beberapa ulama.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-88257821426379648672012-07-30T21:38:19.773+07:002012-07-30T21:38:19.773+07:00@Abu Al-Jauzaa'
Lantas ketentuan ashlul kufur...@Abu Al-Jauzaa'<br /><br />Lantas ketentuan ashlul kufur itu dimasuki amal jawarih dan tidak berlaku bagi ashlul iman itu logika atau dalil ? Kalau dalil apa dalilnya .... kalau logika maka bagaimana logikanya ?Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-70348202154245260092012-07-30T16:09:55.293+07:002012-07-30T16:09:55.293+07:00Bisa.Bisa.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-55620010914102823492012-07-30T15:43:05.709+07:002012-07-30T15:43:05.709+07:00@Abu Al-Jauzaa' :
Kok pertanyaan ana belum di...@Abu Al-Jauzaa' :<br /><br />Kok pertanyaan ana belum di respon akhi ? Ana sangat berharap antum segera menjawabnya.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-42460393788631016812012-07-29T13:18:01.231+07:002012-07-29T13:18:01.231+07:00@Abu Al-Jauzaa' :
Kalau begitu apakah bisa di...@Abu Al-Jauzaa' :<br /><br />Kalau begitu apakah bisa disimpulkan bahwa ashlul kufur itu selain ada dihati juga terdapat pada amalan zohir anggota badan, ataukah bagaimana ? Mohon penjelasannya ...Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-7800696834974705522012-07-27T23:27:42.936+07:002012-07-27T23:27:42.936+07:00Perkataan Anda mengandung ambiguitas, karena tidak...Perkataan Anda mengandung ambiguitas, karena tidak membedakan antara bahasan meninggalkan sesuatu dan melakukan sesuatu. <br /><br />Dalam bahasan meninggalkan sesuatu (at-tark), maka sesuatu yang ditinggalkan dari macam kewajiban amal dhahir tidaklah mengkonsekuensikan kekafiran jika tidak disertai istihlaal. Namun sebagian ulama ada yang tetap mengkafirkan tanpa syarat disertai istihlal jika meninggalkan amal perbuatan yang empat (selain syahadat) - sebagaimana dijelaskan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmuu' Al-Fataawaa-nya.<br /><br />Namun dalam bahasan melakukan sesuatu (al-fi'l), maka kekafiran tetap <b>dapat</b> jatuh melalui amal dhahir walau tanpa disertai istihlaal, seperti mencaci-maki Allah dan Rasul-Nya, sujud kepada berhala, membuang mushhaf ke tempat yang hina, dan yang semisal itu.<br /><br />Baca :<br /><br /><a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/01/penghalalan-istihlaal-dalam-amal.html" rel="nofollow">http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/01/penghalalan-istihlaal-dalam-amal.html</a>.<br /><br /><a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/08/siapa-sebenarnya-yang-murjiah.html" rel="nofollow">http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/08/siapa-sebenarnya-yang-murjiah.html</a>.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-77859348487956419252012-07-27T22:18:41.589+07:002012-07-27T22:18:41.589+07:00@Abu Al-Jauzaa' :
Satu lagi : Apakah mencaci-...@Abu Al-Jauzaa' :<br /><br />Satu lagi : Apakah mencaci-maki Allah dan Rasul, membuang mushhaf ke tempat sampah, istihzaa'; termasuk dari ashlul-kufr (pokok kekafiran) sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Ibnu Taimiyyah ? Mohon penjelasannya .... syukron.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-44117003785005848242012-07-27T16:56:22.830+07:002012-07-27T16:56:22.830+07:00@Abu Al-Jauzaa' :
Bagaimana menurut penilaian...@Abu Al-Jauzaa' :<br /><br />Bagaimana menurut penilaian antum atas pernyataan dibawah ini ? Apakah ini termasuk pernyataan Ahlussunnah atau bukan ? <br /><br />"..... bahwa perbuatan yang memerlukan istihlal buat dikafirkannya itu letaknya di kamalul iman, atau bhs gampangnya perbuatan dzahir itu tempatnya di kamalul iman dan barang siapa melakukan istihlal dlm lingkup ini (kamalul iman) maka dia kafir...kalau tidak ada istihlaal maka dia berdosa besar aja dan <br /><br />bukan kafir,....."Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-26118661464933103852012-02-17T18:27:32.184+07:002012-02-17T18:27:32.184+07:00ana menyarankan pada anonim untuk membaca kisah Ka...ana menyarankan pada anonim untuk membaca kisah Ka'ab bin Malik agar mendapatkan faedah dalam menyikapi Syaikh AliIbnu Abi Irfanhttps://www.blogger.com/profile/15312760474950376213noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-84269738559022924112012-02-17T14:26:48.345+07:002012-02-17T14:26:48.345+07:00I say :
"Anda lucu. Pesan 'smart' s...I say : <br /><br />"Anda lucu. Pesan 'smart' saya ternyata tidak terlaksana dalam komentar Anda".<br /><br />[sense of humour Anda memang tinggi dan tidak bisa menghubungkan antara context dari posting dengan komentar yang diberikan. namun, tetap saya ucapkan terima kasih karena telah menghibur saya].Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.com