tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post8648470365385247466..comments2024-03-24T04:17:07.334+07:00Comments on Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة: Hadits-Hadits Dla’if yang Terdapat dalam Kitab At-Tauhid karya Syaikhul-Islam Muhammad bin ‘Abdil-WahhabUnknownnoreply@blogger.comBlogger22125tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-25968090241885626712017-11-18T14:37:00.338+07:002017-11-18T14:37:00.338+07:00Pada bab 10, hadits tsb dinisbatkan kepada perkata...Pada bab 10, hadits tsb dinisbatkan kepada perkataan sahabat Salman Al-Farisi, bukan sabda Nabi صلى ا لله عليه وسلم.<br />Ketika ngaji, ustadz ana bilang, & mungkin ucapan beliau menukil dari perkataan ulama, ustadz ana berkata bahwa secara sanad hadits tsb lemah, & secara matan hadits tsb bertentangan dengan kisah sahabat Ammar bin Yasir yg mana Rosululloh membolehkan Ammar untuk mengucapkan perkataan kufur.<br /><br />& 1 lagi, jika itu sohih perkataan Salman, apakah itu berarti umat terdahulu sebelum Islam tidak diberikan keringanan dalam perkara tauhid?<br /><br />Misalnya, kalo kita sekarang disuruh mengucapakan Nabi Isa adalah anak Tuhan, kalo tidak maka kita dibunuh. Maka kita tidak berdosa jika mengatakannya. Kalo umat terdahulu jika dihadapkan pada pilihan semisal itu, maka tidak ada keringanan.<br /><br />Jika memang memahaminya seperti itu, berarti semakin bersyukur kita terlahir sebagai umat Islam. Tidak seperti syari‘at umat terdahulu yg jika pakaian terkena najis, harus digunting pakaian yg terkena najis, harta gonimah harus dibakar.<br /><br />& juga do‘a di ayat terakhir surat Al-Baqoroh <br /> رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ ۥ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَاfajar nohirhttps://www.blogger.com/profile/09011405917963260112noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-81665610829906567662013-10-29T07:42:01.559+07:002013-10-29T07:42:01.559+07:00Wa'alaikumus-salaam.
Hadits yang mana ?.
Ten...Wa'alaikumus-salaam.<br /><br />Hadits yang mana ?.<br /><br />Tentang Rasul yang pertama, silakan baca : <a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/03/adam-rasul-atau-nabi.html" rel="nofollow">Adam : Rasul atau Nabi ?</a>.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-46751156146797036052013-10-29T03:59:22.989+07:002013-10-29T03:59:22.989+07:00Assalamu'alikum
Ustadz mau tanya bagaimana der...Assalamu'alikum<br />Ustadz mau tanya bagaimana derajat hadits yang menyatakan bahwa Rasul pertama adalah Nabi Adam ?<br />Krn kl baca Tsalatsatul Ushulnya Syeikh Muhammad, disitu disebutkan kl Rasul pertama adalah Nabi Nuh.<br />Terima Kasih sebelumnya.A.JMLhttps://www.blogger.com/profile/00024356529532476877noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-87245911434419889012010-11-01T13:20:49.455+07:002010-11-01T13:20:49.455+07:00Ya, ada kemungkinan seperti itu. Jenis tadlis yang...Ya, ada kemungkinan seperti itu. Jenis tadlis yang dilakukan Mubaarak ini adalah tadlis taswiyyah. Wallaahu a'lam bish-shawwaab....Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-64403905622649388452010-11-01T12:44:52.412+07:002010-11-01T12:44:52.412+07:00Ooo begitu, berarti gambarannya seperti ini: Mubaa...Ooo begitu, berarti gambarannya seperti ini: Mubaarak--> Rawi X--> Al-Hasan. Nah si rawi X ini yang memberikan tashrih samaa' Al-Hasan Al-Bashriy dari 'Imraan.<br /><br />Oke, ana mulai paham. Sekarang ana akan berganti ke topik lain insyaa Allah.<br /><br />Jazaakallahu khairan.Penanyahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-19656512246103613632010-11-01T11:06:26.552+07:002010-11-01T11:06:26.552+07:00Tingkat ketiga dalam thabaqah mudallisiin adalah t...Tingkat ketiga dalam thabaqah mudallisiin adalah tidak diterima riwayatnya kecuali jika ia menjelaskan penyimakan riwayatnya. Jelasnya, Mubaarak ini jika menggunakan shighah periwayat : <i>'an al-Hasan al-Bashriy</i>, maka tidak diterima.<br /><br />Jenis tadlis yang dilakukan Mubaarak adalah tadlis isnad. Ada kemungkinan ia menggugurkan seorang perawi, dan kemudian ia menyambungkannya langsung kepada al-Hasan al-Bashriy. Nah, perawi yang digugurkan inilah yang kemungkinan memberikan tashrih sama' Al-Hasan al-Bashriy dari 'Imraan. Padahal, para ulama telah menegaskan bahwa al-Hasan itu tidak mendengar dari 'Imraan.<br /><br />Semoga yang sedikit ini dapat memberi kejelasan.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-55690061235984615182010-11-01T00:08:48.297+07:002010-11-01T00:08:48.297+07:00Ana kutip dari Taysir Mushthalah Al-Hadiits karya ...Ana kutip dari Taysir Mushthalah Al-Hadiits karya syaikh Ath-Thahaan ,definisinya, tadlis adalah:<br /><br />إخفاء عيب في الإسناد. وتحسين لظاهره.<br /><br />Menyembunyikan aib dari sanad dan menampakkan zhahir sanadnya baik.<br /><br />Tadlis ini terbagi dua yakni tadliis Al-Isnaad dan tadliis Asy-Syuyuukh. Tadlis isnad penjelasannya adalah sebagai berikut: <br /><br />ومعنى هذا التعريف أن تدليس الإسناد أن يروي الراوي عن شيخ قد سَمِعَ منه بعض الأحاديث، لكن هذا الحديث الذي دلسه لم يسمعه منه ، وإنما سمعه من شيخ آخر عنه ، فيٌسْقِطٌ ذلك الشيخَ ويرويه عنه بلفظ محتمل للسماع وغيره ، كـ " قال " أو " عن " ليوهم غيره أنه سمعه منه ، لكن لا يصرح بأنه سمع منه هذا الحديث فلا يقول : " سمعت " أو " حدثني " حتى لا يصير كذاباً بذلك ، ثم قد يكون الذي أسقطه واحداً أو أكثر<br /><br />Tadlis isnad adalah ketika si rawi meriwayatkan dari seorang syaikh –syaikh A misalnya- yang memang dia mendengar sebagian hadits dari syaikh tsb , tapi khusus hadits ini yang dia melakukan tadlis didalamnya, dia ga dengar dari syaikhnya tadi –si syaikh A itu-, dia mendengar dari syaikh lain –syaikh B misalnya- dari syaikhnya – yakni syaikh A-. Maka dia menggugurkan syaikh yang jadi perantara ini –yakni syaikh B- dan meriwayatkan dari syaikh A dengan sebuah lafazh yang mencakup kemungkinan As-Samaa’ [kesaksian yang didasarkan atas pendengaran-ed] atau selainnya semisal lafazh: “Dia telah berkata” atau “Dari” untuk menggambarkan bahwasannya dia memang telah mendengar dari Syaikh A tapi dia ga melakukan tashriih [dengan lafazh yang jelas] bahwasannya dia telah mendengar hadits ini, maka dia ga berkata: “Aku telah mendengar” atau “Telah menceritakan kepadku” sehingga dia ga bisa dicap sebagai pendusta dalam hal ini. Syaikh yang dia gugurkan ini bisa satu atau terkadang bahkan lebih. <br /><br />Adapun tadlis syuyukh maka berikut adalah penjelasannya:<br /><br />هو أن يَرْوي الراوي عن شيخ حديثاً سمعه منه، فيُسَمِّيهُ أو يَكْنَيِهُ أو يَنْسِبَهُ أو يَصِفهٌ بما لا يُعْرَفُ به كي لا يُعْرَفُ<br /><br />Si rawi meriwayatkan dari syaikh sebuah hadits yang memang dia telah mendengar dari syaikhnya tersebut secara langsung lalu dia menamai –si syaikh ybs- atau menkunyahinya atau menisbahkannya atau menyifatinya dengan sesuatu yang si syaikh ini ga terkenal dengan sebutan tersebut tujuannya supaya si syaikh ini ga dikenali.<br /><br />Selesai definisi tadlis.<br /><br />Trus lanjutannya gimana tadz? Intinya Mubaarak ini masuk ke jenis kesalahan yang mana? Inti kesalahan Mubaarak kan karena beliau salah menyebut lafazh sehingga mengatakan bahwa Al-Hasan berkata: “Akhbaraniy”, gimana tadz? ana belum paham2 juga...maaf tadz, harus ana akui ana memang rada2 lemot untuk memahami kasus ini...Penanyahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-18701721296486997082010-10-31T21:31:41.732+07:002010-10-31T21:31:41.732+07:001. Coba antum perhatikan pernyataan Al-'Alaai...1. Coba antum perhatikan pernyataan Al-'Alaaiy tentang Al-Hasan. Telah dinyatakan bahwasannya Al-Hasan ini tidak pernah bertemu dengan 'Imraan.<br /><br />2. Tentang riwayat Mubaarak. Ia seorang yang disifati banyak tadlisnya. Coba antum buka thabaqah al-mudallisiin. Ada pada tingkatan berapa Mubaarak ini ? Ia ada ditingkat ketiga. Ibnu Hajar mengatakan :<br /><br />مبارك بن فضالة البصري مشهور بالتدليس وصفه به الدارقطني وغيره وقد أكثر عن الحسن البصري <br /><br />[sebagaimana yang telah antum nukil].<br /><br />Artinya, ia banyak melakukan tadlis, terutama dalam periwayatan dari Al-Hasan Al-Bashriy.<br /><br />Nah, coba antum tuliskan apa makna tadlis itu di sini.....Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-89476481777433388982010-10-31T21:09:09.751+07:002010-10-31T21:09:09.751+07:00Ana sudah buka2 Jaami’ At-Tahshiil versi Syaamilah...Ana sudah buka2 Jaami’ At-Tahshiil versi Syaamilah, dan Alhamdulillah ana dapati keterangan berikut:<br />وقال علي بن المديني رأى الحسن أم سلمة ولم يسمع منها ولا من أبي<br /> موسى الأشعري ولا من الأسود بن سريع ولا من الضحاك بن سفيان ولا من جابر ولا من أبي سعيد الخدري ولا من بن عباس ولا من عبد الله بن عمر ولا من عمرو بن تغلب ولم يسمع من أبي برزة الأسلمي<br />-------------<br />ولا من عمران بن حصين<br />-------------<br />Juga keterangan penting berikut:<br />قال علي بن المديني سمعت يحيى يعني القطان وقيل له كان الحسن يقول سمعت عمران بن حصين فقال أما عن ثقة فلا<br /> -------------------------------------<br />وذكر صالح بن أحمد أنه أنكر على من يقول عن الحسن حدثني عمران بن حصين أي أنه لم يسمع عنه<br />-------------------------------------<br /> وقال عباد بن سعد قلت ليحيى بن معين الحسن لقي عمران بن حصين قال أما في حديث البصريين فلا وأما في حديث الكوفيين فنعم<br /><br />Ana juga iseng2 buka kitab2 berikut sebagai latihan pembiasaan diri saja untuk melihat kitab2 khusus yg memuat nama2 mudallis, dan ana dapati keterangan sbb:<br /><br />المبارك بن فضالة قال فيه أبو زرعة يدلس كثيرا وقال أبو داود شديد التدليس<br />{Jaami’ At-Tahshiil}<br />قال أبو زرعة: يدلس كثيراً. وقال أبو داود: شديد التدليس.<br />{Asmaa”u Al-Mudallisiin}<br />مبارك بن فضالة البصري مشهور بالتدليس وصفه به الدارقطني وغيره وقد أكثر عن الحسن البصري<br />{Thabaaqah Al-Mudallisiin}<br /><br />Nah, pertanyaan ana:<br />Kesalahan Mubaarak ini terhitung sebagai kesalahan jenis apa -dalam ilmu hadits-? Masalahnya beliau mengatakan bahwa Al-Hasan berkata: Akhbaraniy, padahal Al-Hasan tidak mengatakan hal tsb, Apakah ini yang namanya dusta? Atau ini hanya sekedar kesalahan biasa yang manusiawi? Sebab setelah ana baca2 kitab2 rijal, ana tak dapati –wallahua’lam- satu Imam pun yang menjuluki beliau dengan “muttaham bil kadzib” apalagi mendustakan beliau, tapi yg jelas ini namanya bukan tadlis kan tadz? Ana belum paham.Penanyahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-47579065168925470422010-10-30T17:03:33.948+07:002010-10-30T17:03:33.948+07:001. Tentang mutaba'ah : Ya.
2. Ya, itu dari ...1. Tentang mutaba'ah : Ya.<br /><br />2. Ya, itu dari kekeliruan Mubaarak. Apa yang saya tulis dalam jawaban di komentar sebelumnya adalah berasal dari penelitian Syaikh Al-Arna'uth dkk. Adapun pernyataan bahwa Al-Hasan tidak pernah mendengar hadits dari 'Imraan bin Hushain, silakan antum baca dalam <i>Jamii'ut-Tahshiil</i> karya Al-'Alaaiy (hal. 163 no. 135).<br /><br />3. Tentang perkataan Ibnu Ma'iin, maka beliau ini memang terkenal mempunyai perkataan yang berbeda dalam satu perawi. Jika memang dihadapkan dalam satu pertentangan yang tidak bisa ditarjih, maka kita katakan : "Ibnu Ma'iin dalam satu riwayat mengatakan demikian, namn dalam riwayat lain demikian".<br /><br />4. Al-Mizziy meringkas perkataan itu dengan mengambil dari kitab-kitab rijaal. Misal tentang Ibnu Ma'iin, maka ia banyak mengambil dari kitab At-Taariikh riwayat Ad-Duuriy atau riwayat Ad-Daarimiy. Dan yang lainnya. Perkataan Imam Ahmad berasal dari Al-'Ilal atau Al-Jarh wat-Ta'dil-nya Ibnu Abi Haatim. Dan itu bisa ditelusuri kebanyakannya. Mudahnya, antum baca aja di kitab Tahdziibul-Kamaal tahqiq-an Dr. Basyaar 'Awwaad yang saya berikan tempo hari. Sangat membantu.<br /><br />5. Ini terkait dengan khabarits-tsiqaat. Dalilnya : "In jaa-akum faasiqun bi-nabain fatabayyanuu". Mafhumnya, jika kabar itu berasal dari orang yang bukan fasiq (baca : tsiqah), maka diterima.<br /><br />6. Tidak selalu para imam mengetahui ihwal perawi dengan pertemuan (walau banyak di antara mereka menyimpulkan dari pertemuan). Akan tetapi pengetahuan itu bisa berasal dari liqa'-liqa' para imam tersebut dari gurunya yang menceritakan hadits dengan sanadnya, lalu mereka menjelaskannya. Bisa juga melalui pengetahuan mereka akan riwayat-riwayat dari seorang perawi yang saling berselisihan, sehingga kemudian itu menandakan ketidakdlabithannya. Dan yang lainnya.<br /><br />[ada sebagian pertanyaan antum yang susah untuk diringkas jawabannya dalam komentar di sini].Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-9211969369531875872010-10-28T02:20:43.372+07:002010-10-28T02:20:43.372+07:00Begini ustadz, sengaja ana buka2 langsung kitab ya...Begini ustadz, sengaja ana buka2 langsung kitab yang antum katakan supaya ana belajar langsung untuk melihat kitab2 hadits [walau bukan dalam bentuk PDF atau kitab asli tapi Ebook versi .bok]. Dan ternyata memang benar, disana ana dapatkan banyak bahan yang bisa ana gunakan untuk bertanya kepada antum sembari mengharap faedah dari jawaban2 antum terhadap pertanyaan2 ana. Jadi begini, ketika ana buka Tahdziib Al-Kamaal berkaitan dengan biografi Mubaarak bin Fudhaalah, ana dapatkan beberapa pertanyaan yang ingin ana tahu jawabannya –semoga antum berkenan menjawab-:<br />1. Disana ada tulisan berikut:<br />و قال أبو بكر بن أبى خيثمة : سمعت يحيى بن معين : و سئل عن المبارك ، فقال : ضعيف . و سمعته مرة أخرى يقول : ثقة . <br />و قال معاوية بن صالح ، عن يحيى بن معين : ليس به بأس<br />Dalam hal ini Ibnu Ma’in memiliki tiga perkataan tentang Mubaarak bin Fudhaalah, yang mana yang benar tadz? dan apa sebabnya bisa terjadi perbedaan lafazh semisal ini? bagaimana dhabith untuk membedakan mana perkataan Ibnu Ma’in yang mahfuzh dan yang bukan?<br />2. Ana ga tahu tentang ilmu jarh wa ta’dil melainkan hanya namanya saja atau sedikit sekali yang ana tahu. Maka timbul pertanyaan berikut dari benak ana:<br />a. Dari nukilan tiga perkataan Ibnu Ma’in diatas dan lain2 Imam yang ada dalam Tahdziib Al-Kamaal ana tidak dapati sanad dari Al-Mizzi yang sampai ke Ibnu Ma’in dan Imam2 lain2nya –sejauh apa yang tadi ana baca di biografi Mubaarak-. Nah ini bagaimana tadz? Kan Inqithaa’ jadinya antara Al-Mizzi dengan Ibnu Ma’in dan lain2 Imam? Ana belum ngerti.<br />b. Kenapa kita terima perkataan para Imam Jarh Wa Ta’dil? Apakah telah menjadi ijma’ di kalangan muhadditsin untuk menerima perkataan para Imam Jarh wa Ta’dil? Atau apa argumentasinya sehingga kita harus menerima perkataan mereka? Ana benar2 belum paham.<br />c. Bagaimana cara para Imam Jarh Wa Ta’dil mengetahui ‘adalah dan dhabt nya si Rawi? Apa ditemui langsung satu per satu face to face terus diuji hafalannya dan diamati berhari2 sehingga diketahui ‘adalah nya? Atau bagaimana? Kalau dikatakan {semisal di buku yang ana baca} bahwa dengan cara membandingkan hafalan si rawi dengan rawi lain yang tsiqah tapi tetap timbul pertanyaan di benak ana: bagaimana cara mengetahui ketsiqahan [‘adalah dan dhabt] rawi tsiqah yang dijadikan pembanding tersebut? mudah2an pertanyaan ana jelas.<br />Maaf ustadz, ana kebanyakan nanya tapi gimana lagi, ana sudah berusaha baca buku tapi belum mendapat jawaban atas pertanyaan2 ana di atas entah karena ana tidak teliti ketika membaca atau karena sebab2 lainnya. yang jelas, ana benar2 penasaran, inilah satu2nya alasan kenapa ana banyak bertanya di blog antum yakni karena “rasa penasaran” ana.Penanyahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-49466145417429630062010-10-28T02:01:58.464+07:002010-10-28T02:01:58.464+07:001. Setelah ana gunakan software. Mungkin mutaba’ah...1. Setelah ana gunakan software. Mungkin mutaba’ah yang antum maksud untuk Mubaarak adalah Abu ‘Aamir Al-Khazzaaz ya tadz? berdasarkan sanad berikut yang ana dapat di Shahih Ibnu Hibbaan: <br />(6222)- [13 : 453] أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ <br />حَيَّانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْخَزَّازُ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَفِي [ ج 13 : ص 454 ] عَضُدِهِ حَلَقَةٌ مِنْ <br />صُفْرٍ، فَقَالَ: " مَا هَذِهِ؟ " قَالَ: مِنَ الْوَاهِنَةِ؟ قَالَ: أَيَسُرُّكَ أَنْ تُوكَلَ إِلَيْهَا؟ ! انْبِذْهَا عَنْكَ "<br /><br />Juga Yuunus bin ‘Ubaid bin Diinar berdasarkan sanad berikut dalam Al-Bahru Az-Zukhaar ‘Ala Musnad Al-Bazzaar:<br />(3020)- [3545] حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَالِكٍ، قَالَ: نَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الطُّفَاوِيُّ، قَالَ: نَا يُونُسُ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ[ ج 9 : ص 32 ] رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنّ النَّبِيَّ دَخَلَ عَلَيْهِ رَجُلٌ وَفِي يَدِهِ حَلْقَةٌ مِنْ صُفْرٍ، فَقَالَ: " مَا هَذِهِ؟ " قَالَ: نَعَتَهُ لِي مِنَ الْوَاهِنَةِ، قَالَ: " انْبِذْهَا عَنْكَ أَتُحِبُّ أَنْ تُوَكَلَ إِلَيْهَا "، وَهَذَا الْحَدِيثُ قَدْ رَوَاهُ غَيْرُ وَاحِدٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ، وَلا نَعْلَمُ يُرْوَى مِنْ حَدِيثِ يُونُسَ، عَنِ الْحَسَنِ إِلا مِنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، وَلَمْ نَسْمَعْهُ إِلا مِنْ عَمْرٍو.حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ، قَالَ: نَا أَبُو دَاوُدَ، قَالَ: نَا أَبُو حُرَّةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ<br /><br />2. Setelah ana buka2 Musnad Ahmad versi Syaamilah yang ditahqiq Syu’aib Al-Arnauth, ‘Adil Mursyid, dll, ana dapatkan komentar sebagai berikut:<br />إسناده ضعيف، مبارك - وهو ابن فضالة- مدلس، وقد عنعن ولم يصرح بسماعه من الحسن، لكنه قد توبع، والحسن- وهو البصري- لم يسمع من عمران، والذي في هذا الحديث من تصريح الحسن بسماعه من<br />-----------------------------------------------------------------------<br /> عمران خطأ من مبارك كَما قال الإمام أحمد وغيره كما في "التهذيب"،<br />-----------------------------------------------------------------------<br />Dan setelah ana buka Tahdziib Al-Kamaal versi Syaamilah, maka ana dapatkan Jarh dari Imam Ahmad- untuk Mubaarak bin Fudhaalah berkaitan dengan penyimakan dia dari Al-Hasan sebagai berikut:<br />و قال أبو طالب عن أحمد بن حنبل : كان مبارك بن فضالة يرفع حديثا كثيرا ، و يقول فى غير حديث عن الحسن : " قال : حدثنا عمران " ، " قال : حدثنا ابن مغفل " ، و أصحاب الحسن لا يقولون ذلك غيره . <br />Apakah betul itu yang antum maksud tadz? mengenai tidak benarnya penyimakan Al-Hasan dari ‘Imraan karena kesalahan Mubaarak? Atau ana salah? Namun ana tidak menemukan perkataan selian dari Imam Ahmad mengenai khata’nya Mubaarak bin Fudhaalah di Tahdziib Al-Kamaal –mungkin karena ana tidak teliti-. Mohon tanggapan antum...Penanyahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-32841379585663520992010-10-25T14:43:12.280+07:002010-10-25T14:43:12.280+07:00Boleh. Karena hadits tersebut lafadhnya masih sema...Boleh. Karena hadits tersebut lafadhnya masih semakna dan masih satu sanad, yaitu semuanya diriwayatkan dari Mubaarak bin Fudlaalah, dari Al-Hasan, dari 'Imraan bin Al-Hushain. <br /><br />[sebenarnya, Mubaarak ini mempunyai mutaba'ah. namun yang disebutkan di artikel ini hanyalah jalan sanad dari Mubaarak, dari Al-Hasan, dari 'Imraan].<br /><br />Tentang penyimakan Al-Hasan, maka kekeliruan itu berasal dari Mubaarak, bukan dari Al-Hasan; sebagaimana dikatakan Ahmad dan yang lainnya dalam At-Tahdziib (lihat komentar Syaikh Al-Arna'uth dalam Musnad Ahmad 33/204).Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-36852795857495901652010-10-24T20:59:47.563+07:002010-10-24T20:59:47.563+07:00Maaf ustadz, ana dah dua kali kirim komen berisi p...Maaf ustadz, ana dah dua kali kirim komen berisi pertanyaan, apa komen ana dah masuk? dari tadi kok gagal terus ya tulisannya, ada tulisan semacam 404 not found gitu...Penanyahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-24977464340361843122010-10-24T20:57:36.843+07:002010-10-24T20:57:36.843+07:00Assalamu'alaikum
Ustadz, mulai sekarang insya...Assalamu'alaikum<br /><br />Ustadz, mulai sekarang insya Allah ana ingin mengambil faidah dari artikel2 antum yang ada di blog ini dengan cara bertanya jawab dengan antum soalnya ana cuma bisa baca buku pengantar ilmu hadits yang terjemahan, baru ini kemampuan ana, tidak lebih tapi ana ingin belajar ilmu hadits lebih jauh lagi. Jadi masih banyak hal yang belum ana dapatkan dari buku hadits tsb.<br /><br />Pertanyaan pertama:<br /><br />1. Pada hadits pertama dari 'Imran bin Hushain yakni yang antum nukil:<br /><br />"عن عمران بن حصين رضي الله عنه: "أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى رجلا في يده حلقة من صفر فقال: ما هذه؟ قال من الواهنة. فقال: انزعها، فإنها لا تزيدك إلا وهنا؛ فإنك لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا". رواه أحمد بسند لا بأس به"<br /><br />Dikatakan bahwa ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dll tapi setelah ana gunakan software ternyata lafazh hadits yang tepat seperti ini tidak ada di riwayat Ahmad, bahkan hadits dengan lafazh seperti ini hanya ada di riwayat Ibnu Majah, itupun tanpa tambahan kalimat "فإنك لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا":<br /><br />3530)- [3531] حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي الْخَصِيبِ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ مُبَارَكٍ، عَنْ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ الْحُصَيْنِ، أَنّ النَّبِيَّ رَأَى رَجُلًا فِي يَدِهِ حَلْقَةٌ مِنْ صُفْرٍ، فَقَالَ: " مَا هَذِهِ الْحَلْقَةُ؟ "، قَالَ: هَذِهِ مِنَ الْوَاهِنَةِ، قَالَ: " انْزِعْهَا فَإِنَّهَا لَا تَزِيدُكَ إِلَّا وَهْنًا "<br /><br />Adapun riwayat Ahmad adalah:<br /><br />(19549) حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا الْمُبَارَكُ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ، أَنّ النَّبِيَّ أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ، فَقَال: " وَيْحَكَ مَا هَذِهِ؟ " قَالَ: مِنَ الْوَاهِنَةِ، قَالَ: " أَمَا إِنَّهَا لَا تَزِيدُكَ إِلَّا وَهْنًا، انْبِذْهَا عَنْكَ، فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا "<br /><br />Jadi yang benar tambahan:<br /><br /> فإنك لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا<br /><br />Ini dari Ahmad. Nah yang jadi pertanyaan saya, emang kalo dalam ilmu hadits itu dibolehkan ya menulis:<br /><br />"Diriwayatkan oleh Ahmad (4/445), Ibnu Majah (no. 3531), Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (18/172 no. 391), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (no. 6085) dan Al-Mawaarid (no. 1410-1411), serta Al-Haakim (4/216)."<br /><br />Padahal lafazh hadits yang benar2 pas itu cuma ada di Ibnu Majah {itupun dengan tanpa tambahan kalimat semisal yang telah saya jelaskan diatas}? Boleh ya ustadz? apa memang sudah tradisi di kalangan ahli hadits menulis dengan cara seperti ini? ana belum paham tentang metode penulisan takhrij hadits secara ringkas sebab saya baru tamat satu buku ilmu pengantar hadits saja, itupun terjemahan.<br /><br />Trus, kalau boleh seperti ini maka batasannya apa? apakah setiap hadits yang masih satu tema? Kalau hadits yang masih satu tema {maksud saya, lafazhnya berdekatan} itu memang iya yakni hadits2 yang lafazhna semisal in diriwayatkan dalam:<br /><br />Sunan Ibnu Majah, Shahih Ibnu Hibban, Musnad Ahmad, Sunan Al-Kubra Lil Baihaqi, Mu'jam Al-Kabir lith Thabraniy, dll.<br /><br />Bagaimana tanggapan antum? tolong dijawab ya ustadz...Suatu saat ana juga ingin bikin tulisan seputar takhrij hadits secara ringkas, makanya ana tanya sama antum.<br /><br />2. Masih dalam hadits pertama antum tuliskan:<br /><br />"Tashriih Al-Hasan dalam hadits di atas adalah tidak benar menurut Ibnul-Madini, Abu Hatim, dan Ibnu Ma’in."<br /><br />Memang dalam Musnad Ahmad terdapat cuplikan sanad begini:<br /><br />عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ<br /><br />yg antum maksud dengan tashrih itu kalimat yang ini kan? --> أَخْبَرَنِي ?<br /><br />Nah, yang ana bingung, kenapa kita lebih mendahulukan perkataan para Imam Jarh Wa Ta'dil semisal diatas daripada perkataan si rawi {dalam hal ini adalah Hasan Al-Bashri} sendiri? Tolong dijelaskan kaidahnya ustadz? Ana belum paham.<br /><br />Trus, apakah dengan hal ini, Hasan Al-Bashri dapat dikatakan pendusta {setidaknya} dalam satu sanad yang ini? <br /><br />Sekian dari ana ustadz, insya Allah pertanyaan ana akan terus bersambung sampai ana "bosan" belajar ilmu hadits...Penanyahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-17792274281081618822009-08-31T20:21:11.643+07:002009-08-31T20:21:11.643+07:00assalamu 'alaykum waråhmatullåhi wabaråkaatuh
...assalamu 'alaykum waråhmatullåhi wabaråkaatuh<br /><br />ustadz, sepengetahuan ana (yang masih sangat minim) ada sebagian ulama yang memberikan kelonggaran terhadap atsar-atsar (baik tidak mencantumkan sanad, atau sanadnya lemah), selama atsar tersebut tidak menyelisihi kaedah baku syari'at.<br /><br />mohon penjelasannya ustadz.Abul Fudhailhttp://www.facebook.com/profile.php?id=1636669932noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-90933965719411950472009-05-04T08:52:00.000+07:002009-05-04T08:52:00.000+07:00Yang tepat, hadits tersebut adalah dla'if. Telah t...Yang tepat, hadits tersebut adalah dla'if. Telah terlewatkan hadits tersebut dalam pandangan saya.<br /><br />Terima kasih atas masukannya, dan langsung akan saya masukkan dalam artikel di atas.<br /><br />Jazakumullaahu khairan katsiiran.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-21878897226666040212009-05-02T09:41:00.000+07:002009-05-02T09:41:00.000+07:00Akh, bagaimana dengan hadits Al-Abbas di bab terak...Akh, bagaimana dengan hadits Al-Abbas di bab terakhir yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang dibawakan dengan diringkas oleh Syaikh? <br />Dalam hadits lengkap yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (4723) dan lain-lain, Syaikh al-Albani mendhaifkannya dalam Dhaif Sunan Abi Dawud, juga di Zhilalul Jannah (577). Namun, dalam Fathul Majid dinukil penilaian hasan untuk hadits ini oleh Adz-Dzahabi, tetapi Adz-Dzahabi sendiri mendhaifkannya dalam Al-Uluw (49-50) [dari catatan kaki Fathul Majid tahqiq Asyraf bin Abdil Maqshud, hal 754]<br /><br />Ini matan haditsnya:<br />حدثنا محمد بن الصباح البزاز حدثنا الوليد بن أبي ثور عن سماك عن عبد الله ابن عميرة عن الأحنف بن قيس عن العباس بن عبد المطلب قال كنت في البطحاء في عصابة فيهم رسول الله صلى الله عليه وسلم فمرت بهم سحابة فنظر إليها فقال ما تسمون هذه قالوا السحاب قال والمزن قالوا والمزن قال والعنان قالوا والعنان قال أبو داود لم أتقن العنان جيدا قال هل تدرون ما بعد ما بين السماء والأرض قالوا لا ندري قال إن بعد ما بينهما إما واحدة أو اثنتان أو ثلاث وسبعون سنة ثم السماء فوقها كذلك حتى عد سبع سماوات ثم فوق السابعة بحر بين أسفله وأعلاه مثل ما بين سماء إلى سماء ثم فوق ذلك ثمانية أوعال بين أظلافهم وركبهم مثل ما بين سماء إلى سماء ثم على ظهورهم العرش ما بين أسفله وأعلاه مثل ما بين سماء إلى سماء ثم الله تبارك وتعالى فوق ذلك<br /><br />Yang mana ya yang lebih tepat?<br />Jazakallahu KhairanAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-82649037701131925432009-01-05T09:31:00.000+07:002009-01-05T09:31:00.000+07:00Memang sih,.... beberapa orang asatidzah yang pern...Memang sih,.... beberapa orang asatidzah yang pernah menuntut ilmu di Yaman kebanyakan menghukumi tambahan lafadh dalam tahrik itu syadz. Perkataan Abul-Hasan yang antum katakan itu persis yang dikatakan adik saya ketika saya bincang-bincang tentang masalah tahrik. Soalnya dia pernah ngangsu kaweruh pada salah seorang muridnya Syaikh Abul-Hasan yang ada di Indonesia. Dan kasusnya bukan hanya pada hadits tahrik saja.<BR/><BR/>Dan jika dicermati lagi, metodologi Syaikh Abul-Hasan dalam penghukuman hadits mirip sekali dengan SYaikh Muqbil. Ya tentu kita tidak heran, karena Syaikh Abul-Hasan muridnya Syaikh Muqbil.<BR/><BR/>Anyway,..... yang "ada" pada saya sekarang adalah seperti yang dikatakan oleh Ibnu Shalah bahwa tidak setiap tambahan lafadh itu bisa dihukumi syadz. Harus dirinci. JIka memang berasal dari perawi yang maqbul dan tambahan lafadh tersebut TIDAK BERTENTANGAN dengan lafadh jama'ah, maka ini bukan syadz. Tapi ziyaadatuts-tsiqah. Wallaahu a'lam.<BR/><BR/>Nah, terakhir..... membahas secara 'lebih dalam' sebagaimana permintaan antumn itu sepertinya bukan tugas saya. Melanggar tupoksi itu namanya. Tepatnya,... itu tugas antum lah pak ustadz.... atau pak ustadz yang lainnya yang lebih berkompeten. Setuju ? Setuju lah.....Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-18313112254394309252009-01-05T08:59:00.000+07:002009-01-05T08:59:00.000+07:00JazakaLlahu khairan Pak Ustadz atas tambahan ifada...JazakaLlahu khairan Pak Ustadz atas tambahan ifadahnya.... <BR/><BR/>Dalam Fatawa al-Madinah (manuskrip, ghair al-mathbu`), Syaikh al-Albani hanya menyebutkan tiga `AbduLlah, seingat saya, dan Antum menambahkan satu lagi.<BR/><BR/>Secara etimologis, sepertinya pembacaan yang lebih pas adalah `IbaduLlah (bentuk jamak dari `abd), namun entah kenapa lisan saya sedari kuliah dulu kok senengnya malah ngaco dan membaca lafal seperti itu dengan `Ubadalah. Kesalahan lisan (sabq al-lisan) yang berujung pada kesalahan tulisan (sabq al-qalam) ^_^<BR/><BR/>Kalo boleh request tulisan Pak Ustadz, tolong dibahas secara detil (teori dan praktek, tapi jangan hanya sekedar permukaan namun pembahasan mendalam), perbedaan antara Ziyadah ats-Tsiqah dan Syadzz dalam disiplin ilmu hadits.<BR/><BR/>Hal ini untuk meng-clear-kan masalah "tahrik al-usbu`" dalam tasyahhud, antara pendapat Syaikh al-Albani dan lain-lain di satu sisi, dan Syaikh Abul Hasan dan kawan-kawan di sisi yang lain.<BR/><BR/>Saya pernah ngobrol mengenai hal ini dengan seorang mahasiswa Universitas Islam Madinah jur. hadits, katanya untuk klasifikasi antara ziyadah ats-tsiqah dan syadzz tersebut, merupakan pembahasan yang pelik dan tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang.<BR/><BR/>Karena itu, kiranya patut dipertimbangkan dan sangat menggelitik ucapan Syaikh Abul Hasan, dalam kompetensi beliau sebagai seorang yang cukup mengetahui lika-liku ilmu hadits, ketika membahas hadits "tahrik". Beliau berkata (yang maknanya): "Sekiranya hadits 'tahrik' itu bukanlah hadits syadzz, niscaya tidak ada lagi yang namanya hadits syadzz di dunia ini!"<BR/><BR/>WaLlahu a`lam bish shawab.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-33032671377761296572009-01-05T08:10:00.000+07:002009-01-05T08:10:00.000+07:00Benar yang antum katakan. Ibnu Lahi’ah awalnya ada...Benar yang antum katakan. Ibnu Lahi’ah awalnya adalah perawi yang tsiqah lagi dlabth (dlabth kutub). Namun setelah kitabnya terbakar pada tahun 170 H, maka hafalannya setelah itu menjadi kacau. Ia menceritakan kepada murid-muridnya dari hadits-hadits yang ia punyai tanpa kitab yang biasa ia gunakan. Di sinilah kemudian timbul ‘masalah’.<BR/><BR/>Oleh karena itu, tepat yang antum katakan bahwa tentang riwayat Ibnu Lahi’ah ini ada perincian. Jika yang meriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah itu adalah salah satu dari Al-‘Abadillah (<B>empat</B> orang yang bernama ‘Abdullah), maka riwayat itu diterima (karena mereka meriwayatkan sebelum kitab-kitab Ibnu Lahi’ah terbakar). Al-‘Abaadillah tersebut adalah : ‘Abdullah bin Wahb bin Muslim, ‘Abdullah bin Al-Mubarak, ‘Abdullah bin Yazid Al-‘Adawiy Al-Makkiy, dan ‘Abdullah bin Maslamah Al-Qa’nabiy. Keempat orang ini termasuk para perawi Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahihnya. <BR/><BR/>Nah,…. dalam riwayat yang dibawakan Imam Ahmad tersebut, orang yang meriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah bukan dari kalangan Al-‘Abaadillah. Berikut sanadnya :<BR/><BR/>حدثنا موسى بنُ داودَ، حدثنا ابن لَهيعة، عن الحارث بن يزيد، عن عُلَيِّ بن راباح أَنَّ رجلاً سمع عُبادة بن الصَّامت يقول : خرج علينا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم، فقال أبو بكر<BR/><BR/>Telah menceritakan kepada kami <B>Musa bin Dawud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah,</B> dari Al-Haarits bin Yaziid, dari ‘Ulayy bin Raabaah : Bahwasannya ada seseorang mendengar ‘Ubaadag bin Ash-Shaamit berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar bersama kami, maka Abu Bakr berkata : “…. (disebutkan haditsnya)….”.<BR/><BR/>Perawi yang menerima hadits dari Ibnu Lahi’ah bernama Musa bin Dawud. Oleh karena itu, riwayat adalah dla’if.<BR/><BR/>Catatan : Dalam Al-Majma’, Al-Haafidh Al-Haitsami menghasankan Ibnu Lahi’ah sekaligus menghasankan pula riwayat di atas.<BR/><BR/>Terima kasih atas masukan pak ustadz. InsyaAllah menambah faedah dari apa yang telah dituliskan sebelumnya. Jazakumullahu khairan katsiiran.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-81130931926345365182009-01-04T12:11:00.000+07:002009-01-04T12:11:00.000+07:00Sejujurnya saya hanya membaca secara murur al-kira...Sejujurnya saya hanya membaca secara murur al-kiram (scanning) tulisan di atas.<BR/><BR/>Dalam hadits dha`if pada Bab 14, disebutkan bahwa salah satu sebab ke-dha`if-annya adalah perawi bernama Ibn Lahi`ah, yang oleh penulis dikatakan sebagai lemah dalam hafalan.<BR/><BR/>Sekedar catatan ringan, mudah-mudahan bisa menjadi tambahan faidah, sependek pengetahuan saya tentang Ibn Lahi`ah ini ada tiga pendapat:<BR/><BR/>Pertama, men-dha`if-kan haditsnya secara mutlak karena ia lemah hafalan, seperti yang dilakukan ash-Shan`ani (sebagaimana dalam kitabnya, Subul as-Salam), dan juga penulis.<BR/><BR/>Kedua, meng-hasan-kan haditsnya secara mutlak, sebagaimana pendapat Syaikh Ahmad Syakir, dan hukum beliau terdapat Musnad Imam Ahmad.<BR/><BR/>Ketiga, dirinci, dan inilah pendapat yang lebih tepat, in sya-aLlah, sebagaimana pendapat Syaikh al-Albani. Alasannya, mulanya Ibn Lahi`ah adalah perawi yang dhabt al-kutub (periwayatannya bagus namun melalui media buku). Akan tetapi, setelah perpustakaannya terbakar, periwayatan haditsnya pun galat karena hafalannya kacau. Namun, terdapat tiga orang perawi bernama `Abdullah (al-`Ubadalah ats-Tsalatsah) yang meriwayatkan dari beliau sebelum perpustakaannya terbakar. Dan apabila al-`Ubadalah ats-Tsalatsah tersebut meriwayatkan dari Ibn Lahi`ah maka sanadnya dapat diterima.<BR/><BR/>WaLlahu a`lam bish shawab. Mohon maaf apabila ada kesalahan, soalnya apa yang saya tuliskan di atas adalah dari ingatan saya.Anonymousnoreply@blogger.com