tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post8005850771071335777..comments2024-03-24T04:17:07.334+07:00Comments on Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة: Urunan Sapi untuk Kurban Tidak Ada Dalilnya ?Unknownnoreply@blogger.comBlogger38125tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-1701489676815284842014-10-03T19:48:41.983+07:002014-10-03T19:48:41.983+07:00bolehkah qurban sapi secara patungan kurang dari 7...bolehkah qurban sapi secara patungan kurang dari 7 orang? Anonymoushttps://www.blogger.com/profile/07144331888055673215noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-40751886061090909562011-04-03T08:21:52.869+07:002011-04-03T08:21:52.869+07:00Memang jawaban di atas adalah jawaban singkat saya...Memang jawaban di atas adalah jawaban singkat saya, yang Ustadz Mahrus 'Aliy merasa 'kesulitan' untuk mencari teks 'Arabnya. Oleh karenanya, saya berikan link-link-nya sebagai bahan bacaan yang bisa ditelusuri oleh semua Pembaca.<br /><br />Saya tidak berharap banyak apakah Anda akan mengerti akan yang saya jawab di atas. Namun setidaknya saya dapat menunjukkan bahwa dalam jawaban Ustadz Mahrus 'Aliy terdapat beberapa kekeliruan esensial yang beliau tidak rujuk darinya. Apakah bisa disebut mengerti ilmu hadits jika melemahkan status perawi seperti Al-Fadhl bin Muusaa, hanya gara-gara Ibnu Hajar mengatakan : tsiqah yughrib ? Keghariban pada perawi tsiqah bukanlah faktor yang melemahkan kedudukan perawi itu sebagaimana telah jamak diketahui. Catatan pula, Al-Fadhl ini perawi yang dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim. Apakah bisa disebut mengerti ilmu hadits jika tidak mengetahui bahwa munkar pada sebagian istilah ulama berarti ghariib ? Apakah bisa disebut mengerti ilmu hadits jika ada seseorang yang melemahkan secara mutlak seorang perawi yang dikatakan : "Rawaa al-manaakiir" ? Syaikh Al-Albaaniy (dan juga ulama hadits lainnya) telah menjelaskan bahwa istilah ini beda dengan istilah munkarul-hadits. Atau pendeknya, istilah tersebut tidaklah menunjukkan kelemahan perawi secara mutlak.<br /><br />Apakah bisa disebut orang yang mengerti ilmu hadits jika istilah rubamaa wahm itu diartikan suka nglantur ? Apakah bisa disebut orang yang mengerti ilmu hadits jika tidak bisa melihat sisi al-jarh wat-ta'dil secara proporsional ? Apakah bisa disebut orang yang mengerti ilmu hadits jika tidk tahu makna tingkatan pertama dalam buku Thabaqaat Al-Mudallisiin ?<br /><br />Saya kira, beliau tetap tidak mau rujuk atas kekeliruan beliau ketika beliau mengutip perkataan Ibnu Qudamah, Ahmad, dan Ishaaq bin Rahawaih yang beliau kira mendukung pendapat beliau, padahal apa yang dikatakan oleh ketiganya sama sekali tidak 'nyambung' dengan pendapat beliau itu. Dan akhirnya nampak bahwa beliau (Ustadz Mahrus) tidak berpegang pada satu ulama pun dalam pendapat yang beliau paparkan dalam tulisan beliau itu.<br /><br />Adapun bahasan tentang makna bahiimatul-an'aam, sudah sangat jelas kok bahwa itu mencakup sapi dan onta. Itu bisa dibaca dalam link yang saya sampaikan.<br /><br />Saya tidak berharap banyak apakah Anda paham lalu akan 'ngefans' pada saya dengan jawaban saya tersebut, karena memang saya tidak pernah berharap menjadi fans Anda. Maaf jika jawaban saya di atas terlalu singkat.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-88726710769637274682011-04-02T17:25:15.766+07:002011-04-02T17:25:15.766+07:00Ihsan ilahi
Jawaban tsb tidak ilmiyah sekali, jau...Ihsan ilahi<br /><br />Jawaban tsb tidak ilmiyah sekali, jauh sekali dengan jawaban ustadz waktu pertama kali mengeritik artikel mantan kiyai NU itu. Maaf ,beri jawaban yang ilmiyah , bisa menandakan keilmuan seorang alim.Kayaknya sudah kehabisan bahan untuk mempertahankan kesalahan Ustadz. Saya dulu ngefan dengan ustadz, makanya saya menyayangkan jawaban ini untuk mempertahankan prestasi Ustadz sendiriAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-91063685005167216472011-03-24T15:57:11.455+07:002011-03-24T15:57:11.455+07:005. Kata Ustadz Mahrus, saya mungkin sedang dibisik...5. Kata Ustadz Mahrus, saya mungkin sedang dibisiki syaithan ketika saya mengatakan bahwa menurut peristilahan sebagian ulama mutaqaddimin bahwa hadits munkar itu adalah hadits gharib. Padahal beliau telah menulis buktinya dalam tulisannya sendiri :<br /><br />وَيْنَا عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ غَيْرَ مَرَّةٍ: لاَ تَكْتُبُوا هَذِهِ اْلأَحَادِيْثَ اْلغَرَايِبَ، فَإِنَّهَا مَنَاكِيْرُ، وَعَامَّتُهَا عَنِ الضُّعَفَاءِ.<br /><br />Kami riwayatkan dari Ahmad bin Hanbal ra , sesungguhnya beliau berkata berkali – kali : Jangan menulis – <b>hadis – hadis yang gharib . Sesungguhnya ia adalah hadis – hadis yang mungkar</b> . Kebanyakannya dari perawi – perawi yang lemah. Mukaddimah Ibnu Sholah 60/1<br /><br />Begitulah yang dituliskan sendiri oleh ustadz Mahrus 'Aliy. Namun beliau mungkin tidak menyadarinya karena terlalu bersemangat dan emosional.<br /><br /><a rel="nofollow">http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=54374</a><br /><br />Lihat juga perbandingannya dalam Syifaa'ul-'Aliil karya Abul-Hasan Al-Ma'ribiy hal. 310, 326-327.<br /><br />dan yang lainnya.....<br /><br />5. Beliau mengkritisi perkataan saya ketika saya mengatakan :<br /><br /><i>Apakah hadits di atas lemah karena faktor ke-gharib-an ? Ingat, Ustadz Mahrus ‘Aliy menjadikan faktor keghariban sebagai kelemahan hadits. <b>Sependek pengetahuan saya, ndak ada ulama hadits mu’tabar yang melemahkannya.</b></i>.<br /><br />Lalu beliau menurunkan perkataan Imam Ahmad sebagaimana yang ada di nomor 4. Saya tidak tahu apakah beliau benar-benar memahami apa yang saya tulis. Kalimat yang saya cetak tebal di atas adalah pertanyaan saya terkait dengan hadits Innamal-a'maalu bin-niyaat. Ini hadits ghariib. Dan menurut Ustadz Mahrus 'Aliy, keghariban ini adalah faktor yang menyebabkan kelemahan hadits. Pertanyaan saya : Apakah ada ulama mu'tabar yang mendla'ifkan hadits Innamal-a'maalu bin-niyaat ? padahal ia juga hadits ghariib ?. <br /><br />6. Beliau mengkritisi saya tentang makna rubbamaa. Beliau katakan bahwa rubbamaa itu bisa bermakna banyak/sering. Alhamdulillah, saya sudah mengetahui itu sebelumnya. Namun yang saya bahas di sini adalah peristilahan rubbamaa menurut ahli hadits, khususnya ketika menilai seorang perawi. Atau kongkritnya : Apa bedanya seorang perawi yang disifati dengan rubbamaa wahm dengan yahimu kalau keduanya dimaknai Ustadz Mahrus 'sering' ?. Lantas, lafadh apa kira-kira yang dipakai untuk perawi yang sedikit wahm nya ?. Silakan dijawab.<br /><br />7. Saya tidak akan berdebat lagi mengenai kata ghariib dan wahm. Silakan rekan-rekan menilainya dengan pertimbangan ilmu hadits.<br /><br />8. Ustadz Mahrus 'Aliy mengatakan bahwa Al-Husain bin Waaqid ini mudallis dan haditsnya tidak diterima kecuali jika ia mengatakan : Haddatsanaa atau Akhbaranaa. Saya katakan : Mungkin beliau ini tidak memperhatikan thabaqat dari Al-Husain ini. Telah saya tuliskan bahwa ia adalah di thabaqah pertama perawi mudallis. Apa artinya ? Tentu orang yang paham akan mengerti... Akan tetapi,…….<br />Itu saja yang dapat saya tulis secara singkat. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan…Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-33610886074404445642011-03-24T15:56:44.374+07:002011-03-24T15:56:44.374+07:00Terima kasih informasinya. Ustadz Mahrus Aliy deng...Terima kasih informasinya. Ustadz Mahrus Aliy dengan keahliannya banyak menganalisis dan mengkritisi dalam hal 'bahasa'. Dalam terjemahan, saya tidaklah letterlijk. Ada beberapa yang bisa diperbincangkan karena kekurangcermatan beliau. Misal tentang terjemahan <i>satu kambing</i>, padahal kata satu itu sudah saya letakkan di awal sehingga tidak perlu pengulangan. Kata beliau saya keliru mengharokati fanadda menjadi fanaddi. Padahal, yang saya tulis adalah fanadda seperti kata beliau, karena saya mencopi-pastenya dari web indoquran. <br /><br />Namun saya secara inshaf mengakui bahwa ada yang keliru dalam penulisan terjemahan saya. Misal menerjemahkan quduur dengan satu kuali, padahal itu merupakan bentuk jamak dari qidr. Juga tentang masalah kuda; yang kesemuanya itu masuk dalam rangkaian hadits Abu Raafi'. Itu semuanya saya akui karena saya hanya langsung mengkopi paste dari indoquran untuk mempersingkat waktu tanpa mengecek lebih lanjut (lihat : <a rel="nofollow">http://www.indoquran.com/index.php?option=com_bukhari&action=viewayat&surano=30</a>).<br /><br />Adapun beberapa referensi yang tidak saya tuliskan teks arabnya, ya karena saya langsung membacanya dari teks book pdf, bukan dengan software (al-maktabah asy-syaamilah) karena saya yakin, buku-buku itu telah sangat dikenal oleh para penuntut ilmu dan dapat dicari berdasarkan babnya. Kecuali jika menggunakan software, maka ini butuh 'kata kunci'. <br /><br />Tapi tidak mengapa untuk membantu, dan saya akan carikan dan berikan beberapa link di internet agar kita semua bisa membacanya tanpa ada distorsi :<br /><br />1. Tentang makna Bahiimatul-An'aam :<br /><br /><a rel="nofollow">http://www.islam-qa.com/ar/ref/71275</a><br /><br /><a rel="nofollow">http://majles.alukah.net/showthread.php?t=241</a> - sekaligus di sini dinukil ijma' oleh An-Nawawiy dalam Al-Majmu'.<br /><br /><a rel="nofollow">http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=6856&idto=6856&bk_no=15&ID=6734</a><br /><br />Dan lain-lain<br /><br />2. Tentang perkataan dalam kitab Al-Inshaaf, bisa ditengok di :<br /><br /><a rel="nofollow">http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=26&ID=2057</a><br /><br />3. Tentang makna ghariib menurut At-Tirmidziy :<br /><br /><a rel="nofollow">http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=72390</a>.<br /><br />4. Pendapat Ibnu Qudaamah tentang kebolehan menyembelih onta dan sapi untuk tujuh orang, dan ia merupakan pendapat jumhur ulama :<br /><br /><a rel="nofollow">http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=6853&idto=6855&bk_no=15&ID=6731</a><br /><br />Saya tidak tahu, bagaimana bisa Ustadz Mahrus 'Aliy tetap keukeuh dengan pendapatnya dan menguatkannya dengan perkataan Ibnu Qudaamah, padahal beliau berkata :<br /><br />مسألة : قال : ( وتجزئ البدنة عن سبعة ، وكذلك البقرة ) وهذا قول أكثر أهل العلمAbu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-68433925545788111682011-03-24T13:59:07.708+07:002011-03-24T13:59:07.708+07:00ust, afwan.
Ahsannya antum jgn menggunakan lafadz ...ust, afwan.<br />Ahsannya antum jgn menggunakan lafadz langsung ke person ust mahrus aliy, krn kita tdk mengetahui betulkah blog tsb benar2 di asuh oleh beliau. Ada baiknya kita tabayyun kepada beliau, apakah beliau yg memiliki blog tsb, kmudian tabayyun kpd ust yazid, apakah ust mahrus aliy sedang mengkoreksi buku ust yazid yg diterbitkan oleh penerbit progressif Surabaya?<br />Bisa jg blog tsb bertujuan sbg 'character assasination' thd nama beliau.<br />baarokallohu fiik yaa ustadz !Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-30264055727042194652011-03-24T04:29:22.541+07:002011-03-24T04:29:22.541+07:00Shaleh Ali menulis :Jawaban anda telah di bantah l...Shaleh Ali menulis :Jawaban anda telah di bantah lagi oleh mantan kyai Nu dan ternyata bantahannya sangat menarik dan tepat sekali . Ternyata jawaban anda banyak kekeliruannya sampai terjemahannya juga keliruAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-66246588459380149692011-03-21T10:20:41.515+07:002011-03-21T10:20:41.515+07:00Dan saya sudah menjawabnya di kolom komentar di at...Dan saya sudah menjawabnya di kolom komentar di atasAbu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-87013064769445654672011-03-19T23:29:47.881+07:002011-03-19T23:29:47.881+07:00Shaleh menulis :
Sepertinya saya sudah menjumpai j...Shaleh menulis :<br />Sepertinya saya sudah menjumpai jawaban mantan kiyai NU kepada keritikan anda yang ternyata banyak kekeliruan . Bisa anda lihat di www.mantankyainu.blogspot.com.tolong di jawab lagiAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-79734927028709486772011-02-22T19:13:01.186+07:002011-02-22T19:13:01.186+07:00BolehBolehAbu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-3887489145214026952011-02-22T12:07:19.032+07:002011-02-22T12:07:19.032+07:00assalamualaikum
ustadz bagaimana hukum solat memak...assalamualaikum<br />ustadz bagaimana hukum solat memakai alas atau sajadahAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-24414311277288769162011-02-09T09:11:25.237+07:002011-02-09T09:11:25.237+07:00Saya coba ngecek lidwa saya untuk membantu mengece...Saya coba ngecek lidwa saya untuk membantu mengecek perawi yg jadi bahan perbincangan disini :<br /><br />1 * Nama Lengkap : Al Husain bin Waqid<br /> * Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua<br /> * Kuniyah : Abu 'Ali<br /> * Negeri semasa hidup : Himsh<br /> * Wafat : 159 H<br />Yahya bin Ma'in = Tsiqah<br />Ibnu Hibban = disebutkan dalam 'ats tsiqaat<br />Ahmad bin Hambal = la ba`sa bih<br />An Nasa'i = Laisa bihi ba's<br />Abu Zur'ah Arrazy = Laisa bihi ba's<br />Kesimpulan : beliau disifati dengan "tidak mengapa dengannya", dan tidak ada kata2 "suka ngelantur".<br /><br />2 * Nama Lengkap : Al Fadlol bin Musa<br /> * Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)<br /> * Kuniyah : Abu 'Abdullah<br /> * Negeri semasa hidup : Himsh<br /> * Wafat : 192 H<br />Ibnu Hibban = disebutkan dalam 'ats tsiqaat<br />Ibnu Syahin = disebutkan dalam 'ats tsiqaat<br />Yahya bin Ma'in = Tsiqah<br />Muhammad bin Sa'd = Tsiqah<br />Abu Hatim = Shaduuq Shalih<br />Ibnu Hajar al 'Asqalani = Tsiqah Tsabat<br />Adz Dzahabi = Tsabat<br />Kesimpulan : tidak ada jarh yg diberikan ulama hadits kepada Al Fadhl bin Musa, paling rendah penilaiannya adalah shaduuq oleh imam Abu Hatim, itupun disifati lg dengan shalih. Ibnu Hajar pun mengatakan Tsiqah Tsabat.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-14537779022967241622011-02-09T01:55:10.500+07:002011-02-09T01:55:10.500+07:006. Ustadz Mahrus ‘Aliy menyebutkan kaedah : Jarh l...6. Ustadz Mahrus ‘Aliy menyebutkan kaedah : <i>Jarh lebih didahulukan daripada ta’diil</i>.<br /><br />Saya katakan : Itu benar. Tapi kaedah itu belum titik dan masih ada kelanjutannya. Ada beberapa syarat sehingga kaedah itu dapat berlaku. Salah satunya adalah, jarh-nya harus mufassar (dijelaskan sebabnya). Dapat kita lihat, jarh yang dialamatkan kepada Al-Fadhl dan Al-Husain, berikut pembahasannya. Pendek kata, tidak pada tempatnya Ustadz Mahrus ‘Aliy membawakan kaedah ini untuk menjatuhkan hadits Al-Fadhl dan Al-Husain, kecuali memang beliau dapat memberikan bukti kongkrit sebagaimana yang saya minta di atas, bukan sekedar asumsi-asumsi.<br /><br />7. Ustadz Mahrus ‘Aliy mengatakan pengambilan hukum dari hadits Jaabir adalah qiyas. Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Benar, tidak salah. Dan itulah yang dilakukan oleh jumhur ulama. Dan itu adalah qiyas shahih. Nampaknya, Ustadz Mahrus ‘Aliy – semoga saya salah – mengambil pandangan menolak qiyas dalam hukum dimana ini adalah pendapat yang lemah yang ternukil di kalangan ulama (= merupakan pendapat masyhur Dhahiriyyah). <br /><br />Akan tetapi, pendapat bolehnya berserikat onta dan sapi itu tidak sekedar qiyas, namun berdasarkan dalil sebagaimana di atas.<br /><br />8. Ustadz Mahrus ‘Aliy mengatakan bahwa saya keliru mengartikan udlhiyyah dengan ‘sembelihan’.<br /><br />Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Ini adalah kritik konstruktif dari beliau, dan saya ucapkan banyak terima kasih untuk itu. Sebenarnya, saya memaksudkan udlhiyyah itu dalam konteks sembelihan kurban, karena memang saya dari awal sampai akhir membahas kurban. Dan saya menukil perkataan An-Nawawiy dan juga Lajnah Daaimah dalam rangka penjelasan tentang kurban. Ma’ruf saya kira makna udlhiyyah itu adalah hewan kurban.<br /><br />Sebagai informasi saja, dalam beberapa nash, digunakan kata ‘sembelihan’ untuk makna udlhiyyah (hewan kurban) atau yang semisalnya. Contoh :<br /><br />عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ<br /><br />Dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa dua hari : Yaumul-Fithr (‘Iedul-Fithri) dan Yaumun-Nahr (Hari Penyembelihan/’Iedul-Adlhaa).<br /><br />عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْيَوْمُ الْآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ <br /> <br />Dari ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Ini adalah dua hari yang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa padanya : Hari dimana kalian berbuka dari puasa kalian, dan hari dimana kalian memakan hewan sembelihan kalian (=udlhiyyah/hewan kurban)”.<br /><br />Dan yang lainnya.<br /><br />Namun, apa yang dikatakan Ustadz Mahrus ‘Aliy itu lebih tepat, dan akan saya perbaiki sesuai dengan kritikan beliau tersebut (sebagaimana terlihat dalam artikel di atas).<br /><br />9. Ustadz Mahrus ‘Aliy mengatakan bahwa beliau masih banyak ‘modal’ untuk menguatkan pendapat beliau tersebut (yaitu berkurban dengan kambing).<br /><br />Saya (Abul-Jauzaa’) katakan : Saya tidak pernah mengingkari kurban dengan kambing. Dan memang banyak dalil yang mendukung hal itu. Akan tetapi pembahasannya di sini bukanlah apakah diperbolehkan berkurban kambing atau tidak, namun bolehkan berkurban selain kambing ? dan kemudian berserikat padanya ?<br /><br />10. Sebenarnya ada beberapa hadits lemah lain yang dapat menjadi syahid hadits di atas. Namun saya kira, hadits Ibnu ‘Abbaas pun telah mencukupi.<br /><br />Itu saja yang dapat saya tanggapi dari jawaban Ustadz Mahrus ‘Aliy. Lebih dan kurang, mohon dimaafkan.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-91327292880822212352011-02-09T01:53:00.611+07:002011-02-09T01:53:00.611+07:00Saya contohkan hadits ghariib dalam permasalahan i...Saya contohkan hadits ghariib dalam permasalahan ini, yaitu hadits yang sudah sangat terkenal di telinga kita :<br /><br />إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى<br /><br />“Amal-amal itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu tergantung dari apa yang ia niatkan”.<br /><br />Hadits ini termasuk hadits ghariib muthlaq. Ia hanya diriwayatkan oleh ‘Umar bin Al-Khaththaab; dari ‘Umar, ia hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah; dari ‘Alqamah, ia hanya diriwayatkan oleh Ibraahiim At-Taimiy; dan dari Ibraahiim, ia hanya diriwayatkan oleh Yahyaa bin Sa’iid Al-Anshaariy. Baru setelah Yahyaa, ia diriwayatkan oleh banyak perawi [lihat ulasan Ibnu Rajab dalam Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam untuk hadits no. 1].<br /><br />Apakah hadits di atas lemah karena faktor ke-gharib-an ? Ingat, Ustadz Mahrus ‘Aliy menjadikan faktor keghariban sebagai kelemahan hadits. Sependek pengetahuan saya, ndak ada ulama hadits mu’tabar yang melemahkannya. <br /><br />Juga, apakah hadits di atas bisa disebut sebagai “<b><i>hadits nyeleneh</i></b>” (meminjam istilah dari istilah Ustadz Mahrus ‘Aliy) ?<br /><br />Gharabah itu tidak sepenuhnya menjadi hal yang menjatuhkan hadits. Dilihat dulu ketsiqahannya.<br /><br />Dalam hadits kurban yang dibahas di atas, perawi yang disorot oleh Ustadz Mahrus ‘Aliy (yaitu Al-Fadhl bin Muusaa) adalah seorang yang tsiqah lagi tsabat. Oleh karena itu, keghariban hadits yang dibawakannya tersebut tidaklah mengapa.<br /><br />Ustadz Mahrus ‘Aliy berkata :<br /><br /><i> Bukankah yang mengatakan bahwa Al Fadhel bin Musa suka mentengahkan hadis – hadis yang nyeleneh , asing adalah Ibnu hajar sendiri . saya jangan di serang , lalu anda hanya menutup mata bahwa perkataan tsb dari Ibnu Hajar . </i><br /><br />Yang mengatakan “<b>suka</b> mengetengahkan hadits-hadits nyeleneh” adalah Anda sendiri. Adapun Ibnu Hajar mengatakan : Tsiqah tsabat, kadang meriwayatkan hadits ghariib. Telah lewat pembahasan makna gharib dalam musthalah, dan saya persilakan pada para Pembaca yang pakar bahasa Indonesia apakah sesuai istilah ‘nyleneh’ dengan ghariib sebagaimana yang telah lewat penjelasanannya. Selain itu, Ustadz Mahrus ‘Aliy juga menggunakan kata <i>suka</i>. Ini ekuivalen dengan sering. Dalam At-Taqriib, Ibnu Hajar menggunakan kata <i>rubamaa</i> , dimana dalam peristilah jarh dan ta’dil ini digunakan untuk makna kadang-kadang atau sedikit. Hal itu digunakan untuk membedakannya dengan istilah : yughrib (sering meriwayatkan hadits-hadits gharib), misalnya. Sama juga dengan sifat kesalahan (khatha’). Beda antara istilah rubamaa akhtha’ dengan yukhthi’ atau katsiirul-khathaa’. Para Pembaca tahu akan tahu sekarang letak ketidakadilan penilaian Ustadz Mahrus ‘Aliy terhadap Al-Fadhl bin Muusaa ini.<br /><br />Tentang perkataan Imam Ahmad bahwa Al-Fadhl ini meriwayatkan hadits-hadits munkar (manaakir); maka dalam peristilahan mutaqaddimiin, ia dapat bermakna ghariib. Oleh karenanya Ibnu Hajar menghukuminya dengan : ‘kadang meriwayatkan hadits ghariib’.<br /><br />4. Tentang Al-Husain bin Waaqid, yang dikatakan oleh Ustadz Mahrus ‘Aliy ini <i>suka nglantur</i>. Sama seperti di atas, beliau ini mengartikannya bukan dengan pemahaman yang dikenal dalam ilmu hadits. Wahm dalam ilmu hadits berarti keliru atau ragu. Perawi yang disifati dengan wahm, maka itu menunjukkan kelemahan dalam hapalannya, karena ada kekeliruannya atau keraguan dalam periwayatan haditsnya. Bandingkan jika kita artikan ngelantur yang berkonotasi pada berangan-angan. Sangat jauh.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-63170846955868388412011-02-09T01:52:06.482+07:002011-02-09T01:52:06.482+07:00Maka, Ibnu Qudaamah memaksudkannya dalam hadits Ra...Maka, Ibnu Qudaamah memaksudkannya dalam hadits Raafi’. Apa itu hadits Raafi’ yang dimaksudkan Ibnu Qudaamah ? Hadits itu sebagai berikut :<br /><br />حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَكَمِ الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ عَنْ جَدِّهِ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ فَأَصَابَ النَّاسَ جُوعٌ فَأَصَابُوا إِبِلًا وَغَنَمًا قَالَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُخْرَيَاتِ الْقَوْمِ فَعَجِلُوا وَذَبَحُوا وَنَصَبُوا الْقُدُورَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْقُدُورِ فَأُكْفِئَتْ ثُمَّ قَسَمَ فَعَدَلَ عَشَرَةً مِنْ الْغَنَمِ بِبَعِيرٍ فَنَدَّ مِنْهَا بَعِيرٌ فَطَلَبُوهُ فَأَعْيَاهُمْ وَكَانَ فِي الْقَوْمِ خَيْلٌ يَسِيرَةٌ فَأَهْوَى رَجُلٌ مِنْهُمْ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ لِهَذِهِ الْبَهَائِمِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ فَمَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا <br /><br />Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Al-Hakam Al-Anshaariy : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Sa’iid bin Masruuq, dari ‘Abaayah bin Rifaa’ah bin Raafi’ bin Khadiij, dari kakeknya, ia berkata : "Kami bersama Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam di Dzul Hulaifah ketika sebagian orang terserang lapar lalu mereka mendapatkan (harta rampasan perang berupa) unta dan kambing. Saat itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berada di belakang bersama rombongan yang lain. Orang-orang yang lapar itu segera saja menyembelih lalu mendapatkan daging sebanyak satu kuali. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar kuali tersebut ditumpahkan isinya. Kemudian Beliau membagi rata dimana bagian setiap sepuluh kambing sama dengan satu ekor unta. Namun ada seekor unta yang lari lalu mereka mencarinya hingga kelelahan. Sementara itu diantara mereka ada yang memiliki seekor kuda yang lincah lalu ia mencari unta tadi dan memburunya dengan panah hingga akhirnya Allah menakdirkannya dapat membunuh unta tersebut. Beliau bersabda: "Sesungguhnya bintang seperti ini hukumnya sama dengan binatang liar. Maka apa saja yang kabur dari kalian (lalu didapatkannya,) perlakuklanlah seperti ini......" [HR. Al-Bukhaariy].<br /><br />Intinya, tidak nyambung dengan hadits yang dibahas. Dan memang hadits itu tidak membicarakan udlhiyyah. Adapun Ibnu Qudamah sendiri menguatkan mencukupinya seekor onta atau kambing untuk tujuh orang yang berserikat, yang kemudian menukil pendapat para shahabat dan tabi’iin yang menyepakati hal itu seperti Ibnu ‘Abbaas, ‘Aaisyah, ‘Athaa’, Thaawus, Saalim, Al-Hasan, ‘Amru bin Diinaar, Ats-Tsauriy, Al-Auzaa’iy, Asy-Syaafi’iy, Abu Tsaur, dan ashhaabur-ra’yi. Saya harap, Ustadz Mahrus ‘Aliy membaca bagian ini.<br /><br />2. Kemudian dalam masalah pembahasan hadits, Pembaca dapat melihat bagaimana beliau (Ustadz Mahrus ‘Aliy) hanya fokus pada jarh saja tanpa mempertimbangkan sisi ta’dil-nya. Ini bukanlah manhaj penilaian yang ‘adil terhadap perawi sebagaimana dikenal oleh para ahli hadits.<br /><br />3. Mengenai masalah perkataan <i>ghariib</i>, saya kira Ustadz Mahrus ‘Aliy telah sangat berlebihan dalam membela pendapatnya yang sudah nyata-nyata salah. Ghariib, secara bahasa merupakan sifat musyabbahah yang bermakna al-munfarid, atau jauh dari kerabat. Namun <b>menurut istilah ilmu hadits</b>, hadiits ghariib berarti hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendirian [Taisiru Mushthalahil-Hadiits, hal. 27].Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-80772714014152484252011-02-09T01:31:33.058+07:002011-02-09T01:31:33.058+07:00Dikatakan oleh Ustadz Mahrus ‘Aliy bahwa Ahmad bin...Dikatakan oleh Ustadz Mahrus ‘Aliy bahwa Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawaih mengharuskan berkurban kambing. Saya kira ini harus diteliti kembali. Penulis kitab Al-Inshaaf fii Ma’rifatir-Raajih minal-Khilaaf ‘alaa Madzhab Al-Imam Al-Mubajjal Ahmad bin Hanbal (4/73) menyebutkan bahwa <b>binatang yang paling afdlal untuk hadyu dan udlhiyyah adalah onta, kemudian sapi, kemudian kambing</b>. Mungkin beliau (Ustadz Mahrus ‘Aliy) berkesimpulan dari perkataan At-Tirmidziy :<br /><br />والعمل على هذا عند بعض أهل العلم وهو قول أحمد وإسحاق واحتجا بحديث النبي صلى الله عليه وسلم أنه ضحى بكبش فقال هذا عمن لم يضح من أمتي وقال بعض أهل العلم لا تجزئ الشاة إلا عن نفس واحدة وهو قول عبد الله بن المبارك وغيره من أهل العلم <br /><br />“Hadits ini menjadi pedoman amal menurut sebagian ulama', dan inilah pendapat Ahmad dan Ishaq. Keduanya berdalil dengan hadits Nabi shallaallahu 'alaihi wa sallam, Bahwasanya beliau pernah berkurban dengan seekor kambing, lalu beliau bersabda: "Ini untuk orang-orang yang belum berkurban dari umatku." Sebagian ulama' berpendapat bahwa seekor kambing tidak cukup kecuali untuk satu orang. Dan ini adalah pendapat Abdullah bin Al-Mubaarak dan selainnya dari kalangan para ulama'" [selesai].<br /><br />Ini jelas wahm dari beliau (Ustadz Mahrus ‘Aliy). At-Tirmidziy menyebutkan pendapat Al-Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih bukan untuk membatasi. Lagi pula, tidak ada pernyataan : <i><b>mengharuskan korban kambing</b></i> seperti dikatakan oleh Ustadz Mahrus Aliy. At-Tirmidziy mengatakan hal di atas adalah untuk menyebutkan perbedaan di kalangan ulama apakah sembelihan kambing (udlhiyyah/korban) itu mencukupi satu keluarga ataukah tidak. Dan memang hadts yang disebutkan At-Tirmidziy berbicara tentang itu. <br /><br />Adapun pendapat Maalik bin Anas, beliau menyebutkan sendiri dalam Al-Muwaththa’ :<br /><br />واحسن ما سمعت في البدنة والبقرة والشاة الواحدة ان الرجل ينحر عنه وعن أهل بيته البدنة ويذبح البقرة والشاة الواحدة هو يملكها ويذبحها عنهم ويشركهم فيها<br /><br /><br />“Perkataan paling baik yang pernah aku dengar tentang (kurban) seekor onta, sapi, dan kambing, bahwasannya seorang laki-laki boleh menyembelih untuk dirinya dan keluarganya seekor onta, sapi, dan kambing. Dialah pemiliknya, dan ia sembelih untuk keluarganya juga, serta menyertakan mereka dalam sembelihan kurban tersebut” [selesai].<br /><br />Jika Ustadz Mahrus ‘Aliy telah menyebutkan pendapat Asy-Syaafi’iy dan Abu Hanifah tentang pembolehan kurban sapi dan onta (dengan menukil Bidaayatul-Mujahid 1/349), dan di sini saya sebutkan madzhab Maalik dan Ahmad; maka nampaklah bagi Pembaca budiman dimana sebenarnya posisi imam empat dalam masalah pembolehan korban sapi dan onta.<br /><br />Adapun perkataan Ibnu Qudaamah yang dinukil oleh Ustadz Mahrus ‘Aliy :<br /><br />فهو في القسمة لا في الأضحية إذا ثبت هذا<br /><br />“Ia adalah dalam pembagian saja, bukan dalam udlhiyyah; seandainya hadits itu tsabit”.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-33823325746041703482011-02-09T01:30:50.596+07:002011-02-09T01:30:50.596+07:00Terima kasih atas infonya.
Telah saya jawaban bel...Terima kasih atas infonya.<br /><br />Telah saya jawaban beliau (Ustadz Mahrus ‘Aliy) akan artikel di atas. Ada dua point sebenarnya yang beliau anggap bid’ah dalam masalah hewan kurban. <b>Pertama</b>, adalah masalah berkurban selain kambing, dan yang <b>kedua</b> adalah masalah berserikatnya. Saya akan jawab secara ringkas sebagai berikut :<br /><br />1. Allah ta’ala berfirman :<br /><br />لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ<br /><br />“supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa <b>binatang ternak</b>. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir” [QS. Al-Hajj : 28].<br /><br />وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ<br /><br />“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap <b>binatang ternak</b> yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [QS. Al-Hajj : 34].<br /><br /><i>Bahiimatul-an’aam</i> dalam ayat tersebut maknanya (dalam bahasa ‘Arab) adalah domba, sapi, atau onta. Udlhiyyah tidaklah sah kecuali dengan tiga jenis binatang in. Ini adalah pendapat jumhur ulama [lihat Al-Mughniy 11/99, Al-Ma’uunah 1/658, dan Mukhtashar Ikhtilafil-‘Ulamaa oleh Ath-Thahawiy 3/224]. Bahkan Ibnu Rusyd dalam Bidaayatul-Mujtahid 2/435 dan Ash-Shan’aniy dalam Subulus-Salaam 4/176 menukil adanya ijma’ akan hal tersebut.<br /><br />Apa yang saya tulis di atas, saya nukil dari melalui perantaraan Tanwiirul-‘Ainain hal. 366 (karya Abul-Hasan Al-Ma’ribiy).Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-32058761897984173682011-02-07T13:48:38.436+07:002011-02-07T13:48:38.436+07:00http://mantankyainu.blogspot.com/2011/01/jawabanku...http://mantankyainu.blogspot.com/2011/01/jawabanku-ataas-keritikan-ust-abu-al.htmlauliahttp://(opsional)noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-81377697944835003572011-02-02T15:03:05.495+07:002011-02-02T15:03:05.495+07:00Terima kasih atas informasinya. Saya sangat senang...Terima kasih atas informasinya. Saya sangat senang jika beliau mau menuliskannya, khususnya kepada saya. Selama ini, saya tidak menganggap beliau sebagai musuh yang harus selalu antipati dalam segala keadaan. Namun dalam perkara di atas, mohon maaf jika seandainya saya tidak sependapat dengan beliau.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-45834445341851202502011-01-25T23:44:10.389+07:002011-01-25T23:44:10.389+07:00MUhammad ali menulis :
MUhammad ali menulis :
Sek...MUhammad ali menulis :<br /><br />MUhammad ali menulis :<br />Sekarang . Ust Mahrus ali sedang di tunjuk sebagai korektor buku karya Ust Yazid judulnya fiqhul lughoh yang akan diterbitkan oleh Pustaka progressif, Jadi bila tidak sibuk akan di jawab dan saya sendiri hadis tentang korban unta untuk sepuluh orang itu tidak di kenal di kalangan sahabat, tabiin . Karena itu pula Imam Malik tokoh Medinah , Imam Bukhari , Muslim tidak berani measukkannya dlm kitab sahih mereka . bahkan Imam Tirmidzi sendiri bilang : <br />هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ <br />Hadis ini hasan nyeleneh.<br />Beliau juga bilang :<br />قال أبو عيسى حديث بن عباس حديث حسن غريب لا نعرفه إلا من حديث الفضل بن موسى \1503\<br />Abu Isa ( Imam Tirmidzi) berkata :Hadis Ibnu Abbas ini hasan nyeleneh , kami tidak tahu kecuali dari hadis Al Fadhel bin Musa. <br />Kalimat ini menunjukkan bahwa hadis tsb hanya melalui jalur sanad itu. Bila ada yang lain , mesti Imam Tirmidzi akan tidak memberikan komentar seperti itu. <br />Imam Ahmad sendiri yang meriwayatkannya tidak menyatakan hadis tsb sahih. Begitu juga Imam Nasai , tidak berani menyatakan hadis tsb sahih . Bahkan Imam Tirmidzi masih menyatakan hasan tapi nyeleneh. Dan korban unta untuk sepuluh orang itu bertentangan juga dengan hadis yang anda ketengahkan ketika para sahabat menyembelih dam atau hadyu karena mereka tidak bisa melanjutkan umrahnya ke masjidil haram.<br />Hadis nyeleneh itu bertentangan dengan tuntunan Korban yang di lakukan oleh Nabi Ibrahim yaitu beluau saat itu di turuni kambing kibas. Dan hadis Ibnu Abbas yang anda ketengahkan itu masih bersifat umum bukan husus korban . Maaf , anda suatu saat akan melihat kekeliruan artikel Ust.Abul Jauza` itu dlm blog mantankyainu.blogspot. Maaf di tunggu saja ketika Ust Mahrus ada kesempatan akan menjawabnya .Mudah- mudahan kita mau menerima kebenaran dengan dalil dan membuang kesalahanAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-65666791237748103332010-12-26T06:18:52.073+07:002010-12-26T06:18:52.073+07:00Karena ustadz Abul Jauzaa sepertinya sedang sibuk ...Karena ustadz Abul Jauzaa sepertinya sedang sibuk atau mungkin sedang beristirahat, maka izinkan saya untuk membantu menjawab pertanyaan anonim.<br /><br />Untuk akhi anonim 23 Desember 2010 19.26 : Penjelasan lengkapnya mengenai hadits itu bisa dilihat disini http://abangdani.wordpress.com/2010/05/19/surga-itu-di-bawah-telapak-kaki-ibu/<br /><br />Untuk akhi anonim 24 Desember 2010 14.38 : Afwan, jika sekiranya anda menemukan sebuah artikel di web yg mengutip hadits tp tidak dijelaskan hadits riwayat siapa, hendaklah sikap kita berhati2 apalagi bila misalkan blog tersebut lebih dikenal sbg blog penentang sunnah atau sering menebarkan syubhat/hadits2 tidak jelas. Berhati2lah thd mereka akhi.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-51724534950553426632010-12-24T14:38:24.077+07:002010-12-24T14:38:24.077+07:00Assalamu'alaykum..
afwan ustadz, ana mau tany...Assalamu'alaykum..<br /><br />afwan ustadz, ana mau tanya, kemarin ana membaca sebuah hadits qudsi dari sebuah website,<br />potongan hadits itu berbunyi (kalau nggak salah), "Jika kalian tidak bersyukur atas apa yang aku berikan, maka carilah langit lain dan tuhan lain selain aku.."<br /><br />sayang, si empunya website tidak menampilkan keterangan hadits tersebut seperti kekuatan sanadnya, para perawinya..<br /><br />barangkali ustadz tahu bagaimana keadaan hadits itu, apakah shahih atau bagaimana..<br /><br />syukran jawabanya ustadz, Jazakallahu khairan.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-27744409124000997422010-12-23T19:26:31.531+07:002010-12-23T19:26:31.531+07:00“Surga itu di bawah telapak kaki ibu.”
apakah laf...“Surga itu di bawah telapak kaki ibu.”<br /><br />apakah lafadz diatas hadits kah atau bukan..???<br /><br />Jazakallahu khair.... :)Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-50165119050041382982010-12-15T16:42:22.883+07:002010-12-15T16:42:22.883+07:00@Anonim (14 Desember 2010 15.47) : You said : It&#...@Anonim (14 Desember 2010 15.47) : You said : <i>It's kind a joke u know</i>.<br /><br />no..... he..he... Komentar saya itu sebagai jawaban atas nasihat saudara saya tercinta yang tidak ditampilkan atas permintaannya...<br /><br />@Anonim (14 Desember 2010 17.01), siapapun dia, saya juga tidak menisbatkan pada siapa-siapa. Artikel di atas adalah murni respon dari artikel pada Blog tersebut. Siapapun penulisnya. Tapi coba antum baca : <a rel="nofollow">http://mantankyainu.blogspot.com/2010_08_01_archive.html</a><br /><br />@Abu Ahmad,.. secara umum, 'an'anah Al-A'masy adalah diterima, karena ia termasuk thabaqah kedua mudallisiin. Begitulah menurut Ibnu Hajar. Namun Abu Haatim memberikan penjelasan bahwa keumuman riwayatnya dari Mujaahid, termasuk bagian dari tadlisnya (yang tidak diterima). Wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-81718726541013672172010-12-14T20:43:56.910+07:002010-12-14T20:43:56.910+07:00Assalamu'alaikum ustadz,
Maaf ini topiknya be...Assalamu'alaikum ustadz,<br /><br />Maaf ini topiknya beda dengan artikel. Saya ingin tahu bagaimana status an'anah Al A'masy (Sulaiman bin Mihran) jika ia berkata "dari Atho'"? Apakah an'anah-nya ini berstatus dho'if (karena tadlis) ataukah memang benar penyimakan beliau dari Atho'?<br /><br />Terima kasih atas kesediaan waktunya untuk menjawab pertanyaan saya ini. Oh ya ustadz, jika ustadz ada kesediaan waktu, mohon dibahas mengenai keringanan untuk tidak sholat jum'at jika hari jum'at berbarengan dengan 'ied, ditinjau dari sisi hadits2nya.<br /><br />Jazakallah khoir<br />--Abu Ahmad--Anonymousnoreply@blogger.com