tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post6968008197593705130..comments2024-03-24T04:17:07.334+07:00Comments on Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة: Hadits Larangan Tidur Sendirian/Seorang DiriUnknownnoreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-29013733252693381632013-09-23T19:38:45.505+07:002013-09-23T19:38:45.505+07:00Penyelisihannya adalah ia memberikan tambahan yang...Penyelisihannya adalah ia memberikan tambahan yang tidak diberikan oleh jama'ah. 'Abdul-Waahid menyelisihi ashhaab 'Aashim yang utama yang kredibilitasnya jauh di atasnya. Selain itu, penyelisihan itu bukan hanya di tingkat 'Aashim, akan tetapi pada di setiap level/thabaqah. Kontent tambahan lafadh itu sudah benar-benar terlepas dari riwayat induk. Juga, tambahan lafadh tersebut kontradiktif dengan hadits :<br /><br />حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنِي أَبُو هَانِئٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، يَقُولُ: عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ : "فِرَاشٌ لِلرَّجُلِ، وَفِرَاشٌ لِامْرَأَتِهِ، وَالثَّالِثُ لِلضَّيْفِ، وَالرَّابِعُ لِلشَّيْطَانِ "<br /><br />Telah menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir Ahmad bin ‘Amru bin Sarh : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb : Telah menceritakan kepadaku Abu Haani’, bahwasannya ia mendengar Abu ‘Abdirrahmaan berkata, dari Jaabir bin ‘Abdillah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Satu tempat tidur untuk suami, satu tempat tidur untuk istri, (tempat tidur) yang ketiga untuk tamu, dan (tempat tidur) yang keempat untuk setan” [Shahiih Muslim no. 2084 - takhri j hadits selengkapnya bisa dibaca di <a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/02/barangkali-anda-menyediakan-fasilitas.html" rel="nofollow">sini</a>].<br /><br />Beberapa ulama menjelaskan bahwa hadits itu memberikan faedah diperbolehkannya seseorang tidur sendiri di tempat tidurnya.<br /><br />Itulah beberapa qarinah yang mengindikasikan syadz-nya tambahan lafadh tersebut. <br /><br />Adapun dalam kasus tahrik, Zaaidah bin Qudaamah memberikan tambahan lafadh yang masih tercakup dalam lafadh induknya. Zaaidah memberikan tambahan menggerak-gerakkan, dimana lafadh ini merupakan cakupan dari lafadh isyarat. Selain itu, ulama dulu dan sekarang menerima menerima tambahan lafadh yang diberikan olreh Zaaidah. Oleh karena itu, dalam kasus Zaaidah tidak dihukumi syaadz.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-20936850201276246682013-09-23T18:21:39.747+07:002013-09-23T18:21:39.747+07:00Assalaamu alaykum,
Jazaakallahu khayr atas artikel...Assalaamu alaykum,<br />Jazaakallahu khayr atas artikelnya ustadz. <br /><br />Tapi ada hal yang ingin ana tanyakan karena belum jelas untuk ana ustadz.<br /><br />Di artikel di atas disebutkan "Akan tetapi ‘Abdul-Waahid diselisihi oleh Al-Fadhl bin Dukain (tsiqah lagi tsabat) [kemudian disebutkan perawi2 lain]....Yaitu tanpa ziyaadah (tambahan) larangan tidur seorang diri". Kemudian disebutkan "Oleh karena itu, ziyaadah lafadh larangan tidur sendirian berasal dari Abu ‘Ubaidah Al-Haddaad dan ini merupakan kekeliruan darinya, sehingga dihukumi syaadz".<br /><br />Pertanyaan ana: dimanakah letak penyelisihan Abdul-Waahid terhadap riwayat2 lain dengan perawi yg lebih tsiqah tersebut? Bukankah riwayat beliau "hanya" berisi tambahan/ziyaadah (larangan tidur sendirian) yang sebenarnya tidak bertentangan/menyelisihi riwayat lain dari perawi2 yang lebih tsiqah? Tidakkah hal ini mirip dengan pembahasan ziyaadah Za'idah bin Qudamah tentang menggerakkan jari dalam tasyahud? Setahu ana shaykh Albany melihat bahwa ziyaadah tersebut (lafadz yuharrikuhaa) bukanlah bentuk penyelisihan riwayat2 lain yang (lebih) shahih, sehingga riwayat tersebut tidak bisa dihukumi syadz.<br /><br />Syaikh al Albani berkata dalam mukadimah kitab beliau Tamamul Minnah tentang hadits syadz:<br />"Namun apabila dalam (tambahan periwayatannya itu) tidak ada perselisihan dengan apa yang diriwayatkan oleh yang lain, hanya saja ia meriwayatkan sesuatu yang tidak diriwayatkan oleh yang lainnya, maka diperiksa keadaan perawi yang menyendiri ini, jika ia adalah seorang perawi yang adil, hafizh, terpercaya dalam kekokohan serta kedhabitannya maka diterima apa yang ia riwayatkan secara menyendiri tersebut”<br /><br />Sumber: http://abuayaz.blogspot.com/2010/11/menggerak-gerakkan-jari-telunjuk-ketika.html#ixzz2fiI8NtiB<br /><br />Sepintas bagi ana terlihat bahwa riwayat Abdul-Waahid diatas hanya berisi sesuatu yang tidak diriwayatkan perawi lain yang lebih tsiqah, namun bukan berbentuk penyelisihan. Mohon penjelasan dari antum. Mudah2an Allah mudahkan agar ana bisa lebih memahami masalah ini.<br /><br />Baarakallahu fiik ustaadz.Anonymousnoreply@blogger.com