tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post5637147839727369125..comments2024-03-24T04:17:07.334+07:00Comments on Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة: Pokok Iman (Ashlul-Iimaan) Menurut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ahUnknownnoreply@blogger.comBlogger92125tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-81694647840636157342014-01-15T17:13:20.885+07:002014-01-15T17:13:20.885+07:00Saya tidak akan menanggapi karena Abul-Harits itu ...Saya tidak akan menanggapi karena Abul-Harits itu tidak menanggapi detail penukilan saya. Coba antum baca sekali lagi artikel di atas dan apa yang dikatakan para imam. Apa yang saya nukil di atas bukan buatan saya loh. Atau lebih jelasnya, baca artikel ini :<br /><br /><a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/04/hadits-tidak-pernah-beramal-kebaikan.html" rel="nofollow">Hadits 'Tidak Pernah Beramal Kebaikan Sedikitpun' dalam Perspektif Ahlus-Sunnah</a>.<br /><br />Dalam artikel ini jelas sekali dhahir hadits berbicara apa dan bagaimana pendapat para ulama dalam menyikapinya.<br /><br />Abul-Harits tidak melakukan analisa. Ia lebih condong mengambil ijtihad seorang ulama untuk menghukumi ulama lainnya. Saya malas menanggapi yang bersangkutan karena yang bersangkutan tidak lebih hanya taqlid saja pada sebagian kitab/bacaan dengan mengesampaingkan penjelasan yang ada di kitab lain.<br /><br />Coba baca juga artikel : <a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/04/jinsul-amal.html" rel="nofollow">Jinsul-'Amal</a> yang merupakan tanggapan saya terhadap yang bersangkutan.<br /><br />Yang penting di sini kita memahami duduk permasalahannya, critical point apa yang menjadi perbedaan ulama dalam menyikapinya.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-31414299819407823522013-11-12T13:56:03.992+07:002013-11-12T13:56:03.992+07:00Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
...Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.<br /><br />Ustadz, mengutip tulisan diatas; ada pendapat yang mengatakan bahwa pokok iman adalah pembenaran dengan hati dan disertai ucapan lisan. (Al-Imaam Al-Marwaziy rahimahullah, Al-Kalaabadziy rahimahullah, Al-Haafidh Ibnu Rajab rahimahullah).<br />ada pendapat yang mnegatakan bahwa pokok iman adalah pembenaran, kecintaan dan ketundukkan disertai dengan ucapan lisan (Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah)<br /><br />Ustadz, ada seseorang muslim kemudian murtad dan masuk islam kembali. sebelum bersyahadat dia masih merasa berat hatinya untuk meninggalkan pekerjaan (PNS) yang didalamnya terdapat ikhtilat. <br /><br />ketika mengucapkan syahadat dia membenarkan dengan hati. namun sering muncul pertanyaan dalam hatinya antara lain:<br />1.) belum sah syahadatmu karena kamu belum tunduk sepenuhnya kepada Allah. buktinya kamu belum mau keluar dari pekerjaan tsb.<br />2.) apakah dia masih menyembah hawa nafsunya<br />3.) ada tujuh syarat syahadat (ilmu, yakin, ikhlas, menerima, tunduk, jujur ) sedangkan salah satu syaratnya yaitu tunduk belum terpenuhi.<br />4.) merasa bahwa dirinya orang munafik. dan di surat Al Munafiqun ayat 1 dijelaskan bahwa syahdat orang munafik (dalam ayat tsb) ditolak. sehingga orang tsb sering merasa khawatir.<br />itulah bisikan yang sering muncul dihatinya ustadz.<br /><br />Pertanyaan:<br />A.)Apakah Sah syahadat orang tersebut. karena bisikan tersebut muncul sesaat sebelum mengucapkan syahadat. sehingga saat ini orang tesebut ragu2 apakah syahadatnya sha atau tidak.?<br /><br />B.) Perlukah dia mengulang syahadat?Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-50374680493821491742013-01-31T16:55:43.039+07:002013-01-31T16:55:43.039+07:00Bismillah. Semoga Allah segera mengangkat fitnah i...Bismillah. Semoga Allah segera mengangkat fitnah ini. Hati ini menangis. Tulisan antum membuka wacana bagi mereka yang mau sedikit melapangkan dadanya kepada syaikh Ali. Apakah mungkin syaikh Ali dengan mudahnya beraqidah murji'ah?<br />Mengapa karena berbeda pandangan dengan salah satu / beberapa ulama Saudi kemudian ulama yang membela aqidah beliau menjadi terdiam?! <br />Apakah karena syaikh al-Albani telah wafat? Apakah karena syaikh Utsaimin telah tiada? Mengapa? Mengapa? <br />Ya Allah, rahmatilah para ulama kami. Lindungilah mereka. Satukanlah barisan mereka. Lembutkanlah hati dan sejukkanlah pandangan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa Atas Segalanya.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-34003517704327028162013-01-28T21:31:15.140+07:002013-01-28T21:31:15.140+07:002. Tuduhan bahwa Syaikh 'Aliy membatasi kekuf...2. Tuduhan bahwa Syaikh 'Aliy membatasi kekufuran hanya pada kufur juhud (kufur pengingkaran) dan kufur takdzib (kufur karena mendustakan) dan istihlal qalbi.<br /><br />Ini adalah kedustaan yang nyata terhadap Syaikh 'Aliy. Tentu saja ini diketahui bagi orang yang membaca kitab At-Tahdziir dan Shaihatun Nadziir. Bagaimana bisa ?. <b>Tidak ada sama sekali</b> pernyataan Syaikh 'Aliy yang membatasi kekufuran itu hanya tiga seperti yang dikatakan ulama Lajnah. Bahkan, ketika Asy-Syaikh ‘Aliy hafidhahullah menukil perkataan Asy-Syaikh As-Sa’diy rahimahullah dalam kitab Al-Irsyaad – sebagaimana dibawakan di artikel di atas - , Asy-Syaikh ‘Aliy berkata :<br /><br />لا منافاة بين كون الجحود هو باب الكفر وبين كون أقسام الكفر ستة<br /><br />“Tidaklah menafikkan antara keberadaan juhuud merupakan bab kekufuran, dengan keberadaan macam-macam kekufuran yang enam” [Al-Ajwibatul-Mutalaaimah, hal. 8 dan At-Tahdziir min fitnatil-Ghulluw wat-Takfiir, hal. 16 & 132].<br /><br />Jelas dari perkataan ini Syaikh 'Aliy tidak melakukan pembatasan sebagaimana yang dituduhkan. Dikuatkan lagi, Syaikh ‘Aliy hafidhahullah <b>secara tekstual</b> menyebutkan secara panjang lebar <b>6 macam kekufuran</b> dalam dalam kitab Shaihatun Nadziir hal. 47-49.<br /><br />Sekali lagi, dimana ada pernyataan adanya pembatasan tersebut ?. Wallaahu a'lam.<br /><br />3. Tuduhan bahwa Syaikh 'Aliy merubah maksud perkataan Allamah yang mulia: syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh rahimahullah Ta’ala dalam risalahnya yang berjudul “Tahkiim al-qawaaniin al-wadh’iyyah”.<br /><br />Ini juga tuduhan yang terlalu lemah untuk dibantah. Asy-Syaikh Al-Halabiy membawakan perkataan Syaikh Muhammad bin Ibraahiim tidak hanya dalam satu tempat. Dan beliau menginginkan secara utuh manhaj Syaikh Ibraahiim dalam permasalahan berhukum dengan selain hukum Allah dengan pemahaman yang komprehensif, bukan sekedar di kitab Tahkiim Al-Qawaaniin saja. Oleh karena itu, Syaikh 'Aliy Al-Halabiy pun membawakan perkataan Syaikh Muhammad bin Ibraahiim yang lain yang berbicara tentang hal itu yaitu dalam Fataawaa nya :<br /><br />من تحكيم شريعته، والتقيد بها، ونبذ ما خالفها من القوانين والأَوضاع وسائر الأَشياء التي ما أَنزل الله بها من سلطان، والتي من حكم بها أَو حاكم إليها معتقدًا صحة ذلك وجوازه فهو كافر الكفر الناقل عن الملة، وإن فعل ذلك بدون اعتقاد ذلك وجوازه فهو كافر الكفر العملي الذي لا ينقل عن الملة<br /><br />[lihat : At-Tahdziir hal. 27 dan Shaihatun Nadziir hal. 96].<br /><br />Apakah tidak jelas ?.<br /><br />Barangsiapa berhukum dengannya dengannya (yaitu undang-undang buatan) atau berhukum kepadanya, dengan keyakinan hal itu dibenarkan, atau dibolehkan, maka ia kafir dengan kekufuran yang menjadikannya keluar dari agama. Adapun bila ia melakukannya tanpa disertai oleh keyakinan dibenarkannya perbuatan tersebut atau dibolehkannya, maka ia telah kafir dengan kufur amali, yang tidak sampai menjadikannya keluar dari agama.<br /><br />Itu tekstual dari perkataan Syaikh Muhammad bin Ibraahiim !!. Dan ini perktaan Syaikh yang merinci permasalahan !!<br /><br />Oleh karena itu, dalam Raf'ul-Laaimah Ad-Dausariy tidak membahasnya secara proporsional, karena ia tahu bahwa fatwa itu merugikan/mementahkan kritikannya. Inilah hakekat kritikan Ad-Dausariy. Ad-Dausariy kemudian malah membawakan pendapat Syaikh Ibnu Jibriin tentang pandangan beliau atas pendapat Syaikh Muhammad bin Ibraahiim dalam masalah tahkiim 'alal-qawaaniin [Raf'ul-Laaimah, hal. 122-123].<br /><br />Dan seterusnya, panjang jika dituliskan semuanya.<br /><br />Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Syaikh 'Ubaid dan Syaikh Husain Aalusy-Syaikh mengatakan bantahan Syaikh 'Aliy sangatlah kuat dan ilmiah. <br /><br />Saya hanya mengingatkan akan firman Allah ta’ala dalam sebuah hadits qudsi :<br /><br />يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلىَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا<br /><br />“Wahai hamba-Ku, sesungguhya aku telah mengharamkan kedhaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kedhaliman itu) diantara kalian. Maka janganlah kalian saling berbuat dhalim...”.<br /><br />Semoga sekelumit ini ada manfaatnya.<br />Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-51251282630737812332013-01-28T21:28:06.768+07:002013-01-28T21:28:06.768+07:00Penulis blog itu cuma menterjemahkan, tidak melaku...Penulis blog itu cuma menterjemahkan, tidak melakukan penelaahan. Atau pendek kata, <b>taqlid</b>. Telah beberapa kali saya katakan bahwa dulu Asy-Syaikh Rabii' dan Asy-Syaikh 'Ubaid Al-Jaabiriy hafidhahumallah membela Syaikh 'Aliy dan menyatakan Lajnah keliru dalam permasalahan tersebut. Ini perkataannya Syaikh 'Ubaid terhadap permasalahan tersebut :<br /><br />والشيخ علي رد ردًّا مؤدبًا قويًا دافع فيه عن نفسه فمن أراد أن يحكم للشيخ علي أو عليه أو يحكم للجنة أو عليها فليقارن بين رد اللجنة وملحوظاته ومحتوى الكتابين فإن وجد اللجنة مخطئة على الشيخ علي حكم له ولا يضر اللجنة؛ خطأها من طبيعة البشر وأعتقد أنهم سيرجعون عن خطئهم وإن كانوا الآن لم يردوا على الشيخ علي بشيء, و إن وجد أن اللجنة مصيبة وفي ملحوظاتها على الكتابين حكم على الشيخ علي و إن كان أخانا وحبيبنا ولكن الحق أحب، الحق أحب إلينا من اللجنة ومن الشيخ علي، الكل حبيبنا ولكن الحق أحب إلينا<br /><br />[kaset An-Nashiihatush-Shariihah].<br /><br />Kata syaikh 'Ubaid, bahwa Syaikh 'Aliy telah membantah ulama lajnah dengan penuh adab dan ilmiah (bantahannya kuat. Dan dalam hal ini, Lajnah Daaimah telah keliru dalam fatwanya terhadap Syaikh 'Aliy atas dua kitab yang ditulisnya.<br /><br />Jelas sekali..... Dan ini menunjukkan bahwa Syaikh 'Ubaid hafidhahullah telah membaca kitab bantahan Syaikh 'Aliy terhadap Lajnah.<br /><br /> Tapi hanya karena Syaikh 'Aliy, maka terpaksa penulis blog itu perlu menterjemahkan muqaddimah Raf'ul-Laaimah.<br /><br />Beberapa ulama yang lain, selain Syaikh Rabii' dan Syaikh 'Ubaid, terang-terangan menolak Fatwa Lajnah itu, di antaranya Syaikh Ibnu 'Utsaimiin, Syaikh Al-'Abbaad, Syaikh Husain Aalusy-Syaikh, dan yang lainnya.<br /><br />Silakan baca :<br /><br /><a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/03/mengapa-hanya-mentahdzir-syaikh-aliy.html" rel="nofollow">Mengapa Hanya Mentahdzir Syaikh ‘Aliy ?</a>.<br /><br />Dalam artikel tersebut, antum akan mendapatkan ambiguitas orang yang memanfaatkan fatwa Lajnah, tidak terkecuali penulis blog itu (al-akh Abul-Harits).<br /><br />Itu pertama.<br /><br />Kedua,... Syaikh 'Aliy telah menuliskan bantahan ilmiah terhadap Lajnah dalam kitab Al-Ajwibatul-Mutalaaimah 'alaa Fatwaa Lajnah Daaimah (bisa antum bukan link-nya di <a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/01/kitab-al-ajwibatul-mutalaaimah-alaa.html" rel="nofollow"><b>sini</b></a>). Kemudian juga jawaban terhadap kitab Raf'ul-Laaimah, bisa antum download di <a href="http://ia341313.us.archive.org/attachpdf.php?file=%2F0%2Fitems%2FAlAgwebah%2FAlAgwebah.pdf" rel="nofollow"><b>sini</b></a> atau di <a href="http://www.ballighofiles.com/umzayd/tanbeehat.pdf" rel="nofollow"><b>sini</b></a>). Bantahan di situ sangat ilmiah dan meyakinkan jika ada orang yang memang mau meluangkan waktu untuk membacanya.<br /><br />Saya tunjukkan beberapa musykilah yang ada dalam fatwa Lajnah itu, di antaranya :<br /><br />1. Tuduhan bahwa Syaikh 'Aliy tidak memasukkan amal dalam <b>syarat keshahihan iman</b>.<br /><br />Padahal, kalau kita baca kitab At-Tahdziir dan Shaihatun Nadziir, Syaikh 'Aliy sama sekali tidak membahas masalah ini. Lantas, bagaimana bisa dikatakan Syaikh 'Aliy dituduh seperti itu ?.<br /><br />Kemudian,... Syaikh Shaalih Al-fauzaan sendiri mengingkari istilah syarat keshahihan iman atau syarat kesempurnaan iman. Antum bisa baca fatwa beliau di <a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/01/amal-adalah-syarat-keshahihan-iman.html" rel="nofollow"><b>sini</b></a>. Lantas, bagaimana Lajnah bisa berfatwa tentang hal tersebut, sedangkan Syaikh Shaalih Al-Fauzaan sebagai anggota Lajnah mengingkari peristilahan syarat keshahihan dan syarat kesempurnaan ?.<br /><br />Apalagi Syaikh Rabii'... Beliau sangat keras penyikapannya terhadap istilah-istilah tersebut.<br /><br />Pikirkanlah !!<br />Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-41422688485243553002013-01-28T16:12:47.714+07:002013-01-28T16:12:47.714+07:00Ustadz afwan ana membaca ada artikel ilmiah yang t...Ustadz afwan ana membaca ada artikel ilmiah yang terkait dan juga dialog di bawahnya tapi memiliki sudut pandang berbeda dengan artikel antum;<br /><br />http://abul-harits.blogspot.com/2012/12/nasehat-para-ulama-terhadap-syaikh-ali.htmlAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-64482133305134704082013-01-23T22:13:57.286+07:002013-01-23T22:13:57.286+07:00Semoga Allah menjaga ustadz, menambah dan memberka...Semoga Allah menjaga ustadz, menambah dan memberkahi ilmu ustadz abul jauzaa.<br />Tulisan antum menurut ana ilmiah dan obyektif berdasarkan manhaj salaf. Metode beragama yang ana kenal akan keadilannya dalam membahas permasalahan bahkan kepada orang-orang yang aslinya menyimpang sekalipun (ahli bid'ah tulen) dihindari terjadinya kezhaliman.<br />Tidak sedikit artikel yang hanya sepihak tanpa mau melihat "apa permasalahan" sebenarnya. Padahal subyek yang dibicarakan adalah seorang yang telah lama dikenal kesungguhan dan pembelaannya sebagai dai dan kepada ahlussunnah.<br />Sungguh... bisa kita lihat permasalahannya ini telah terjadi khilaf diantara para salaf. Bagaimana mungkin -sekarang- dikatakan khilaf antara ahlussunnah dengan murji'ah?! Allohu musta'an.<br />Semoga Allah segera mengangkat fitnah ini dan menggantinya dengan kelapangan dada dan persatuan diantara ahlussunnah (dan kaum muslimin di atas pemahaman salafiyah ahlussunnah wal jama'ah)<br />Teruslah menulis dan bersabarlah! <br />Inni uhibbukum fillah.<br /><br />== setiawan ==<br />Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-87979936197099578952012-03-27T03:01:51.676+07:002012-03-27T03:01:51.676+07:00Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah :
ومعلوم أن ا...Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah :<br /><br />ومعلوم أن الجنة إنما يستحق دخولها بالتصديق بالقلب مع شهادة اللسان؛ وبها يخرج من يخرج من أهل النار فيدخل الجنة، كما سبق ذكره<br /><br />[Fathul-Bariy, 1/112].<br /><br />Surga itu menurut beliau merupakan hak bagi orang yang membenarkan dalam hati dan mengucapkan syahadat dengan lisannya. Beliau menafikkan kekekalan neraka. Lebih jelas lagi, silakan antum baca di kitab yang lain :<br /><br />"والمراد بقوله لم يعملوا خيرا قط من أعمال الجوارح وإن كان أصل التوحيد معهم ولهذا جاء في حديث الذي أمر أهله أن يحرقوه بعد موته بالنار إنه لم يعمل خيرا قط غير التوحيد خرجه الإمام أحمد من حديث أبي هريرة مرفوعا ومن حديث ابن مسعود موقوفا ويشهد لهذا ما في حديث أنس عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم في حديث الشفاعة قال فأقول يا رب ائذن لي فيمن يقول لا إله إلا الله فيقول وعزتي وجلالي وكبريائي وعظمتي لأخرجن من النار من قال لا إله إلا الله خرجاه في الصحيحن وعند مسلم فيقول ليس ذلك لك أو ليس ذلك إليك وهذا يدل على أن الذين يخرجهم اللهم برحمته من غير شفاعة مخلوق هم أهل كلمة التوحيد الذين لم يعملوا معها خيرا قط بجوارحهم والله أعلم"<br /><br />[At-Takhwiif minan-Naar, hal. 118].<br /><br />Baca pelan-pelan dan hati-hati. Beliau secara jelas menguatkan statement beliau sebelumnya dengan hadits syafa'at. Yaitu, Allah ta'ala tetap menyelamatkan seorang muslim yang masih ada ketauhidan dalam hatinya meskipun tidak beramal jawaarih.<br /><br />Murji'ahkah Ibnu Rajab ?.<br /><br />Dan yang lainnya masih sangat banyak.<br /><br />Satu hal yang ingin saya katakan pada antum :<br /><br />Jika perkataan para ulama di atas antum katakan tidak mengandung muatan 'aqidah Murji'ah dan mereka bebas dari irjaa'; namun mengapa setelah saya katakan menjadi bermuatan Murji'ah dan saya dikatakan terkena syubhat irja' ?. Padahal,... saya hanya mengambil ibrah dari perkataan mereka. <br /><br />Apakah hanya karena yang mengatakannya adalah saya ?. Apakah gara-gara saya membela Syaikh 'Aliy yang dulu dibersihkan dari 'aqidah irja' oleh Syaikh 'Ubaid dan yang lainnya namun kemudian dituduh irja' oleh Dr. Ahmad Bazmuul ?. Apakah karena perseteruan ini ?. Atau,... ada yang lain ?. <br /><br />Jika memang tuduhan antum bukan berdasarkan kedhaliman dan berdasarkan penelaahan ilmiah, maka tolong berikan faedah kepada saya penjelasan makna perkataan para ulama di atas, dan apa bedanya dengan yang saya katakan. Saya siap mendengarkan.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-42486118042761127632012-03-27T02:59:12.312+07:002012-03-27T02:59:12.312+07:00Dikarenakan membantah itu memerlukan effort tinggi...Dikarenakan membantah itu memerlukan effort tinggi - terlebih, apa yang antum katakan telah dijawab dalam beberapa kitab yang saya sebutkan di atas - , maka berikut saya akan bertanya kepada antum apa makna kalimat yang diucapkan oleh para ulama Ahlus-Sunnah berikut :<br /><br />Ibnu Syihaab Az-Zuhriy rahimahullah :<br /><br />حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْرٍ، عَنْ مَعْمَرٍ، قَالَ: وَقَالَ الزُّهْرِيُّ " قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا، قَالَ: نَرَى أَنَّ الْإِسْلَامَ الْكَلِمَةُ وَالْإِيمَانَ الْعَمَلُ "<br /><br />[Sunan Abi Daawud no. 4067].<br /><br />Az-Zuhriy berpendapat bahwa keislaman itu adalah dengan ucapan syahadat, sedangkan iman adalah amal anggota badan (yang wajib maupun yang sunnah). Ini adalah hukum dunia tentang keislaman seseorang yang menafikkannya dari kekafiran. Banyak sudah ulama yang mensyarah perkataan Az-Zuhriy ini, termasuk Ibnu Taimiyyah. Menurut antum, apakah perkataan Az-Zuhriy ini mengandung muatan paham irja' ?.<br /><br />Fudlail bin 'Iyaadl rahimahullah :<br /><br />وَيَقُولُ أَهْلُ السُّنَّةِ: الإِيمَانُ الْمَعْرِفَةُ وَالْقَوْلُ وَالْعَمَلُ، فَمَنْ قَالَ: الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ فَقَدْ أَخَذَ بِالْوَثِيقَةِ، وَمَنْ قَالَ: الإِيمَانُ قَوْلٌ بِلا عَمَلٍ فَقَدْ خَاطَرَ لأَنَّهُ لا يَدْرِي أَيُقْبَلُ إِقْرَارُهُ أَوْ يُرَدُّ عَلَيْهِ بِذُنُوبِهِ <br /><br />[As-Sunnah, 1/376].<br /><br />Ingat, ketika beliau menyebutkan pendapat Ahlus-Sunnah bahwa iman itu adalah ma'rifah, perkataan, dan perbuatan; maka beliau membahas status hukum orang yang mengatakan iman itu perkataan saja tanpa perbuata. Dikafirkankah oleh beliau ?<br /><br />Ibnu 'Abdil-Barr rahimahullah :<br /><br />وفيهِ دليلٌ علَى أنّ مَن لَم يُصلِّ مِن المُسلِمينَ في مشيئةِ اللهِ إذَا كانَ مُوحِّداً مؤمِناً بما جاءَ بهِ مُحمّد صلى الله عليه وسلم مصدِّقاً مُقِرّاً وإن لمْ يعَمَل ، وَهَذَا يردُّ قولَ المعتزلَةِ والخوارِجِ بأسرِها ، ألاَ ترَى أنّ المقرَّ بالإسلامِ في حينَ دُخولِه فيهِ يكونُ مسلِماً قبلَ الدُّخُولِ فيِ عَمَل الصّلاةِ وصَومِ رمَضانَ ، بإقرارِه واعتقادِه وعقدةِ نيّتهِ ، فَمِن جِهةِ النّظَرِ لا يجِبُ أَن يكونُ كافِراً إلاّ برَفعِ مَا كانَ بهِ مُسلِماً ، وَهُوَ الجحودُ لمِا كانَ قَد أقرّ بهِ واعتقدَه<br /><br />[Hidaayatul-Mustafiid min Kitaab At-Tamhiid oleh Syaikh 'Athiyyah Saalim, 3/290].<br /><br />Perhatikan kalimat Ibnu 'Abdil-Barr di atas baik-baik. Itu beliau katakan ketika menjelaskan hadits Khamsush-shalawaat. Idzaa kaana muwahhidan mu'minan bimaa jaa-a bihi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam mushaddiqan muqirran <b>wa in lam ya'mal</b>...... dst.<br /><br />Menurut antum, apakah perkataan Ibnu 'Abdil-Barr ini mengandung muatan 'aqidah Murji'ah' ?.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-78718542479960710272012-03-27T00:53:14.442+07:002012-03-27T00:53:14.442+07:00Khusus tentang hadits syafa'at (yang didalamny...Khusus tentang hadits syafa'at (yang didalamnya ada lafadh : لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ), saya hargai antum telah mengambil pendapat ulama seperti ulama Lajnah (yang diketuai oleh Syaikh Alusy-Syaikh) dan Syaikh Ar-Raajihiy. Tapi,.... cobalah antum meluaskan muthala'ahnya dengan mencermati apa perkataan para ulama terdahulu. Murid Syaikh Rabii' Al-Madkhaliy yang bernama Raaid Alu Thaahir telah menuliskan kitab berjudul :<br /><br />نصب الراية في دراسة لفظة "لم يعملوا خيرًا قط" الواردة في حديث الشفاعة رواية ودراية<br /><br />Antum bisa unduh di <a href="http://www.archive.org/download/NasebAlRaayah02/NasebAlRaayah02.pdf" rel="nofollow">sini</a>. Harap antum ketahui saja, bahwa kita ini telah dibaca oleh Syaikh Rabii' Al-Madkhaliy.<br /><br />Saya belum pernah membaca penjelasan tentang hadits itu secara luas sebelumnya selain dari kitab ini.<br /><br />Atau antum baca kitabnya Syaikh Ibraahiim Ar-Ruhailiy yang berjudul :<br /><br />تبرئة الإمام المُحَدِّثٍ من قول المرجئة المُحْدَث<br /><br />Antum bisa unduh di <a href="http://www.ballighofiles.com/khalid/albani.ruhaili.rar" rel="nofollow">sini</a> atau <a href="http://www.fileupyours.com/view/216006/tabreah.zip" rel="nofollow">sini</a>.<br /><br />Kitab Syaikh Raaid dan Syaikh Ibraahiim membahas bagaimana pendapat para ulama Ahlus-Sunnah tentang hadits syafa'at. Alhamdulillah saya sudah membacanya. Rugi kalau antum tidak membacanya. Apalagi, antum sudah mulai membuka permasalahan ini dengan mengkritik pendapat yang bersenerangan dengan yang saat ini antum pegang.<br /><br />Saya kira, dengan antum mentelaahnya, antum dapat ketahui apakah pendapat yang antum kritik itu adalah pendapat Murji'ah ataukah bukan. Atau minimal antum dapat mengetahui apakah saya dusta dalam perkataan saya atau tidak. <br /><br />Dan satu lagi, tentang <b>syarth kamaal</b>, saya sama sekali tidak pernah mengatakannya. Yang saya katakan adalah : Amal termasuk bagian dari iman. Amal merupakan kamaalul-iimaan (bukan syarthul-kamaal - karena keduanya berbeda). Orang yang jujur dalam hujjahnya adalah menghukumi seseorang dengan apa yang dikatakan orang tersebut. Bukan dengan apa yang ia sangka terhadap orang tersebut. Lebih-lebih dengan apa yang tidak dikatakan oleh orang tersebut.<br /><br />Dan sependek pengetahuan saya, dari beberapa kitab yang saya isyaratkan untuk antum baca, penulisnya tidak ada yang merajihkan bahwa amal merupakan <b>syarth kamaal</b>. Kalau memang benar yang antum katakan, bolehlah saya ditunjukkan halamannya. Barangkali saya lupa atau terlewat. Syaikh Ibraahiim Ar-Ruhailiy dalam kitabnya di atas juga menjelaskan permasalahan ini ketika menjelaskan perkataan Syaikh Al-Albaaniy tentang masalah syarth kamaal ini.<br /><br />Oleh karena itu, mungkin setelah ini saya tidak akan menanggapi lagi jikalau tanggapan itu hanya berputar pada kitab Aqwaal Dzawil-'Irfaan, tanpa antum mau menoleh beberapa kitab yang ditulis oleh muhaqqiq dan ulama yang saya sebutkan.<br /><br />Dan satu lagi bagaimana salah pahamnya antum - sebagaimana telah berulangkali - adalah perkataan antum di akhir artikel :<br /><br /><i>"berbeda dengan ungkapan Ustadz Abul Jauza hafidzahullah bahwa <b>“ashlul iman tidak mungkin berkurang”</b></i> [selesai kutipan].<br /><br />yang dengan ini mengesankan bahwa tidak mungkin terjadi kekafiran (???),.... sehingga secara tidak langsung ingin mengesankan saya berpemahaman Murji'ah. Inilah akibat <b>kesibukan untuk membantah</b> namun meninggalkan pemahaman perkataan. Yang saya katakan adalah bahwasannya ashlul-iman itu tidak boleh menerima pengurangan (jika masih ingin disebut muslim). Jika ia berkurang maka bukan lagi disebut muslim, tapi kafir. Itu sangat jelas terbaca di perkataan saya di atas. Tapi,... entahlah.....<br /><br />Baarakallaahu fiik. Semoga Allah menambah dan memberkahi ilmu antum.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-69437503290760152832012-03-27T00:46:11.083+07:002012-03-27T00:46:11.083+07:00INI ADALAH TANGGAPAN SAYA YANG TERAKHIR UNTUK ARTI...INI ADALAH TANGGAPAN SAYA YANG TERAKHIR UNTUK ARTIKEL : <b>Apakah Orang Yang Hanya Bermodal Syahadat Lalu Meninggalkan Seluruh Amal Kewajiban Dalam Syariat Dikatakan Muslim? bag. 2</b>.<br /><br />Terima kasih atas tanggapannya,... tapi maaf jika saya katakan bahwa antum kembali menta'wil dengan perajihan antum dan meninggalkan dhahir perkataan ulama. Misalnya saja perkataan Syaikh Ibnu Baaz. Jelas sekali pertanyaannya :<br /><br /><br />العُلماءُ الذينَ قَلوا بعدم كُفْرِ مَنْ تَرَكَ أَعمالَ الْجوارح - مع تَلَفُّظِهِ بالشهادتين، ووجودِ أصلِ الْإيمان القلبي؛ هل هم من المُرجئة ؟!<br /><br />“Ulama yang berpendapat tidak kafirnya orang yang meninggalkan amal-amal jawaarih (anggota badan) yang bersamaan dengan orang tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat dan keberadaan ashlul-iimaan di hatinya; apakah mereka (ulama tersebut) termasuk golongan Murji’ah ?”.<br /><br />Kemudian Ibnu Baaz rahimahullah menjawab bahwa ulama tersebut masih Ahlus-Sunnah. Namun antum <b>menta'wil</b> meninggalkan sebagian amal. <br /><br />Tentang sanad, sebenarnya saya ta'jub dengan sanggahan antum yang terkesan mengesampingkan sanad. Seandainya bukan antum yang mengatakannya, tentu sudah saya kesampingkan pula perkataan ini. Permasalahannya adalah ketika antum berhujjah dengan atsar, yang kemudian diketahui tentang kelemahannya, apakah layak kemudian mempertahankan pendapat dengan alasan : Tidak boleh menolak dengan alasan sanad. Permasalahannya juga adalah bahwa di sini ada dua hal yang 'bertentangan' yang ingin dicari pemahamannya. Saya tidak ingin melanjutkan lebih jauh, karena seharusnya antum sudah tahu tentang hal ini.... Pun seandainya riwayat itu <b>dianggap</b> shahih, itu juga sudah dijawab di kitab-kitab yang saya sebutkan di bawah.<br /><br />Terlalu panjang jika saya komentari satu per satu tulisan antum di atas, karena saya tahu sumbernya di kitab Aqwaalu Dzawil-'Irfaan. Terutama kali dalam penukilan perkataan Ibnu Taimiyyah. Kitab ini sudah dibantah dengan bantahan terperinci dan sangat bagus dalam kitab Burhaanul-Bayaan bi-Tahqiiqi Annal-'Amal minal-Iimaan, tulisan Abu Shuhaib Al-Minsyawiy dan Abu Haani' Asy-Syatharaat. Antum bisa unduh kitab itu di <a href="http://www.4shared.com/office/z4TQUsQB/___.html" rel="nofollow">sini</a> atau <a href="http://www.4shared.com/office/z4TQUsQB/___.html" rel="nofollow">sini</a>.<br /><br />Jika antum mengatakan telah membaca kitab yang saya isyaratkan, jika melihat tanggapan balik antum di atas, hampir saya pastikan antum baru membaca sedikit di antaranya. <br /><br />Tempo hari saya juga isyaratkan kitab yang sangat bagus dan rinci berjudul Dzammul-Irjaa' yang ditulis oleh Khaalid bin 'Abdillah Al-Mishriy. Publikasi di sahab dan albaidhaa menjadi indikasi bahwa kitab ini diterima di kalangan Ahlus-Sunnah, terutama sekali di kalangan murid-murid Syaikh Rabii' hafidhahullah. Apa yang antum tulis di atas hampir semua sudah dibahas di dua kitab tersebut.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-2968491147403034302012-02-14T12:55:42.121+07:002012-02-14T12:55:42.121+07:00Bukan begitu. Apa yang menjadi bahasan di atas ada...Bukan begitu. Apa yang menjadi bahasan di atas adalah dari sisi <b>meninggalkan amal</b>. <br /><br />Atau kalau dibahasakan secara sederhana : "Apa sih sesuatu yang jika <b>ditinggalkan</b> menyebabkan pelakunya kafir ?". Maka jawabnya : <b>Meninggalkan</b> sesuatu yang menjadi bagian dari ashlul-iman. Jika dikatakan oleh sebagian ulama bahwa amal jawaarih <b>bukan</b> merupakan bagian dari ashlul-iman, maka <b>meninggalkan</b> kewajiban-kewajiban dari amalan anggota badan (jawaarih) tidak menyebabkan pelakunya kafir, kecuali jika sikap meninggalkannya itu disertai pengingkaran. Contoh : Orang yang tidak puasa di bulan Ramadlan, tidak dihukumi kafir, kecuali jika ia mengingkari sisi kewajibannya. <br /><br />Saya harap di sini antum paham.<br /><br />Oleh karenannya, kekafiran tetap bisa jatuh jika ia melakukan amalan-amalan yang disepakati bisa menyebabkan kafir. Contoh : Sujud pada berhala, mencaci-maki Allah, membuang Al-Qur'an ke tempat sampah, dan semisalnya. Kekafirannya ini disebabkan karena ia <b>melakukan</b> amal, bukan meninggalkan amal (sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya).Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-52530826214960764862012-02-14T10:48:23.234+07:002012-02-14T10:48:23.234+07:00assalamualaikum
Ustad abu yg mulia....membaca penj...assalamualaikum<br />Ustad abu yg mulia....membaca penjelasan dan debat diatas saya jadi timbul pertanyaan...begini tadz... kalau amal tdk bisa menjadikan kafir (merusak ashlul iman) trs bgmn dg pengolok2 agama yg bisa jd murtad (ini kan amal tp kok bisa bikin rusak ashlul imanz), mencaci maki nabi dll yg sepertinya semuanya termasuk amal...mohon penjelasannya tadz...soalnya ana malah puyeng baca debat dan lain lainnya<br />yang kedua...tentang jinsul amal...bisa dijelaskn secara detilnya tadz..mungkin ada baiknya antum bikinkan artikel... serta bid'ahnya itu disisi mananya...<br />afwan tadz..ana masih baru belajar yg begini jd sedikit bingung<br />jazakallahu khairon...Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-20858214597372626542012-02-13T17:43:55.720+07:002012-02-13T17:43:55.720+07:00Ashlul-iman adalah iman yang pokok yang mesti dipu...Ashlul-iman adalah iman yang pokok yang mesti dipunyai oleh seseorang sehingga ia dikatakan muslim. Barangsiapa yang tidak mempunyainya, maka ia tidak dikatakan sebagai muslim. Oleh karenanya, ashlul-iman itu tidak menerima pengurangan. Al-Imaam Al-Marwaziy rahimahullah berkata :<br /><br />فأصل الإيمان الإقرار والتصديق<br /><br />“Maka ashlul-iimaan adalah iqraar dan tashdiiq” [Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah, 2/519].<br /><br />Nah,... jika seseorang meninggalkan tashdiiq, maka tidak bisa ia dikatakan sebagai muslim. Tapi kafir. Inilah makna ashlul-iman tidak boleh menerima pengurangan.<br /><br />Tentang pernyataan bahwa iman itu bertambah dan berkurang, maka itu menginjak pada martabat iman selanjutnya, yaitu al-imaanul-wajib (iman wajib), yaitu berupa mengerjakan amal-amal ketaatan. Jika ia dikerjakan, maka iman akan bertambah. Dan jika ia ditinggalkan, maka iman akan berkurang. Itu sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad dalam artikel di atas. Sama halnya kemudian bahwa iman akan bertambah dengan meninggalkan kemaksiatan, dan akan berkurang dengan mengerjakan kemaksiatan.<br /><br />Iman seseorang bisa jadi akan turun terus. Namun ia masih dikatakan muslim hingga batas kadar ia mempunyai ashlul-iman. Namun jika ia pun kemudian meninggalkan ashlul-iman, maka ia telah keluar dari lingkaran Islam. Iman nya telah 'habis'.<br /><br />Berbeda halnya dengan firqah ghulat Murji'ah. Mereka berkeyakinan bahwa jika mereka telah membenarkan dalam hati, maka iman mereka sempurna. Tidak akan naik, tidak pula akan turun dengan sebab amal-amal (baik amal kebaikan atau kemaksiatan). <br /><br />Kira-kira itu secara ringkasnya, semoga dapat dipahami.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-13512560679221488372012-02-13T15:56:16.091+07:002012-02-13T15:56:16.091+07:00makasih tadz
Terus gimana bertambah dan berkurang...makasih tadz<br /><br />Terus gimana bertambah dan berkurangnya iman bagi orang-orang yang tidak pernah berbuat kebaikan sedikitpun. Yang cuma punya Ashlul Iman saja.<br /><br />Katanya iman itu kan bisa bertambah dan berkurang. Kalau orang normal bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.<br /><br />Kalau orang yang ga pernah beramal jawarih seluruhnya apa ga pernah bertambah sama sekali imannya karena ga pernah beramal kebaikan sedikitpun?<br />Dan tidak bisa berkurang lagi imannya karena sudah sampe batas minimal iman yakni ashlul iman?<br /><br />berarti imannya orang seperti itu tetap, permanen dan ga bertambah dan berkurang kaya imannya manusia pada umumnya yang fluktuatif. Ajib sih emang secara nalar. tapi kalau ini yang dimaksud oleh hadits saya beriman. <br /><br />gimana tuh ustadz? saya jujur bingung nihAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-52916639881209458022012-02-13T15:52:42.432+07:002012-02-13T15:52:42.432+07:00Terus terang saya berharap semoga suatu saat antum...Terus terang saya berharap semoga suatu saat antum diberi pekerjaan lain yang lebih baik dalam arti lebih banyak waktu yang bisa di alokasikan untuk muthala'ah dan juga menulis, dan mudah-mudahan nanti suatu saat bisa mengajar disuatu halaqah 'ilmu (selain dirumah).Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-17946071091164663172012-02-13T14:39:47.720+07:002012-02-13T14:39:47.720+07:00Jumhur ulama berpendapat (silakan baca perkataan A...<b>Jumhur ulama</b> berpendapat (silakan baca perkataan Al-Baihaqiy dan yang lainnya di atas), orang yang meninggalkan amal jawaarih maka ia telah meninggalkan al-iimaanul-waajib (iman wajib) dalam dirinya. Namun masih ada dalam dirinya ashlul-imaan (pokok iman).<br /><br />Wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-28687727751832072512012-02-13T14:06:46.014+07:002012-02-13T14:06:46.014+07:00Asatidzah sekalian saya yang fakir ini mau tanya. ...Asatidzah sekalian saya yang fakir ini mau tanya. Apakah jika seseorang meninggalkan seluruh amal jawarih maka bisa di pastikan masih ada keimanan dalam hatinya?Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-23658571896208339402012-02-13T03:42:52.229+07:002012-02-13T03:42:52.229+07:00Kitab Aqwaal Dzawil-'Irfaan di atas telah ada ...Kitab Aqwaal Dzawil-'Irfaan di atas telah ada ta'qiib nya yang sangat bagus berjudul : Burhaanul-Bayaan bi-Tahqiiqi Annal-'Amal minal-Iimaan, tulisan Abu Shuhaib Al-Minsyawiy dan Abu Haani' Asy-Syatharaat. Antum bisa unduh kitab itu di <a href="http://www.4shared.com/office/z4TQUsQB/___.html" rel="nofollow">sini</a> atau <a href="http://ia700709.us.archive.org/31/items/BurhanAlBayan/pdf" rel="nofollow">sini</a>.<br /><br />Atau antum bisa baca kitab yang berjudul Dzammul-Irjaa' tulisan Khaalid bin 'Abdillah Al-Mishriy, yang bisa antum unduk di <a href="http://www.4shared.com/office/z4TQUsQB/___.html" rel="nofollow">sini</a> (sampul) dan <a href="http://www.4shared.com/office/5rHcJtWO/___online.html" rel="nofollow">sini</a> (isi) [format PDF]. Kalau mau langsung nukik ke permasalahan, silakan buka halaman 31 dalam pasal : Manhaj As-Salaf fii Taarikil-'Amal Adh-Dhaahir. Atau loncat saja ke kesimpulannya di 463 no. 10 yang mengatakan :<br /><br />أهل السنة منهم من يكفر بترك المباني كالصلاة والزكاة، ومنهم من لا يكفر بترك سائر عمل الجوارح بعد إتيانه بالشهادة والاعتقاد<br /><br />Sebagai catatan saja, kitab ini (Dzammul-Irjaa') telah dipublikasikan di sahab . [So don't worry if U 'afraid' with al-halabiy's 'syubuhaat'].<br /><br />Atau kitab-kitab masalah iman, selengkapnya bisa antum unduh di halaman blog saya :<br /><br /><a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/11/kitab-kitab-kontemporer-yang-membahas.html" rel="nofollow">Kitab-Kitab Kontemporer yang Membahas tentang Iman dan Kufur (Membantah Tuduhan Salafiy = Murji’)</a>.<br /><br />Sekali lagi pesen saya, perbanyak muthala'ah dan jangan buru-buru menyimpulkan dari sedikit lembar yang dibaca.<br /><br />Semoga bermanfaat.<br /><br />Baarakallaahu fiik.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-39045444398686228762012-02-13T03:38:37.759+07:002012-02-13T03:38:37.759+07:00Dan kemudian, seandainya antum anggap saya keliru ...Dan kemudian, seandainya antum anggap saya keliru dan salah memahami perkataan para imam, saya tanya pada antum apa makna perkataan Al-Baihaqiy berikut :<br /><br />ذهبَ أكثرُ أصحابِ الحديثِ إِلىَ أنّ اسمَ الإيمانِ يجمَعُ الطاعاتِ كلِّها فرضِها ونفلِها ، وأنّها عَلى ثلاثةِ أقسامٍ :<br />فقِسمٌ يكفُرُ بتركِه وَهُوَ اعتقادُ ما يجِبُ اعتقادُه وإقرارٌ بِما اعتقدَه .<br />وقِسمٌ يفسُقُ بتركِه أو يعصِي ولاَ يكفُرُ بهِ إذا لَم يجحَدْه وَهُوَ مفروضُ الطّاعاتِ كالصّلاةِ والزّكاةِ والصّيامِ والحَجّ واجتنابِ المحارِمِ .<br />وقِسمٌ يكونُ بتركِه مخطِئاً لِلأَفضَلِ غيرَ فاسِقٍ ولاَ كافِرٍ وَهُوَ ما يكونُ مِن العبادَاتِ تَطوّعاً<br /><br />“Jumhur ahlul-hadiits berpendapat bahwa nama iman itu mengumpulkan semua ketaatan, baik yang wajib/fardlu maupun yang sunnah. Dan iman itu terbagi menjadi tiga bagian : <br /><br />Pertama, bagian yang mengkafirkan apabila ditinggalkan, yaitu i’tiqaad terhadap semua hal yang diwajibkan i’tiqaad-nya, serta mengikrarkan apa-apa yang di-i’tiqad-kannya itu.<br /><br />Kedua, bagian yang menyebabkan kefasiqan atau bermaksiat apabila ditinggalkan, namun tidak menyebabkan kekafiran apabila ia tidak mengingkarinya. Hal itu adalah ketaatan-ketaatan yang diwajibkan, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan menjauhi yang diharamkan. <br /><br />Ketiga, bagian yang bila ditinggalkan menjadikan seseorang keliru/terluput akan hal-hal yang lebih utama, tanpa menyebabkan kefasikan ataupun kekafiran. Hal itu seperti pada ibadah-ibadah tathawwu’ (sunnah)” [Al-I’tiqaad, hal. 202].<br /><br />Apakah perkataan Al-Baihaqiy di atas yang menisbatkan pada jumhur ulama merupakan jumhur Murji’ah ?.<br /><br />Bagaimana juga dengan perkataan Asy-Syaafi’iy berikut sebagaimana dinukil Asy-Syiiraaziy :<br /><br />الإيمان هو التصديق والإقرار والعمل، فالمخلُّ بالأول وحده منافق، وبالثاني وحده كافر، وبالثالث وحده فاسق ينجو من الخلود النار ويدخل في الجنة<br /><br />“Iman itu adalah tashdiiq, iqraar, dan amal. Ketiadaan hal pertama saja, maka ia munafik. Ketiadaan hal kedua saja, maka ia kafir. Dan ketiadaan hal ketiga saja, maka ia fasik yang selamat dari kekekalan neraka dan (kemudian) masuk ke dalam surga” [‘Umdatul-Qaari’, 1/175].<br /><br />?????<br /><br />Orang yang faqih itu bukan hanya pandai ‘membantah’, tapi pandai juga menjawab dengan alasannya.<br /><br />Nasihat saya : Sangat rugi seandainya hasrat untuk berbicara dan menulis mengalahkan waktu untuk muthala’ah dan memahami permasalahan.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-12747144793727773302012-02-13T03:36:33.614+07:002012-02-13T03:36:33.614+07:00Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya s...Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya sebagai berikut :<br /><br />العُلماءُ الذينَ قَلوا بعدم كُفْرِ مَنْ تَرَكَ أَعمالَ الْجوارح - مع تَلَفُّظِهِ بالشهادتين، ووجودِ أصلِ الْإيمان القلبي؛ هل هم من المُرجئة ؟!<br /><br />“<b>Ulama yang berpendapat tidak kafirnya orang yang meninggalkan amal-amal jawaarih (anggota badan) yang bersamaan dengan orang tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat dan keberadaan ashlul-iimaan di hatinya</b>; apakah mereka (ulama tersebut) termasuk golongan Murji’ah ?”.<br /><br />Beliau menjawab :<br /><br />هذا من أهل السنة والجماعة؛ فمن ترك الصيام، أو الزكاة، أو الحج : لا شك أڽَّ ذلك كبيرة عند العلماء؛ ولكن على الصواب : لا يكفر كفرا أكبر.<br />أما تركُ الصلاة : فالراجح : أنه كافر كفرا أكبر إذا تعمد تركها.<br />وأما تركُ الزكاة والصيام والحج : فإنه كفر دون كفر.<br /><br />“<b>Mereka ini termasuk Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah</b>. Barangsiapa yang meninggalkan puasa, zakat, atau haji; maka tidak diragukan bahwa hal itu termasuk dosa besar menurut para ulama. Akan tetapi yang benar dalam permasalahan ini : Tidak dikafirkan dengan kufur akbar (murtad).<br /><br />Adapun permasalahan meninggalkan shalat, <b>yang raajih</b> : Ia dihukumi kafir akbar apabila sengaja meninggalkannya. Sedangkan meninggalkan zakat, puasa, dan haji; maka ia adalah kufrun duuna kufrin (kufur ashghar)” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 28/144-145].<br /><br />Silakan renungi perkataan beliau di atas, terutama yang saya bold. Dan hubungkan antara pertanyaan yang diajukan dengan jawaban yang dikeluarkan. Ingat, beliau di sini mengambil thariqah pentarjihan dari aqwaal Ahlus-Sunnah.<br /><br />8. Perkataan Ibnu ‘Utsaimiin..... Ini juga saya tidak paham, dari sisi mana menjadi hujjah untuk menta’qib apa yang telah saya tulis. Dan justru ini semakin menunjukkan antum <b>tidak tahu apa yang antum bicarakan dan tulis</b>. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah. Ini tanya jawab Syaikh selengkapnya di situs sahab : <a href="%E2%80%9D" rel="nofollow"> http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=105495</a>.<br /><br />Antum bisa bahasa Arab kan ?. Saya harapkan tahu bahwa konteks kalimat syaikh :<br /><br />س : سائل يقول ما قول الشيخ - حفظه الله - في تدريس هذا الكتاب للناشئة وهو مشتمل على العناوين الآتية المكتوبة بالخط البارز سنذكرها لكم :-<br />يقول " لا يكفر المسلم حتى يترك أصل الإيمان القلبي "<br /><br />ج : أنا قلت في هذا اللقاء إن تارك الصلاة كافر ولو كان مقراً بوجوبها <br /><br />السائل يقول في موطن آخر " جمهور العلماء وليس المرجئة يقولون بنجاة تارك ...<br /><br />قاطعه الشيخ رحمه الله تعالى قائلاً : <br /><br />هؤلاء يريدون سفك الدماء واستحلال الحرام لماذا صاحب هذا الكتاب ما أصل أصول أهل السنة والجماعة كما أصلها شيخ الإسلام ابن تيمية في العقيدة الواسطية أما أن لا يكون لهم هم إلا التكفير (جنس العمل -نوع العمل -آحاد العمل) وما أشبه ذلك لماذا …. (كلمة غير واضحة للشيخ حفظه الله)<br /><br />Justru perkataan Syaikh itu menjadi hujjah atas antum...... <br /><br />[perhatikan, ketika ditanya bahwa seorang muslim tidak dikafirkan kecuali ia meninggalkan ashlul-iman dalam hati. Lalu beliau menjawab kafir jika meninggalkan shalat. Ini adalah jawaban pertarjihan dari khilaf yang ada di kalangan Ahlus-Sunnah. Kemudian ditanyakan kembali tentang pendapat jumhur ulama dimana sebelum pertanyaan selesai, syaikh memotong dengan jawaban di atas yang bisa antum baca. Perkataan syaikh yang antum nukil itu terpotong mas..... Justru syaikh sedang mengkritik kaum takfiriy yang membawa-bawa isu jinsul-‘amal. Kalau antum bawa ke konteks irjaa’, ya mana tepat ?. Sejak kapan pencelaan takfir itu ditujukan pada Murji’ah – karena mereka itu anti takfir - ?].<br /><br />Itu saja lah yang dapat saya tanggapi dari tulisan antum di atas.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-52057165854533169212012-02-13T03:35:41.486+07:002012-02-13T03:35:41.486+07:006. Perkataan Syaikh Muhammad bin Amaan Al-Jaamiy,...6. Perkataan Syaikh Muhammad bin Amaan Al-Jaamiy,.... maka itu bukan mahalun-nizaa’ dalam persoalan yang antum anggap sebagai ta’qibnya. Karena jelas di awal beliau berkata :<br /><br />الإيمان في القلب ولو صحَّ إيمان القلب لصحَّ إيمان الجوارح وإيمان اللسان. هذا هو الإرجاء المنتشر بين المسلمين <br /><br />Saya harap antum memahami kalimat ini – bukan sekedar menukil saja. Ghullat Murji’ah berkata bahwasannya jika telah sah iman di dalam hati, <b>maka sah pula iman jawaarih dan lisan</b>. Ini namanya mengeluarkan amalan lisan dan jawaarih dari iman, karena iman menurut mereka hanya dalam hati saja. Maka ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan tulisan saya yang antum anggap keliru itu. <br /><br />7. Begitu pula dengan perkataan Syaikh Ibnu Baaz. Saya tidak habis mengerti mengapa ini dijadikan hujjah dalam permasalahan ini. Saya tidak pernah mengatakan bahwa amal itu merupakan <b>syarthul-kamaal</b>. Coba antum cek kembali tulisan saya. Yang ada di tulisan saya adalah perkataan Ibnu Taimiyyah, Al-Marwaziy, dan yang lainnya bahwasannya amal itu merupakan <b>kamaalul-iimaan</b>, dan ia merupakan juz’un minal-iimaan. Dan yang perlu antum perhatikan sebelum berbanyak-banyak menukil adalah,.... bagaimana perbedaan di kalangan ulama dalam menempatkan amal jawaarih dalam ashulul-iimaan. Jika mereka menganggap ada amal jawaarih yang ditinggalkan menyebabkan pelakunya kafir (misal : shalat), maka jadilah amal tersebut bagian dari shihhatul-iimaan (dan masuk dalam ashlul-iimaan). Namun jika tidak, maka ia hanya bagian dari kamaalul-iimaan. <br /><br />Perhatikan soal jawab yang dari Syaikh Ar-Raajihiy berikut :<br /><br /><br />السؤال: خرج بعض المعاصرين بأقوال جديدة في الإيمان وقال: إن العمل شرط كمال في الإيمان وليس شرط صحة، فما صحة ذلك؟ <br /><br />الجواب: لا أعلم لهذا القول أصلاً، وذلك أن جمهور أهل السنة يقولون: الإيمان قول باللسان، وتصديق بالقلب، وعمل بالقلب، وعمل بالجوارح، والإيمان عمل ونية يزيد بالطاعة وينقص بالمعاصي،<br /><br />فالعمل جزء من الإيمان، والإيمان مكون من هذه الأشياء، من تصديق القلب وقول اللسان وعمل الجوارح وعمل القلب، فكل هذه أجزاء الإيمان، فلابد من أن يقر المرء باللسان ويصدق بالقلب ويعمل بقلبه ويعمل بجوارحه. <br /><br />والمرجئة يقولون: الأعمال ليست من الإيمان، ولكنها دليل على الإيمان، أو هي من مقتضى الإيمان أو هي ثمرة الإيمان. أما القول بأن العمل شرط كمال أو شرط صحة فلا أعلم له أصلاً من قول المرجئة ولا من قول أهل السنة ، فليس العمل شرط كمال ولا شرط صحة، وإنما هو جزء من الإيمان،<br /><br />والقول بأنه شرط كمال أو صحة لا يوافق مذهب المرجئة، ولا مذهب جمهور أهل السنة، بل قد يقال: إنه يوافق مذهب المرجئة من جهة أنهم أخرجوا الأعمال عن مسمى الإيمان في الجملة، فهو أقرب ما يكون إلى مذهب المرجئة،<br /><br />فالذي يقول: إن العمل شرط كمال أو شرط صحة نقول له: هذا مذهب المرجئة التي أخرجت الأعمال عن مسمى الإيمان، فإما أن تقول: العمل داخل في مسمى الإيمان أو جزء من الإيمان، وإما أن تقول: العمل ليس من الإيمان، <br /><br />فإن قلت: العمل ليس من الإيمان فأنت من المرجئة، سواء أقلت: شرط كمال، أم قلت: شرط صحة، أم قلت: هو دليل على الإيمان، أم قلت: هو مقتضى الإيمان، أم قلت: هو ثمرة الإيمان، فكل من أخرج العمل من الإيمان فهو من المرجئة، ولكني لا أعلم أن المرجئة جعلوا الأعمال شرط كمال للإيمان.<br /><br />الشيخ عبد العزيز الراجحي<br /><br />sumber : <a href="http://albaidha.net/vb/showthread.php?t=29560" rel="nofollow">http://albaidha.net/vb/showthread.php?t=29560</a>.<br /><br />Untuk perkataan Ibnu Baaz yang memutuskan perkara yang antum sorot, <b>mungkin lebih baik antum menampilkan perkataan beliau yang ini</b> :Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-60441963140424271622012-02-13T03:31:15.355+07:002012-02-13T03:31:15.355+07:00Ath-Thabariy rahimahullah ketika menjelaskan sebag...Ath-Thabariy rahimahullah ketika menjelaskan sebagian pendapat Ahlus-Sunnah dalam masalah iman, berkata :<br /><br />قال بعضهم الإيمان معرفة بالقلب وإقرار باللسان وعمل بالجوارح فمن أتى بمعنيين من هذه المعاني الثلاثة ولم يأت بالثالث فغير جائز أن يقال أنه مؤمن ولكنه يقال له إن كان اللذان أتى بها المعرفة بالقلب والإقرار باللسان وهو في العمل مفرط فمسلم<br /><br />[At-Tabshiir fii Ma’aalimid-Diin, hal. 187].<br /><br />Simak perkataan Ath-Thabariy di atas. Masih disebut muslim orang yang hanya mendatangkan ma’rifah dalam hati dan pengakuan dalam lisan. Sangat jelas, dan tidakperlu ta’wil atas perkataan beliau ini.<br /><br />Ibnu Hazm rahimahullah menyebutkan salah satu permasalahan dalam kitabnya :<br /><br />وَمَن ضيّعَ الأعمالَ كلَّها فهُوَ مؤمِنٌ عاصٍ ناقصُ الإيمانِ ، لا يكفُر<br /><br />“Barangsiapa yang mengabaikan <b>keseluruhan amal</b>, maka ia mukmin yang bermaksiat lagi kurang dalam imannya, tidak dikafirkan” [Al-Muhallaa, 1/40-41].<br /><br />Sangat jelas, tidak perlu dita’wilkan macam-macam. Mungkin saja ada orang yang akan menuduh Ibnu Hazm beraqidah Murji’ah,.... akan tetapi Syaikhul-Islam akan membelanya dengan perkataannya : <br /><br />وكذلك أبو محمد بن حزم فيما صنفه من الملل والنحل إنما يستحمد بموافقة السنة والحديث مثل ما ذكره في مسائل [القدر] و [الإرجاء] ونحو ذلك بخلاف ما انفرد به من قوله في التفضيل بين الصحابة.<br /><br />[Majmuu’ Al-Fataawaa, 4/18-19].<br /><br />Ibnu Taimiyyah mengakui bahwa dalam permasalahan irjaa’, Ibnu Hazm berkesesuaian dengan madzhab Ahlus-Sunnah. Tidak ternukil kritik para ulama terdahulu kepada Ibnu Hazm dalam masalah irjaa’.<br /><br />4. Tentang perkataan Ibnu ‘Uyainah. Dari segi sanadnya mungkin perlu ditahqiq keabsahannya. Sisi kritisnya adalah pada Suwaid bin Sa’iid. Suwaid bin Sa’iid bin Sahl Al-Harawiy Al-Hadatsaaniy – atau Al-Anbaariy - , Abu Muhammad (سويد بن سعيد بن سهل ، الهروى الحدثاني ، و يقال له الأنباري ، أبو محمد); seorang yang shaduuq bagi dirinya, namun ketika ia mengalami kebutaan, ia ditalqinkan yang bukan haditsnya. Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun 140 H, dan wafat tahun 240 H. Dipakai oleh Muslim dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 423 no. 2705]. Syaikh Al-Albaaniy melemahkan haditsnya dalam beberapa tempat dalam kitabnya [lihat Mu’jam Asamiyyir-Ruwaat, 2/249-252]. Apalagi riwayat Sufyaan ini hanya ada pada jalur sanad ini saja. <br /><br />Intinya, riwayat Ibnu ‘Uyainah ini tidak shahih. Saya tidak perlu memperpanjang perkataan.<br /><br />5. Tentang perkataan Ibnu Rahawaih, maka itu perlu didudukkan. Jika misalnya kita pegang perkataan Ibnu Rahawaih sebagaimana yang antum pahami, niscaya Ahmad bin Hanbal (sebagaimana saya tulis riwayatnya di atas) termasuk Murji’ah dalam klasifikasi ini. Begitu juga sebagian imam yang saya sebut di atas. Namun kedudukan permasalahannya adalah : Bahwasannya Murji’ah itu berpendapat barangsiapa yang telah menancapkan imannya dalam hati dan mengikrarkan hal itu dengan lisannya, maka segala kemaksiatan yang diperbuat oleh anggota jawaarihnya tidak akan bisa memudlaratkan imannya tersebut, apalagi membuatnya kafir. Dalam konteks perkataan tersebut, beliau mencontohkan kemaksiatan meninggalkan faraaidl. Wallaahu a’lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-59580686589977822512012-02-13T03:29:42.485+07:002012-02-13T03:29:42.485+07:00الدّينُ القائمُ بالقلبِ من الإيمانِ علماً وحالاً ه...الدّينُ القائمُ بالقلبِ من الإيمانِ علماً وحالاً هو الأصل ، والأعمالُ الظّاهرةُ هي الفروعُ ، وهي كمالُ الإيمانِ<br /><br />“Agama tegak dengan iman di hati secara ilmu dan keadaannya merupakan pokok. Dan amal-amal dhaahir merupakan cabang-cabang (iman), dan ia adalah <b>kesempurnaan iman</b>” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/354].<br /><br />Sangat jelas, tanpa perlu dita'wilkan lagi. <br /><br />[belum lagi penjelasan para imam lain tentang apa itu ashlul-imaan]<br /><br />2. Pemakaian istilah jinsul-'amal adalah bid'ah, tidak dikenal di kalangan salaf - meskipun beberapa fudlaaa' <b>muta'akhkhiriin</b> mengatakannya. Syaikh Ibnu 'Utsaimin ketika ditanya tentang pendapat sebagian orang bahwa meninggalkan jinsul-'amal itu kafir, beliau berkata :<br /><br />من قال هذه القاعدة ؟! من قائلها ؟! هل قالها محمد رسول الله ؟! كلام لا معنى له! نقول : من كفره الله ورسوله فهو كافر، ومن لم يكفره الله ورسوله فليس بكافر، هذا هو الصواب.<br />أما جنس العمل، أونوع العمل، أو آحاد العمل، فهذا كله طنطنة لا فائدة منها.<br /><br />[antum bisa baca online di : <a href="http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=105495" rel="nofollow">http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=105495</a>]. <br /><br />Idem juga dengan Syaikh Rabii' yang berkata :<br /><br />فإذا قاس العالم العاقل عبارة "جنس" التي لا وجود لها في القرآن والسنة ولا في لغة الصحابة، ولم يدخله السلف في قضايا الإيمان وهو لفظ مجمل يحتمل عدة معان تؤدي إلى اللبس والمشاكل.....<br /><br />[Ittihaafu Ahlish-Shidq wal-Irfaan, hal. 180].<br /><br />3. Permasalahan apakah amal jawarih masuk dalam ashlul-iman (sehingga amal jawaarih masuk dalam keabsahan iman) adalah permasalahan yang <b>diperselisihkan</b> di kalangan Ahlus-Sunnah. Masyhur hal ini dalam kitab-kitab mereka - meskipun sebagian fudlalaa' mengklaim ini perbedaan antara Ahlus-Sunnah dan Murji'ah. Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap beliau, maka dalam hal ini pendapat beliau itu keliru.<br /><br />Misalnya dalam perkataan Imam Ahmad di atas. Perkataan beliau itu sifatnya mutlak. Namun anehnya ditaqyid dengan perkataan :<br /><br /><i>"Jika kita cermati ucapan Imam Ahmad di atas, yang dimaksud bahwa pengurangan iman terjadi dengan meninggalkan amal adalah <b>meninggalkan sebagian amal</b> seperti ia meninggalkan shalat, zakat, haji dan lainnya"</i>.<br /><br />Saya hanya bertanya, mana letak pentaqyidan itu ?. Jawabnya tidak ada. Masih dalam perkataan Imam Ahmad :<br /><br />ويخرج الرجل من الإيمان إلى الإسلام، ولا يخرجه من الإسلام شيء إلا الشرك بالله العظيم أو برد فريضة من فرائض الله - تعالى - جاحدا بها، فإن تركها كسلا أو تهاونا كان في مشيئة الله، إن شاء عذبه، وإن شاء عفا عنه<br /><br />"Seseorang keluar dari iman menuju Islam. <b>Dan tidaklah ada sesuatu yang mengeluarkannya dari Islam kecuali syirik kepada Allah ta'ala atau menolak kewajiban dari kewajiban-kewajiban yang telah Allah ta'ala bebankan dengan pengingkaran (juhd) kepadanya.</b> Namun apabila ia meninggalkannya karena malas dan meremehkan, maka ia berada dalam kehendak Allah. Apabila dikehendaki Allah akan mengadzabnya, dan apabila dikehendaki Allah akan memaafkannya" [Thabaqaatul-Hanaabilah, 1/343].<br /><br />Antum tidak perlu mentaqyid dengan sesuatu di luar perkataan Imam Ahmad. Dan sebagai faedah : Ini adalah satu nash<b> pendapat beliau yang lain</b> yang tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkan. Syaikhul-Islaam berkata :<br /><br />وأحمد إن كان أراد في هذه الرواية أن الإسلام هو الشهادتان فقط، فكل من قالها فهو مسلم، فهذه إحدى الروايات عنه، والرواية الأخرى: لا يكون مسلماً حتى يأتي بها ويصلي، فإذا لم يصل كان كافراً<br /><br />[Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/259].Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-25525379817886436692012-02-13T03:28:41.020+07:002012-02-13T03:28:41.020+07:00Berikut adalah komentar singkat saya terhadap arti...Berikut adalah komentar singkat saya terhadap artikel yang berjudul : <a href="http://abul-harits.blogspot.com/2012/02/apakah-orang-yang-hanya-bermodal.html" rel="nofollow">Apakah Orang Yang Hanya Bermodal Syahadat Lalu Meninggalkan Seluruh Amal Kewajiban Dalam Syariat Dikatakan Muslim?</a>.<br /><br />=======<br /><br />Saya tidak akan menanggapi seluruh artikel, hanya sebagian saja. Maaf, ada beberapa kesalahan yang saya kira cukup <b>fatal</b> dalam artikel di atas :<br /><br />1. <b>Antum menafsirkan</b> bahwa al-iimaanul-waajib = ashlul-iman (lihat dalam perkataan Ibnu Taimiyyah yang antum sitir). Ini <b>keliru</b>. Karena al-iimaanul-waajib itu adalah martabat setelah ashlul-iimaan, dimana martabat tersebut memang mengharuskan dilakukannya faraaidl. Atau pendek kata, al-iimaanul-waajib itu tidak akan terwujud tanpa melakukan amal-amal yang diwajibkan. Oleh karenanya Syaikhul-Islaam berkata sebagaimana yang antum kutip :<br /><br />لا يتصور وجود إيمان القلب الواجب مع عدم جميع أعمال الجوارح<br /><br />Adapun Murji'ah berpendapat bahwa al-iimaanul-waajib itu tetap terpelihara dan <b>sempurna</b> meskipun ia meninggalkan kewajiban. Ini disepakati oleh seluruh firqah Murji'ah. Syaikhul-Islam Ibnu taimiyyah berkata :<br /><br />ظنهم أن الإيمان الذي في القلب يكون تاماً بدون شيء من الأعمال؛ ولهذا يجعلون الأعمال ثمرة الإيمان ومقتضاه، بمنزلة السبب مع المسبب ولا يجعلونها لازمة له. والتحقيق أن إيمان القلب التام يستلزم العمل الظاهر بحسبه لا محالة، ويمتنع أن يقوم بالقلب إيمان تام بدون عمل ظاهر<br /><br />“(Termasuk kekeliruan mereka, yaitu Murji’ah adalah) prasangka mereka bahwa iman di dalam hati akan menjadi <b>sempurna</b> tanpa adanya amal sedikitpun. Karena itu mereka menjadikan amal-amal sebagai buah dari iman dan hasilnya, sama seperti kedudukan sebab dan akibat. Mereka tidak menjadikan amal sebagai satu keharusan bagi iman. Padahal, iman yang <b>sempurna</b> di dalam hati mewajibkan amal dhaahir menurut kadarnya. Sudah pasti itu. Tidak mungkin ada iman yang <b>sempurna</b> di dalam hati tanpa adanya amal dhaahir….. [Al-Iimaan oleh Ibnu Taimiyyah, hal. 160-161 & 162].<br /><br />Perhatikan kata ‘sempurna’ di atas yang menjadi ciri khas Murji’ah.<br /><br />Untuk maraatib iman, Syaikh 'Abdullah bin 'Abdil-Hamiid Al-Atsariy berkata saat menjelaskan hal tersebut :<br /><br />المرتبة الأولى: (أصل الإيمان):<br /><br />ويسمى أيضاً (الإيمان المجمل) أو (مطلق الإيمان).<br /><br />وهذه المرتبة من الإيمان غير قابلة للنقصان؛ لأنها حد الإسلام، والفاصل بين الإيمان والكفر، وهذا النوع واجب على كل من دخل دائرة الإيمان<br /><br />.......<br /><br />المرتبة الثانية (الإيمان الواجب):<br />ويسمى أيضاً (الإيمان المفصل) أو (الإيمان المطلق) أو (حقيقة الإيمان).<br />وهذه المرتبة تكون بعد مرتبة (أصل الإيمان) ويكون صاحبها ممن يؤدي الواجبات ويتجنب الكبائر والمنكرات، ويلتزم بكل تفصيلات الشريعة؛ تصديقاً والتزاماً وعملاً، ظاهراً وباطناً؛ حسب استطاعته، وبقدر ما يزيد علمه وعمله يزداد إيمانه، وإذا ارتكب بعض الصغائر؛ يكفر عنه حسناته واجتنابه للكبائر، ولكن المتورع عن الصغائر أكمل إيماناً ممن يقع فيها.<br />وصاحب هذه المرتبة؛ موعود بالجنة بلا عذاب؛ وينجو من الدخول في النار؛ إن مات على ذلك<br /><br />Pahami dulu istilah-istilah Syaikhul-Islaam dalam kitabnya.<br /><br />Adapun perkataan Syaikhul-Islaam sendiri sudah <b>sangat jelas</b> :<br /><br />كما قال أهل السنة: إن من ترك فروع الإيمان لا يكون كافرًا، حتى يترك أصل الإيمان. وهو الاعتقاد <br /><br />“Sebagaimana dikatakan Ahlus-Sunnah : Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan cabang-cabang iman <b>tidaklah menjadi kafir, hingga ia meninggalkan ashlul-iimaan, yaitu i’tiqaad...</b>” [Al-‘Uquudud-Durriyyah, hal. 96].<br /><br />فأما أصل الإيمان الذي هو الإقرار بما جاءت به الرسل عن الله تصديقًا به وانقيادًا له، فهذا أصل الإيمان الذي من لم يأت به فليس بمؤمن؛<br /><br />“<b>Dan ashlul-imaan yang berupa iqraar (penetapan)</b> terhadap segala sesuatu yang dibawa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari Allah dengan pembenaran dan ketundukan terhadapnya, maka inilah ashlul-iimaan <b>yang barangsiapa tidak mempunyainya</b>, maka ia bukan mukmin” [Majmu’ Al-Fataawaa, 7/638].Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.com