tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post1385316074176500225..comments2024-03-24T04:17:07.334+07:00Comments on Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة: Takhrij Ringkas Hadits ‘Iyaadl bin Ghanm tentang Kaifiyyah Nasihat kepada Penguasa dan Faedah yang Terkandung di dalamnyaUnknownnoreply@blogger.comBlogger23125tag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-31252087248174379392015-05-13T16:39:41.521+07:002015-05-13T16:39:41.521+07:00Link dari ust Anshari Taslim yang ini
http://alpo...Link dari ust Anshari Taslim yang ini<br /><br />http://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN-HADITS-IYADH-BIN-GHANM-TENTANG-MENASEHATI-PENGUASA<br /><br />sudah gak bisa di buka yaaa.....Administratorhttps://www.blogger.com/profile/05779482849025757519noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-19020981157328935792015-02-02T14:23:42.335+07:002015-02-02T14:23:42.335+07:00Asal dari kritikan kepada penguasa adalah empat ma...Asal dari kritikan kepada penguasa adalah empat mata langsung kepada si penguasa. Sekali lagi ini hukum asalnya. Dan hukum asal ini lebih ditekankan untuk dilakukan mengingat ada hadits khusus terkait itu, kedudukan si penguasa, dan mafsadat yang (diperkirakan) timbul apabila kritikan dilakukan secara terang-terangan.<br /><br />Namun apabila maslahat kritikan tidak dapat dicapai kecuali dengan kritikan terbuka atau tidak di hadapan penguasa, maka boleh dilakukan. Tentu saja, ini mesti dikonsultasikan kepada orang berilmu sehingga menutup peluang orang bodoh menggunakannya untuk membikin kekacauan di masyarakat.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-55344593658500371292015-01-28T10:38:15.265+07:002015-01-28T10:38:15.265+07:00numpang tanya tadz bagaimana dengan atsar Ibnu abb...numpang tanya tadz bagaimana dengan atsar Ibnu abbas yg mengkritisi kebijakan Ali bin Abu Thalib yg membakar para murtadin :<br />لو كنت أنا لقتلتهم لقول رسول الله صلى الله عليه وسلم من بدل دينه فاقتلوه ولم أكن لأحرقهم لقول رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تعذبوا بعذاب الله <br /><br />apakah ini bs menjadi landasan untuk bolehnya mengkritisi penguasa di depan Umum?<br />Abu KhansaAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-41582572117996171962012-10-01T11:28:58.124+07:002012-10-01T11:28:58.124+07:00Bahkan itulah dikusi yang berlangsung antara saya ...Bahkan itulah dikusi yang berlangsung antara saya dengan akh Anshari pada komentar di atas antum.<br /><br />Adapun saya, setelah berjalannya dikusi, justru semakin yakin akan keshahihan hadits 'Iyaadl bin Ghunm radliyallaahu 'anhu,<br /><br />wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-24668590528674484672012-10-01T09:44:35.160+07:002012-10-01T09:44:35.160+07:00Afwan, ana baru nemu link pembahasan hadits di ata...Afwan, ana baru nemu link pembahasan hadits di atas dari Ustadz Anshari taslim setelah beliau membaca artikel antum. http://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN-HADITS-IYADH-BIN-GHANM-TENTANG-MENASEHATI-PENGUASA<br /><br />Agak ragu-ragu juga, namun sementara ana setuju hadits tersebut shahih (setidaknya hasan) karena banyak disampaikan oleh ulama/asatidz ahlus sunnahAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-19186936531252120482011-12-28T13:51:05.059+07:002011-12-28T13:51:05.059+07:00Pointnya adalah pernyataan dari Muhammad bin '...Pointnya adalah pernyataan dari Muhammad bin 'Auf sendiri dalam Al-Jarh wat-Ta'dil, bahwa periwayatannya dari 'Abdul-Hamiid dari Ibnu Saalim, adalah melalui perantaraan talqin kitab Ibnu Saalim. Jadi makna perkataan Ibnu 'Auf dalam riwayat 'Abdul-Hamiid dari Ibnu Saalim : <i>haddatsanaa 'Abdul-Hamiid</i>; maksudnya adalah kalimat tersebut. Muhammad bin 'Auf sendiri yang menyatakan bahwa ia mentalqini 'Abdul-Hamiid kitab Ibnu Saalim. Otomatis, ia membaca kitab Ibnu Saalim. Bukankah itu semua ada di catatan Ibnu Abi Haatim dalam Al-Jarh wat-Ta'dil ?. <b>Seandainya Muhammad bin 'Auf tidak mengatakan وجدت في كتاب ابن سالم ,</b> maka itu pun mengubah hakekatnya bahwa periwayatannya dari 'Abdul-Hamiid melalui perantaraan kitab Ibnu Saalim (yang ia baca).<br /><br />[Pembaca dapat melihat kutipan terjemahan lengkap perkataan Ibnu 'Auf dalam Al-Jarh wat-Ta'dil dalam tulisan al-akh Anshari Taslim]<br /><br />Saya kira, ini tidak ada hubungannya dengan bahasan : <br /><br /><i>penilaian yg terpakai dalam jarh wa ta'dil dari seorang alim kepada rawi adalah berdasarkan pendapatnya terhaap rawi tersebut, bukan berdasarkan bahwa dia meriwayatkan dari rawi tersebut</i>.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-92046461670185196262011-12-28T13:11:14.098+07:002011-12-28T13:11:14.098+07:00afwan dalam paragraf terakhir antum sepertinya aka...afwan dalam paragraf terakhir antum sepertinya akan mencampur aduk kebiasaan Ibnu Auf kalau meriwayatkan dari Abdul Hamid dgn hadits Iyadh di atas.<br />Dalam kasus riwayat Abdul Hamid untuk hadits Iyadh bin Ghanm di atas Ibnu Auf tidak mengatakan, وجدت في كتاب ابن سالم melainkan diceritakan kepada kami oleh Abdul Hamid, supaya tidak terkensan boleh mengabaikan keberadaan Abdul Hamid di sini yg berdasarkan penilaian resmi Ibnu Auf adalah tak terpakai dan dia tidak menyinggung masalah kitab itu. Sebab kalau dia tahu Abdul Hamid punya kitab shahih tentu sudah disampaikannya kepada Ibnu Abi Hatim.<br />Apalagi kita tahu bahwa penilaian yg terpakai dalam jarh wa ta'dil dari seorang alim kepada rawi adalah berdasarkan pendapatnya terhaap rawi tersebut, bukan berdasarkan bahwa dia meriwayatkan dari rawi tersebut. Seperti Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abi Darim, padahal Al Hakim sendiri menganggapnya tidak tsiqah, rafidhi khabits, maka penilaian Al Hakim itulah yg kita pakai bukan riwayatnya dari Ibnu Abi Darim yg dipertahankan mati-matian oleh Second Prince.<br />Ibnu Abi Hatim hanya menyebutkan bahwa kalau Ibnu Auf meriwayatkan kitabnya Ibnu Salim maka dia mengatakan yg menceritakan kepada kami ttg kitab ini adalah Abdul Hamid (yg mengaku tidak hafal dan kitabnya hilang itu-pen) supaya ada ketersambungan antara dia dgn Ibnu Salim, karena mereka tidak semasa. Wallahu a'lam.Anshari Taslimhttp://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN_HADITS_IYADH_BIN_GHANM_TENTANG_MENASEHATI_PENGUASAnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-47961931134026459012011-12-28T12:28:53.028+07:002011-12-28T12:28:53.028+07:00Hanya tambahan penjelasan atas kemusykilan saya te...Hanya tambahan penjelasan atas kemusykilan saya terhadap point pertama yang dikemukakan al-akh Anshari Taslim :<br /><br />Muhammad bin 'Auf adalah <b>tsiqah</b>. Sementara itu, ia (Muhammad bin 'Auf) sendiri yang membawakan dan mentalqini 'Abdul-Hamiid kitab Ibnu Saalim. Ketika ia meriwayatkan dari 'Abdul-Hamiid, ia berkata : "Aku dapati dalam kitab Ibnu Saalim, telah menceritakan kepadaku Abu Taqiy". Di sini ia tidak menyinggung sama sekali kitab Ibnu Zibriiq.<br /><br />Perkataan Muhammad bin 'Auf :<br /><br />وكنا نكتب من نسخه الذي كان عند إسحاق ابن زبريق لابن سالم<br /><br />"Kami menulis dari tulisannya ('Abdul-Hamiid) yang ada di sisi Ishaaq bin Zibriiq, dari riwayat Ibnu Saalim"<br /><br />maka yang saya pahami di sini adalah bahwa riwayat itu benar-benar merupakan riwayat 'Abdul-Hamiid yang ia catat dari Ibnu Saalim. Atau dengan kata lain, 'Abdul-Hamiid memang benar-benar mempunyai riwayat Ibnu Saalim yang kemudian ia catat. Jadi posisi Ibnu Zibriiq itu hanyalah orang yang menyimpan catatan 'Abdul-Hamiid.<br /><br />Apakah riwayat 'Abdul-Hamiid dari Ibnu Saalim sama dengan riwayat Ibnu Zibriiq dari Ibnu Saalim ?.<br /><br />Ini pertanyaan kritisnya.<br /><br />Dapat kita lihat dari perkataan Muhammad bin 'Auf, bahwa periwayatannya itu berasal dari 'Abdul-Hamiid dari 'Abdullah bin Saalim. Ibnu 'Auf bukan seorang mudallis, sehingga kita tidak perlu khawatir ia menggugurkan Ibnu Zibriiq dalam periwayatan tersebut.<br /><br />Itu dilihat dari sisi 'Abdul-Hamiid.<br /><br />Kemudian dilihat dari sisi Ishaaq bin Zibriiq :<br /><br />Mari kita lihat potongan sanad riwayat Ibnu Zibriiq dalam Al-Kabiir (7/18-19) :<br /><br />قال إسحاق بن إبراهيم بن العلاء أنا عمرو بن الحارث عن عبد الله بن سالم<br /><br />"Telah berkata Ishaaq bin Ibraahiim bin Al-'Alaa' : <b>Telah memberitakan kepada kami 'Amru bin Al-Haarits, dari 'Abdullah bin Saalim</b>..." [selesai].<br /><br />Perhatikan sanad di atas. Seandainya riwayat 'Abdul-Hamiid di atas sama dengan riwayat Ibnu Zibriiq ini, <b>niscaya akan disebutkan 'Amru bin Al-Haarits</b> sebagaimana sanad riwayat Ibnu Zibriiq ini. Tapi kenyataannya tidak. Ini merupakan qarinah yang cukup jelas bahwa riwayat 'Abdul-Hamiid itu berbeda dengan riwayat Ibnu Zibriiq. Apa yang dikatakan al-akh Anshari Taslim bahwa tuhmah-nya ada pada Ibnu Saalim, maka ini tidak tepat melihat dhahir sanad Ibnu Zibriiq sendiri. Dan ingat, Ibnu Zibriiq memang dikenal para ulama mempunyai riwayat yang berasal dari 'Amru bin Al-Haarits. <br /><br />*****<br /><br />Dan menyambung pertanyaan menggelitik saya di atas tentang perkataan Muhammad bin 'Auf ketika meriwayatkan dari 'Abdul-Hamiid, maka di situ sangat jelas bahwa Muhammad bin 'Auf <b>membaca kitab Ibnu Saalim sendiri</b> (yang kemudian ia talqinkan kepada 'Abdul-Hamiid). Makanya ia mengatakan :<br /><br />وجدت في كتاب ابن سالم<br /><br />"Aku dapati dalam kitab Ibnu Saalim".<br /><br />Jika demikian adanya, maka keberadaan 'Abdul-Hamiid dalam riwayat ini sebenarnya dapat 'diabaikan'. Lain halnya jika Muhammad bin 'Auf hanya berposisi sebagai pendengar hasil talqinan orang lain. <br /><br />Dan seandainya ini benar, maka riwayat Muhammad bin 'Auf dari 'Abdul-Hamiid dari 'Abdullah bin Saalim ini, sebenarnya dapat diringkas : Muhammad bin 'Auf dari 'Abdullah bin Saalim melalui perantaraan kitab. Ini setara dengan periwayatan wijadah yang dihukumi muttashil menurut pendapat yang raajih. Dan seandainya benar, maka sanad riwayat adalah <b>muttashil dan shahih</b>.<br /><br />Secara pribadi, ini menambahkan keyakinan saya akan keshahihan riwayat 'Iyaadl bin Ghunm.<br /><br />Wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-40902087732664536502011-12-28T11:51:19.702+07:002011-12-28T11:51:19.702+07:00Masalah Ibnu Zibriq sebenarnya saya sudah memperti...Masalah Ibnu Zibriq sebenarnya saya sudah mempertimbangkan ta'dil orang lain. Kalau dikatakan Al Bukhari tidak pernah meriwayatkan dari orang yg terkenal kedustannya itu betul, karena memang Ibnu Zibriq yg tahu bahwa dia berdusta hanya Muhammad bin Auf yg merupakan orang yg paling tahu keadaan penduduk negerinya dan tentu lebih tahu dari Al Bukhari dan Ibnu Ma'in. Atas pertimbangan itulah makanya Adz-Dzahabi berkesimpulan dia WAAH (sangat lemah) demikian pula Al-Albani dan tidak menyatakannya pemalsu hadits tapi termasuk orang yg sangat dhaif. Tambahan lagi saya membuktikan sendiri dgn manual bahwa dia banyak bersendirian dalam riwayat dan itu cukup membuat dia munkarul hadits dan itu sangat lemah tidak bisa menguatkan riwayat orang lain. Apalagi riwayatnya itu bukan riwayat yg sejalur dengannya, sehingga jalurnya tetap disebut jalur munkar karena jalur sampai ke Ibnu 'Aidz hanya diperoleh darinya.<br />Sedangkan riwayat Abdul Hamid saya nafikan karena alasa talqin dan kelemahan yg parah pada diri Abdul Hamid sendiri.<br />Lalu Jalur Dhamdham juga dianggap terhenti pada Syuraih dan penyebtan Jubair bin Nufair adalah syadz. Sehingga kesimpulan saya jalur itu hanya dua, yg mursal shahih. Tapi mursal tetap hadits dhaif. dan jalur yg dhaif jiddan yg sebenarnya bermuara hanya pada Ibnu Zibriq.<br />Tambahan lagi, tambahan riwayat Iyadh bin Ghanm ini datang dari jalur yg tidak selevel dgn riwayat Urwah yg ada dalam shahih Muslim dan itu pertanda kemunkaran sebagaimana yg diisyaratkan oleh Syekh Muqbil yg dinukil Ust Aris Munandar di atas.Anshari Taslimhttp://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN_HADITS_IYADH_BIN_GHANM_TENTANG_MENASEHATI_PENGUASAnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-35912486858375552602011-12-28T09:38:36.216+07:002011-12-28T09:38:36.216+07:00Terima kasih. Saya kira bukan terlalu memaksakan, ...Terima kasih. Saya kira bukan terlalu memaksakan, karena saya melihat dan mempertimbangkan jarh dan ta'dil yang diberikan para imam, dan inilah thariqah yang ditempuh beberapa peneliti/muhaqqiqiin yang telah saya sebutkan di atas. <b>Sejak kapan pertimbangan murid terhadap gurunya tidak diperhatikan ya ?</b>. Adalah hal yang aneh ketika antum mengakui bahwa Al-Bukhaariy dan yang lainnya itu tidak akan mengambil riwayat perawi yang masyhur kedustaannya, maka periwayatan Al-Bukhaariy dan yang lainnya dari Ibnu Zibriiq tidak menjadi pertimbangan apakah penilaian dusta Ibnu 'Auf itu tepat ataukah tidak. Bahkan kalau kita memperhatikan ta'dil Ibnu Ma'iin, maka tidak menutup kemungkinan bahwa ta'dil-nya ini dikatakan bersamaan dengan pengetahuannya akan jarh yang ditimpakan kepada Ibnu Zibriiq. Bukankah Ibnu Ma'iin berkata : "Akan tetapi mereka hasad kepadanya" ?. Oleh karena itu Ahmad Syaakir menafikkan sama sekali jarh yang dialamatkan kepada Ibnu Zibriiq hingga ia (Ahmad Syaakir) berkata : "Tsiqah". Namun menurut saya, ini terlalu berlebihan.<br /><br />Alhamdulillah saya tidak melupakan 'Amru bin Al-Haarits (karena saya telah membahasnya). Ya benar, Adz-Dzahabiy dan Al-Albaaniy menghukumi sebagaimana antum katakan. Dan itu telah saya ketahui sebelum antum menuliskan komentar di atas. Akan tetapi saya lebih cenderung pada penilaian Ibnu Hibbaan yang mengatakan mustaqiimul-hadiits (makanya Adz-Dzahabiy berkata dalam Al-Kaasyif (2/73 no. 4136) : “Telah ditsiqahkan”). Ibnu Hibbaan memang dikenal tasaahul dalam mentautsiq perawi majhul. Akan tetapi jika ia memberikan ta'dil dengan kata-kata yang sharih, maka ta'dil nya itu diterima, sebagaimana penjelasan Mu'allimi Al-Yamaaniy.<br /><br />Tentang komentar ringkas antum di paragraf terakhir, maka benar, bahwa riwayat syaadz itu merupakan kelemahan yang syadiid. Akan tetapi komentar itu <b>bukan pada tempatnya</b>, karena saya hanya mengikuti kalimat antum di komentar sebelumnya. Yang saya maksud adalah, riwayat Dlamdlam ini syaadz terhadap riwayat mursal yang saya bawakan di awal bahasan.<br /><br />Yang jadi point kritis kan adanya riwayat mursal, dan kemudian datang riwayat maushul yang menyambungkannya. Riwayat mursalnya shahih, dan riwayat maushulnya tidak shahih dilihat dari masing-masing jalurnya. Riwayat mausul ini ada dua jalur yang saling menguatkan. Jadi maksud 'menguatkan' ini adalah jalur maushul-nya. Apakah jalur maushul itu bisa saling menguatkan, maka ini tempatnya ijtihad para ulama. Dan seandainya bisa saling menguatkan, apakah riwayat maushul ini dapat 'memperbaiki' riwayat mursal ? ini pun tempat ijtihadnya para ulama. Adapun selanjutnya tidak perlu saya bahas, karena hanya akan mengulang apa yang telah dituliskan saja.<br /><br />Namun demikian, saya ucapkan terima kasih atas komentar antum yang bermanfaat di atas. Setidaknya, dapat dilihat sebagai satu pembanding dari apa yang telah dituliskan.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-15253686617851666292011-12-27T17:14:06.681+07:002011-12-27T17:14:06.681+07:00Afwan ketika mengetik komentar pertama ana shalat ...Afwan ketika mengetik komentar pertama ana shalat Zuhur dulu, setelah itu memberi tanggapan untuk point kedua dan ketiga, sudah sampai atau belum? Kalau belum biar saya ketik ulang.Anshari Taslimhttp://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN_HADITS_IYADH_BIN_GHANM_TENTANG_MENASEHATI_PENGUASAnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-18485699119636494832011-12-27T13:36:21.528+07:002011-12-27T13:36:21.528+07:00untuk point kedua, dalil antum terlalu dipaksakan ...untuk point kedua, dalil antum terlalu dipaksakan karena akibatnya adalah membuang semua jarh mufassar dari Muhammad bin Auf yg paling tahu hadits penduduk negerinya. jarh mufassar lebih didahulukan daripada ta'dil yg masih umum, seperti ta'dil Ibnu Ma'in. Al Bukhari dan Al Fasawi tidak menta'dil hanya meriwayatkan jadi itu lebih lemah dibanding jarh mufassar Ibnu Auf. Makanya para muhaqqiqin seperti Adz-Dzahabi dan Al-Albani dalam banyak tempat di Adh-dhaifah menganggap Ishaq ini dhaif jiddan. <br />Dan jangan lupakan keadaan Amr bin Harits dimana Adz-Dzahabi dan Al-Albani juga menganggapnya majhul dan sepertinya mereka mengabaikan pernyataan Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat maupun Shahihnya. Lagi pula betapa banyak riwayat Amr bin Harits ini dari Ibnu Salim yg tidak ada dalam riwayat murid-murid Ibnu salim yg lain dan ini cukup mencurigakan.<br />Sehingga dalam kasus Ibnu ZIbriq ini saya katakan, ta'dil Ibnu Ma'in dan Abu Hatim dan Muhammad bin Maslamah lalu pengeluaran Al Bukhari dan Al Fasawi tetap harus mempertimbangkan jarh mufassar dari Ibnu Auf, kesimpulan Abu Daud yg membenarkan Ibnu Auf dan jarh dari An-Nasa`iy yg jelas berlaku di sini karena meriwayatkan dari Amr bin Harits serta penilaian Adz-Dzahabi dan Al-Albani.<br /><br />Untuk point ketiga, tak perlu panjang lebar saya hanya ingin katakan, sejak kapan riwayat syadz bisa dikuatkan riwayat orang lain?? Yang namanya syadz ya sudah langsung masuk kotak, sebab kalau dia bisa dikuatkan bukan syadz namanya. Lalu yg menguatkannya itu riwayat yg mana? riwayat Ibnu Zibriq? siapa yg menguatkan Dhamdham di sini? Apakah Ibnu 'Aidz? bukankah jalur ke Ibnu Aidz itu sendiri tidak shahih, lalu bagaimana bisa menguatkan?Anshari Taslimhttp://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN_HADITS_IYADH_BIN_GHANM_TENTANG_MENASEHATI_PENGUASAnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-35106300947665273292011-12-27T13:00:19.078+07:002011-12-27T13:00:19.078+07:00Terima kasih komentarnya. Saya kira di atas hanyal...Terima kasih komentarnya. Saya kira di atas hanyalah pengulangan saja. Tidak ada tambahan dari saya. Dan saya masih sulit memahami bahwa Muhammad bin 'Auf ketika hadir di majelis 'Abdul-Hamiid saat ia meriwayatkan dari Ibnu Saalim; riwayatnya itu merupakan hasil talqinan Ibnu Zibriiq. Baarakallaahu fiik.<br /><br />NB : Tentang kitab Al-Irsyaad, ya saya telah membaca sebagiannya.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-39333559153001471042011-12-27T12:08:30.284+07:002011-12-27T12:08:30.284+07:00Untuk point pertama, kita menilai sebuah hadits ad...Untuk point pertama, kita menilai sebuah hadits adalah dgn indikasi kuat yg ada di hadapan kita. Indikasi bahwa hadits ini sebenarnya satu sumber tapi terlhat secara zahir dari berbagai sumber sehingga seolah saling meguatkan, itu banyak bisa antum cari di kitab Al Irsyad fii Taqwiyatil Ahadits bi asyh-syawahid wal mutab'at.<br />Intinya adalah, indikasi dan tuhmah berlaku untuk menilai sebuah riwayat. Tuhmahnya adalah Abdul Hamid meriwayatkan dari Ibnu Salim dan sedangkan pentalqinan dilakukan justru dari riwayatnya dari Abdullah bin Salim itu. Di saat bersamaan riwayat yg sama juga diperoleh dari Ibnu Zibriq, makin kuatlah tuhmah bahwa riwayat ini sebenarnya riwayat Ibnu Zibriq hasil talqinan itu. Kalau tidak begitu, maka tidak ada satupun riwayat Abdul Hamid yg boleh dianggap hasil talqinan dari riwayat Ibnu Zibriq, karena hanya itulah jalan untuk bisa membedakan mana riwayat hasil talqinan mana yg bukan.<br />Mengapa Muhammad bin Auf meriwayatkan darinya? dia sendiri sudah menjawab, "syhawatal hadits" hanya pengan mendapatkan hadits semata, secara praktik dia melarang orang (Abu Zur'ah) mendengar hadis darinya, sehingga sebenarnya dari komentar Ibnu Auf sendiri jelas bahwa dia tidak terlalu menghiraukan Abdul Hamid ini. Orang kitabnya hilang, lalu dia sendiri mengaku tidak hafal, kemudian menerima talqinan orang itu merupakan sifat orang yg dhaif jiddan. Plus riwayatnya dari Ibnu Salim punya cacat tambahan.<br />point kedua ketiga menyusul insya Allah.Anshari Taslimhttp://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN_HADITS_IYADH_BIN_GHANM_TENTANG_MENASEHATI_PENGUASAnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-21196392450474570082011-12-27T02:22:14.864+07:002011-12-27T02:22:14.864+07:002. Tentang Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq, teri...2. Tentang Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq, terima kasih atas uraian antum dalam ahlalhdeeth tersebut, walau mungkin saat ini saya belum bisa menyepakatinya. Baarakallaahu fiik.<br /><br />Antum mengatakan bahwa perkataan An-Nasaa'iy : <i>"Laisa bi-tsiqah 'an Muhammad bin 'Amru"</i> (tidak tsiqah dari Muhammad bin 'Amru) bukan merupakan taqyiid. Namun saya pribadi cenderung pada pentaqyidan tersebut. <br /><br />Ibnu Hajar dan Adz-Dzahabiy dalam pemutlakan ketidaktsiqahan adalah mengikuti Al-Miziiy. Dan penukilan Al-Mizziy tersebut bersumber dari Taariikh Ibni 'Asaakir. Perkataan An-Nasaa'iy tersebut jelas menghendaki adanya pentaqyidan, yaitu tidak tsiqah dalam riwayat Muhammad bin 'Amru. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu Badraan; dan kemudian dinyatakan oleh Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth, Dr. Basyaar 'Awwaad, dan Dr. 'Abdus-Salaam bin Barjaas. Dr. Al-Fakhl pun mentaqrir kesimpulan Al-Arna'uth dan Basyar 'Awwaad.<br /><br />[NB : Dalam penyimpulan perkataan An-Nasaa'iy ini saya sebenarnya pertama kali mengetahui dari penjelasan Dr. 'Abdus-Salaam bin Barjas, bukan dari Al-Arna'uth].<br /><br />Itu pertama. <br /><br />Kedua, yang menguatkan hal itu - sebagaimana penjelasan Dr. Basyar 'Awwaad - An-Nasaa'iy tidak menyebutkannya dalam kitab Adl-Dlu'afaa'-nya.<br /><br />Sebagaimana kita tahu bahwa An-Nasaa'iy ini termasuk ulama yang mutasyaddid dalam menjarh perawi, sehingga perkataannya tersebut tetap harus ditimbang dengan perkataan ulama lain.<br /><br />Perkataan Abu Daawud adalah mengikuti perkataan Muhammad bin 'Auf sebagaimana riwayat Al-Aajurriy. Perkataan Muhammad bin 'Auf adalah mendustakan Ibnu Zibriiq. Benar bahwa ia adalah orang yang paling tahu hadits penduduk negerinya, dan itu merupakan salah satu pertimbangan dalam pertarjihan. Akan tetapi bukankah antum pun tahu bahwa <b>bukan</b> hanya itu saja pertimbangan pertarjihan. Di antara pertimbangan pertarjihan bahwa perkataan seorang murid terhadap syaikhnya lebih diutamakan daripada selainnya. Antum telah mengakui bahwa Al-Bukhaariy, Al-Fasaawiy, dan lain-lain tidak meriwayatkan dari orang yang telah dikenal tentang kedustaannya; sedangkan antum tahu mereka termasuk ulama mu'addil dalam jarh dan ta'dil terhadap perawi - dan mereka mengambil riwayat darinya.<br /><br />Pendek kata, jarh Muhammad bin 'Auf, An-Nasaa'iy, dan Abu Daawud tetap harus mempertimbangkan perkataan ulama lain yang menta'dilnya seperti Ibnu Ma'iin, Abu Haatim, Maslamah bin Al-Qaasim,Ibnu Hibbaan, dan Al-Haakim. Oleh karena itu, tidak terlalu salah jika Ibnu Hajar mengatakan : Jujur, akan tetapi banyak ragunya (shaduuq, yahimu katsiiran). Adapun saya pribadi, lebih cenderung pada apa yang telah dituliskan di atas mengacu pada penjelasan Syu'aib Al-Arna'uth dan Basyaar 'Awwaad, yang kemudian ditaqriir oleh Maahir bin Yaasin Al-Fakhl.<br /><br />3. Saya tidak pernah menyimpulkan bahwa Muhammad bin Ismaa'iil itu tsiqah, sehingga antum tidak perlu membuat pengandaian demikian. Seandainya seorang perawi yang meriwayatkan dari orang yang tidak pernah ia dengar bisa langsung dianggap berdusta,... duhai,..... betapa banyak perawi yang akan tertuduh berdusta ?.<br /><br />Riwayat Ismaa'iil dari Dlamdlam ini jika tidak ada penguatnya memang syaadz. Namun di sini ia mempunyai penguat, sehingga tambahan perawi Jubair bin Nufair ini dapat dipertimbangkan.<br /><br />Wallaahu a'lam.Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-34001650516990815322011-12-27T02:21:30.306+07:002011-12-27T02:21:30.306+07:00Terima kasih atas kritikannya yang bermanfaat. Moh...Terima kasih atas kritikannya yang bermanfaat. Mohon maaf, bila baru kali ini saya publish dan saya komentari, karena beberapa kesibukan.<br /><br />1. Saya tidak pernah mengatakan bahwa 'Abdul-Hamiid itu mempunyai kemungkinan hapal, sehingga antum perlu menegaskan bahawa 'Abdul-Hamiid itu tidak hapal. Yang saya maksud adalah bagian di komentar antum sebelumnya yang secara jazm mengatakan hadits Ibnu Salim itu merupakan hadits Ibnu Zibriq yang ditalqinkan kepada 'Abdul-Hamiid. Inilah yang saya kurang sepakat. Mengapa ? Karena sudah dimaklumi bahwa 'Abdul-Hamiid ini meriwayatkan dari kitab Ibnu Saalim dari Az-Zubaidiy. Inilah yang ditegaskan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Al-Jarh wat-Ta'dil (6/8). Dan itu dibuktikan oleh riwayat Ibnu Abi 'Aashim no. 1098. <br /><br />Masalahnya kemudian, ketika kitabnya hilang, ia jadi kacau, dan kemudian ditalqini kitab Ibnu Zibriiq. Pertanyaan saya sederhana : Apakah ketika ia meriwayatkan dari 'Abdullah bin Saalim, maka itu <b>harus ekuivalen</b> dengan riwayat Ibnu Zibriiq yang ditalqinkan kepadanya ?. Maaf, sampai saat ini saya masih merasa kesulitan dalam memahami jalan logika yang antum bangun tersebut.<br /><br />Oleh karena itu, maksud saya 'kemungkinan' dalam komentar di sebelumnya adalah penjazman antum tersebut hanyalah sekedar kemungkinan saja. Seandainya memang riwayat 'Abdul-Hamiid dari 'Abdullah bin Saalim itu hakekatnya merupakan hasil talqinan riwayat Ibnu Zibriiq; apa faedahnya Muhammad bin 'Auf meriwayatkan dan menulis haditsnya sedangkan ia sendiri mendustakan Ibnu Zibriiq ?.<br /><br />Dalam hal ini saya merasa tidak mengesampingkan keterangan yang disebutkan Ibnu Abi Haatim dalam Al-Jarh wat-Ta'diil.<br /><br />[NB : Ada pertanyaan (= bukan pernyataan) menggelitik yang muncul di benak saya ketika membaca kitab Al-Jarh. Yaitu perkataan Muhammad bin 'Auf ketika meriwayatkan dari 'Abdul-Hamiid :<br /><br />وجدت في كتاب ابن سالم ثنا به أبو تقى<br /><br />"Aku dapati dalam kitab Ibnu Saalim - telah menceritakan kepada kami dengannya Abu Taqiy" [selesai].<br /><br />Dapatkan itu dianggap sebagai thariqah periwayatan secara wijadah dari Muhammad bin 'Auf dari 'Abdullah bin Saalim ? dimana thariqah periwayatan ini bagi sebagian ulama adalah shahih ?].Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-66672586032156446682011-12-24T17:56:57.007+07:002011-12-24T17:56:57.007+07:002- Di sini saya sempat menulis di sini: http://www...2- Di sini saya sempat menulis di sini: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=250659<br />Lagi pula mgkn antum mengikuti Syekh Syuaib Al Arnauth sehingga memahami bahwa pernyataan An-Nasaiy bahwa Ibnu Zibriq hanya tidak tsiqah kalau meriayatkan dari Amr bin Harits, kalau bukan dari Amr maka dia shaduq, pertanyaannya di sini dia meriwayatkan dari siapa? <br />Betul bahwa Al Bukhari, Al Fasawi dan lain-lain tidak meriwayatkan dari orang yg dikenal kedustaannya, tapi bagaimana dgn pernyataan Muhammad bin Auf yg mengatakan, "Aku tidak ragu bahwa Ibnu Zibriq itu berdusta" padahal dia yg paling tahu ttg hadits penduduk negerinya. Jadi dalam kasus diri Ibnu Zibriq dia lebih tahu daripada Al Bukhari dan Al Fasawi, bisa dilihat dalam tulisan saya di thread di atas.<br /><br />3- Sebenarnya kalau antum mau cari alasan mengapa Muhammad bin Ismail bin Ayyasy itu dhaif jiddan bisa saja yaitu bahwa dia dipersoalkan karena berani meriwayatkan dari ayahnya padahal tak pernah bertemu. Bahkan Syekh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah sempat mengatakan, "Kaanahu yakdzib" bagaimana tidak? dia tidak mendengar langsung dari ayahnya tapi kok berani meriwayatkan darinya. Bahkan setahu saya dia tidak punya riwayat lain selain dari ayahnya itu.<br />Tapi mari kita abaikan itu, anggaplah Muhammad bin Ismail itu tsiqah, apakah riwayat Dhamdham bin Zur'ah bin bisa menguatkan riwayat Shafwan bin Amr, ataukah riwayat Shafwan justru membuat riwayat Dhamdham ini malah menjadi syadz, dan kita tentu sudah tahukan kemana harus membuang riwayat yg syadz?Anshari Taslimhttp://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN_HADITS_IYADH_BIN_GHANM_TENTANG_MENASEHATI_PENGUASAnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-7064778070495342072011-12-24T17:47:02.385+07:002011-12-24T17:47:02.385+07:00Assalamu alaikum akhil karim, izinkan saya menangg...Assalamu alaikum akhil karim, izinkan saya menanggapi beberapa hal berikut:<br />1- Kalau antum perhatikan lagi dalam biografi Abdul Hamid bin Ibrahim jelas dia sendiri menyatakan bahwa dirinya tidak hafal, itu pula kesimpulan Abu Hatim dan Muhammad bin Auf. Kalau antum katakan itu hanya kemungkinan saja bahwa riwayatnya adalah hasil talqinan dari Ibnu Zibriq ya betapa semua hadits mengandung kemungkinan seperti itu. Orang yg hafalannya lemah, ada kemungkinan suatu saat hafalannya bagus, mengapa tidak kita katakan saja bahwa sebuah hadits tertentu dgn orang yg sama kita katakan hadits ini kemungkinan dia riwayatkan dalam keadaan hafalannya bagus.<br />Pernyataan antum mgkn bisa diterima kalau saja tidak ada indikasi kuat bahwa riwayatnya kali ini adalah hasil talqinan dari riwayat Ibnu Zibriq, tapi di sini ada indikasi kuat ke sana yaitu bahwa dia meriwayatkannya dari Ibnu Salim dan memang hanya riwayat dari Ibnu Salim itulah yg ditalqini orang. Lalu di saat bersamaan Ibnu Zibriq juga meriwayatkan hal yg sama melalui jalur Ibnu Salim Az-Zubaidi. Kalau yg begini masih ditolak lantaran masih kemungkinan, maka tidak bergunalah apa yg disebutkan dalam kitab Al Jarh wa Ta'dil itu.<br />Tidak hanya itu, Abdul Hamid ini kalau kita kaji pernyataan para ulama seperti Muhammad bin Auf, Abu Hatim dan Abu Zur'ah jelas dia termasuk orang yg dhaif jiddan. Lihat bagaimana kecewanya Abu Zur'ah ketika disampaikan oleh Al-Bardza'i bahwa Muhammad bin Auf meriwayatkan dari Abdul Hamid ini, padahal dia yg melarang Abu Zur'ah mendekat ke Abdul Hamid.<br />Antum katakan, banyak pula riwayatnya yg bukan hasil talqinan dari riwayat Ibnu Zibriq. Itu betul kalau dia meriwayatkannya dari Ismail bin Ayyasy, Salamah bin Kultsum dan lain-lain, tapi di sini dia jelas meriwayatkan dari Ibnu Salim dan itulah yg menjadi tuhmahnya sebagai hasil talqinan dari riwayat Ibnu Zibriq.Anshari Taslimhttp://alponti.multiply.com/journal/item/93/KELEMAHAN_HADITS_IYADH_BIN_GHANM_TENTANG_MENASEHATI_PENGUASAnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-62858740522312176752011-08-07T21:39:59.161+07:002011-08-07T21:39:59.161+07:001. Tentang 'Abdul-Hamiid, sebagaimana telah d...1. Tentang 'Abdul-Hamiid, sebagaimana telah disebutkan bahwa ia seorang yang lemah hapalan. Akan tetapi jika Anda memastikan bahwa hadits 'Abdul-Hamiid itu adalah riwayat Ibnu Zibriiiq yang ditalqinkan kepadanya, maka ini adalah kemungkinan saja. Karena, tidak semua riwayat 'Abdul-Hamiid merupakan hasil talqinan Ibnu Zibriiq. Ia menjadi kacau setelah kitabnya hilang.<br /><br />2. Mengenai Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq, Abu Haatim berkata : “Syaikh”. Ibnu Ma’iin memujinya dengan berkata : “Tidak mengapa dengannya (laa ba’sa bihi)” [Al-Jarh wat-Ta’diil 2/209 no. 711]. An-Nasaa’iy – sebagaimana dinukil Al-Mizziy – mengatakan : “Tidak tsiqah”. Namun dalam riwayat Ibnu ‘Asaakir sebagaimana yang dibawakan oleh Ibnu Badraan dalam At-Tahdziib (2/407), An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah, jika ia meriwayatkan dari ‘Amru bin Al-Haarits”. Jadi ketidaktsiqahan ini di-taqyid dalam periwayatan dari ‘Amru. Muhammad bin ‘Auf memutlakkan kedustaan terhadapnya. Abu Dawud mengikuti Muhammad bin ‘Auf dengan perkataannya : “Tidak ada apa-apanya”. Namun perkataan keduanya ini perlu ditinjau kembali, sebab Al-Bukhaariy (dalam Shahih-nya dengan periwayatan mu’allaq), Abu Haatim, Al-Fasaawiy, dan yang lainnya membawakan riwayatnya dimana tidak ada keraguan bahwa mereka tidaklah meriwayatkan dari para pendusta yang dikenal kedustaaannya. Abu Ishaaq Al-Huwainiy dalam Natsnun-Nabaal (hal. 176-177 no. 276) membawakan bahwa Maslamah bin Al-Qaasim mentsiqahkannya. Al-Haakim (Al-Mustadrak 3/290) dan Ibnu Hibbaan (Ats-Tsiqaat 8/113) men-tautsiq-nya. Perkataan yang benar di sini adalah bahwa Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq adalah shaduuq; riwayatnya lemah jika berasal dari ‘Amr bin Al-Haarits.<br /><br />3. Tentang Muhammad bin Ismaa'iil, maka Ibnu Hajar tidak menyebutkan apa alasan bahwa ia seorang yang sangat lemah (dla'iif jiddan), sedangkan ulama mutaqaddimiin hanya menyebutkan dla'iif saja, tanpa jiddan [lihat Tahriirut-Taqriib, 3/214 no. 5735].<br /><br />Oleh karena itu, saya masih condong bahwa riwayat tersebut bisa saling menguatkan.<br /><br />[maaf, bari kali ini ditanggapi, ada yang terlewat].Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-35386612406504580662011-05-26T01:15:28.286+07:002011-05-26T01:15:28.286+07:00Riwayat yg melalui jalan Abdul Hamid bin Ibrahim a...Riwayat yg melalui jalan Abdul Hamid bin Ibrahim apakh bisa dikuatkan oleh riwayat Ibnu Zibriq?<br />Kalau kita perhatikan dalam kitab Al Jarh wa At-Ta'dil 6/8 kita dapati bahwa saking tercampurnya hafalan Abdul Hamid ini maka kita dapati dia ditalqini kitab Ibnu Zibriq, sehingga sebenarnya hadits yg diriwayatkan dari Abdullah bin Salim itu adalah hadits Ibnu Zibriq yg ditalqinkan kepadanya.<br />Abu Htim berkata, <br />وقالوا عرض عليه كتاب ابن زبريق ولقنوه فحدثهم بهذا وليس هذا عندي بشئ رجل لا يحفظ وليس عنده كتب<br />Ini menunjukkan bahwa dia ditalqini dan haditsnya itu sebenarnya hadits Ibnu Zibriq.<br />Sedangkan kalau kita baca biografi Ibnu Zibriq dia dipastikan oleh Abu Daud sebagai pendusta dan ini mufassar, juga oleh Muhammad bin Auf, sehingga Adz Dzahabi menganggapnya "waah" itu artinya lemah sekali, bagaimana bisa menjadi penguat riwayat Muhammad bin Ismail bin Ayyasy?<br />Sedangkan Muhammad bin Ismail sendiri dikatakan oleh Al Hafizh dalam Al Ishabah "dhaif jiddan".<br />Belum lagi ditambah kejanggalan tambahan ini tidak ada dalam riwayat yg shahih sebagaimana yg disinggung oleh Syek Muqbil.<br />Jadi, jalan paling baik hanyalah dari Syuraih yg munqathi'.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-46072174990088365032011-02-09T02:26:09.073+07:002011-02-09T02:26:09.073+07:00Tentang bantahan khusus, untuk sementara ini saya ...Tentang bantahan khusus, untuk sementara ini saya belum berpikir demikian. Adapun untuk tulisan beliau (Ust. Farid Nu'man Hasan), maka beliau menukil beberapa riwayat lemah untuk hujjah. Dan seterusnya.... Adapun perkataan Dr. Al-Qaraadlawiy, maka ketidakbenarannya lebih terang dari siang hari. Wallaahul-Musta'aan....Abu Al-Jauzaa' :https://www.blogger.com/profile/01463031649165087443noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-41865363133172607782011-02-07T14:47:31.403+07:002011-02-07T14:47:31.403+07:00ustad,
ternyata ada dalilnya tentang orang2 yg m...ustad, <br /><br />ternyata ada dalilnya tentang orang2 yg menentang penguasa muslim yg dzalim, secara terang2-an di muka umum (demontrasi), diulas secara detail dan terperinci oleh ust. farid nu'man di situs-nya kader tarbiyyah pks ini : http://www.islamedia.web.id/2011/02/bagaimana-hukum-menggulingkan.html<br /><br />bahkan menurut syaikh yusuf qardhawi, yg meninggal karena demo di mesir adalah syahid : http://hidayatullah.com/read/15165/05/02/2011/al-qaradhawi:-korban-tewas-demonstrasi-mesir-itu-syahid-.html<br /><br />apakah ada bantahan khusus ustad ? <br />makasih atas jawabannya.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8372105893582766617.post-59172937771391532322010-05-27T14:16:57.697+07:002010-05-27T14:16:57.697+07:00Tiga postingan yang bermanfaat ( Batasan Tasyabuh ...Tiga postingan yang bermanfaat ( Batasan Tasyabuh yang diharamkan , beberapa kaidah yang berkaitan dengan kepemimpinan & yang ini )cukup jelas dipahami , semoga dibaca dan dipahami juga oleh saudara kita yang masih suka dengan gaya-gaya kufar.<br /><br />Sangat sedih hati ini ketika melihat orang yang menisbatkan kepada Islam , namun justru berbangga dengan apa-apa yang datangnya bukan dari Islam dan lebih parahnya lagi Islam dijadikan kendaraan politiknya.<br /><br />Ya Allah , selamatkanlah bangsa ini dari fitnah yang senantiasa Engkau berikan , jadikanlah hati saudara kami lembut dan santun .<br /><br />Jazakallah khair atas tulisannya.Anonymousnoreply@blogger.com