Apakah Keluarnya Darah Sehari atau Dua Hari Menjelang Kelahiran Tetap Mewajibkan Wanita Shalat ?

18 komentar


Bahasan ini erat kaitannya dengan darah yang keluar pada wanita hamil, apakah ia dihukumi darah haidl, darah nifas, atau darah istihaadlah ?. Jika ia merupakan darah haidl atau nifas, maka tidak wajib shalat[1]. Namun jika ia merupakan darah istihaadlah, maka tetap wajib shalat[2]. Melalui artikel ini, akan dituliskan bahasan ringkasnya semoga dapat menjadi pemahaman bagi kita bersama.
Darah haidl, secara bahasa Al-Maawardiy rahimahullah menjelaskan :
وَسُمِّيَ حَيْضًا لِسَيَلَانِهِ مِنْ رَحِمِ الْمَرْأَةِ ، مَأْخُوذٌ مِنْ قَوْلِهِ : حَاضَ السَّبِيلُ ، وَفَاضَ إِذَا سَالَ..... الشَّرْعُ لَهُ بِسِتَّةِ أَسْمَاءٍ : الْحَيْضُ وَالطَّمْثُ وَالْعَرْكُ وَالضَّحِكُ وَالْإِكْبَارُ وَالْإِعْصَارُ
“Darah haidl dinamakan haidl, karena darah itu mengalir dari rahim wanita. Pengertian ini diambil dari perkataan : ‘haadlas-sailu idzaa faadla’ (banjir meluap)”…… Dan syara’ mempunyai enam nama untuk darah haidl, yaitu : al-haidlu, ath-thamtsu, al-‘arku, adl-dlahiku, al-ikbaaru, dan al-i’shaaru”.[3] 

Minimal Masa Kehamilan

6 komentar


Eh, Fulanah itu belum genap sembilan bulan menikah kok sudah melahirkan. Jangan-jangan dulu dia MBA (married by accident).... jangan-jangan suaminya sudah curi start duluan....”. Begitulah kira-kira sebagian kasak-kusuk yang mungkin pernah kita dengar di masyarakat. Sebagai umat Islam yang baik, tentu kita tidak ingin ber-kasak-kusuk seperti itu. Memangnya tidak mungkin seorang wanita hamil kurang dari sembilan bulan dari masa pernikahannya ?. Jawabnya : Mungkin sekali, karena kemungkinan itu telah disebutkan nash yang menetapkan minimal masa kehamilan.

Apakah Imam Juga Mengeraskan ‘Aamiin’ Setelah Membaca Al-Faatihah ?

6 komentar



Tanya : Assalamu’alaikum. Ada hal yang ingin saya tanyakan. Apakah dalam shalat berjama’ah Maghrib, Isya’, dan Shubuh ketika selesai membaca Al-Faatihah, imam juga disyari’atkan membaca ”amien” secara jahr (keras) ? Terima kasih atas jawabannya.
Jawab : Wa’alaikumus-salaam wa rahmatullaahi wa barakaatuh.
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah bersabda :

Warisan Buat Banci

2 komentar


Pertanyaan :
ما نصيب المخنث في الميراث، أيأخد نصيب الذكر أم نصيب الأنثى ؟
“Berapakah bagian warisan untuk seorang banci, apakah diambil seperti bagian laki-laki ataukah seperti bagian wanita ?”.
Jawab :
الخنثى هو الذي لم يتضح كونه ذكراً ولا أنثى، فإذا مات صغيراً وبلغ وهو مشكل أعطي نصف ميراث ذكر وصنف ميراة أنثى، وإلا أعطي اليقين من نصيبه وأخر حتى يبلغ رجاء أن يتضح أمره

Semuanya Akan Indah pada Waktunya

35 komentar


Begitulah yang sering kita baca di berbagai media, baik artikel[1], twitter, status Facebook, dan yang lainnya. Indah terdengar, dan bahkan sangat romantis dituliskan bagi para pendamba cinta (semu). Tapi tahukah kawan, bahwa kalimat tersebut berasal dari Bible, kitab suci agama Nashrani ?.
Jika kawan belum tahu, berikut yang tertera dalam buku tersebut :

Takhrij Dzikir Setelah Makan

6 komentar


At-Tirmidziy rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيل، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي أَبُو مَرْحُومٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ismaa’iil[1] : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yaziid Al-Muqri’[2] : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi Ayyuub[3] : Telah menceritakan kepadaku Abu Marhuum[4], dari Sahl bin Mu’aadz bin Anas[5], dari ayahnya (Mu’aadz bin Anas), ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang telah selesai makan, hendaknya ia membaca : ‘Alhamdulillaahil-ladzii ath’amanii hadzaa wa razaqaniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwah (segala puji bagi Allah yang telah memberikan makan ini kepadaku dan telah merizkikannya kepadaku tanpa ada daya dan kekuatan dariku), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni (oleh Allah)” [Jaami’ At-Tirmidziy no. 3458].

Mimpi Buruk

2 komentar


Tanya : Saya sering bermimpi buruk yang terkadang membuat saya terjaga di waktu malam. Apa nasihat Anda tentang hal ini ? Dan bolehkah saya menceritakan mimpi saya ini kepada orang lain ?
Jawab : Perlu diketahui bahwa jika seseorang bermimpi buruk, maka itu berasal dari syaithan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَالرُّؤْيَا ثَلَاثَةٌ: فَرُؤْيَا الصَّالِحَةِ بُشْرَى مِنَ اللَّهِ، وَرُؤْيَا تَحْزِينٌ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَرُؤْيَا مِمَّا يُحَدِّثُ الْمَرْءُ نَفْسَهُ
“Mimpi itu ada tiga macam : 1) mimpi yang baik merupakan kabar gembira dari Allah; 2) mimpi buruk berasal dari syaithan; dan 3) mimpi dari apa-apa yang dibisikkan kepada seseorang dari dirinya ( = kembang tidur)”  [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7017 dan Muslim no. 2263; ini adalah lafadh Muslim].

Nabi 'Isa di Surga ?

6 komentar


Tanya : Benarkan sekarang ini ‘Isa ‘alaihis-salaam berada di surga seperti yang diyakini oleh orang-orang Nashrani ?
Jawab :
Sesungguhnya Allah telah mengangkat ‘Isa kepada-Nya seperti yang Dia nyatakan dalam firman-Nya :
إِنّي مُتَوَفّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيّ
“Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku” [QS. Ali ‘Imran : 55].
‘Isa berada di langit kedua bersama Nabi Yahya bin Zakariya, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits tentang Isra’ yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitabnya, Shahih Al-Bukhari, dari Anas radliyallaahu ‘anhu :
“…..kemudian, setelah diangkat ke langit, ‘Isa menjadi seperti Nabi-Nabi lainnya yang juga diangkat ke langit oleh Allah”.

Macam-macam Kekufuran Akbar

7 komentar

1.     Kufur inkaar dan takdziib.
Al-Imaam Al-Baghawiy rahimahullah mendefinisikannya sebagai :
كفر الإنكار هو : ألَّا يعرف الله أصلًا، ولا يعترف به، وكفر به
“Kufur inkaar adalah tidak mengetahui Allah sama sekali, tidak mengakui-Nya, dan mengkufuri-Nya” [Tafsiir Al-Baghawiy, 1/48].
Asy-Syarbiiniy rahimahullah juga mengatakan yang semisal di atas [Tafsiir As-Siraajul-Muniir, 1/23].
Ar-Raaghib Al-Asfahaaniy rahimahullah berkata “
الإنكار : ضد العرفان، يقال : أنكرت كذا ونكرت، وأصله : أن يرد على القلب ما لا يتصوره، وذلك ضرب مثل الجهل
Inkaar adalah kebalikan dari pengetahuan. Dikatakan : ankartu kadzaa wa nakartu. Asalnya adalah : masuknya ke dalam hati sesuatu yang tidak diketahuinya. Hal itu semisal dengan al-jahl” [Al-Mufradaat, hal. 830].

Perkataan Asy-Syaikh Ahmad Syaakir dan Asy-Syaikh Mahmuud Syaakir tentang Berhukum Selain Hukum Allah

7 komentar

Beberapa kalangan takfiriyyuun membawakan perkataan Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah dalam kitabnya, ‘Umdatut-Tafsiir[1] (4/156), untuk mengkafirkan para pemimpin/penguasa yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah ta’ala tanpa perincian. Hakekatnya mereka keliru dalam memahami perkataan beliau tersebut. Berikut akan saya bawakan perkataan Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah tersebut sebagai berikut :
وهذه الآثار- عن ابن عباس وغيره- مما يلعب به المضللون في عصرنا هذا، من المنتسبين للعلم ، وغيرهم من الجرآء على الدين : يجعلونها عذراً أو إباحة للقوانين الوثنية الموضوعة ، التي ضُرِبت على بلاد الإسلام.
وهناك أثر عن أبي مجلز، في جدال الإباضية الخوارج إياه، فيما كان يصنع بعض الأمراء من الجور، فيحكمون في بعض قضائهم بما يخالف الشريعة ، عمداً إلى الهوى ، أو جهلاً بالحكم.
والخوارج من مذهبهم أن مرتكب الكبيرة كافر، فهم يجادلون يريدون من أبي مجلز أن يوافقهم على ما يرون من كفر هؤلاء الأمراء، ليكون ذلك عذراً لهم فيما يرون من الخروج عليهم بالسيف.
وهذان الأثران رواهما الطبري: (12025،12026)، وكتب عليهما أخي السيد محمود محمد شاكر تعليقاً نفيساً جداً ، قوياً صريحاً؛ فرأيت أن أثبت هنا نص أولى روايتي الطبري، ثم تعليق أخي على الروايتين.
“Atsar-atsar dari Ibnu Abbas dan lainnya ini termasuk yang dipermainkan oleh orang-orang yang membuat kesesatan pada masa kita ini, dari kalangan ulama dan orang-orang yang berani memperalat agama. Mereka menjadikan atsar-atsar ini sebagai alasan atau pembolehan bagi hukum-hukum positif yang diberlakukan di negeri-negeri Islam.

Realitas Ijtihad Ulama dalam Pembagian Kekufuran (Akbar)

5 komentar


Kekufuran itu sangat beragam dan banyak jenisnya. Oleh karena itu, para ulama mempunyai perkataan yang beragam ketika berijtihad dalam masalah pembagian jenis-jenis kekufuran. Al-Baghawiy rahimahullah berkata :
الكفر على أربعة أنحاء : كفر إنكار، وكفر جحود، وكفر عناد، وكفر نفاق
“Kekufuran ada 4 macam : kufur inkaar, kufur juhuud, kufur ‘inaad, dan kufur nifaaq” [Tafsiir Al-Baghawiy, 1/48].
Hal yang sama dikatakan oleh Ibnul-Atsiir rahimahullah dalam An-Nihaayah fii Ghariibil-Hadiits (hal. 806 – taqdiim : ‘Aliy Al-Halabiy).
Asy-Syaikh Haafidh Al-Hakamiy rahimahullah berkata :
فالكفر أصله الجحود والعناد الملتزم للاستكبار والعصيان
“Pokok kekafiran itu adalah juhuud dan ‘inaad yang mengkonsekuensikan kesombongan dan kedurhakaan” [200 Suaal wa Jawaab fil-‘Aqiidah, hal. 165-166 no. 161].

Yeni Wahid : Data atau Bualan ?

21 komentar


Baru-baru ini seorang wanita yang dinamakan orang tuanya Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, atau dikenal dengan sebutan Yeni Wahid, mengatakan bahwa tingkat perkosaan di Arab Saudi yang mewajibkan kaum wanita untuk menutup aurat lebih tinggi dibanding negara-negara Eropa yang wanitanya tampil buka-bukaan. Wallaahi, ini adalah salah satu perkataan paling tolol yang pernah saya dengar, selain perkataan ayahnya (tentu saja). Lebih cocok jika dikatakan : 'bualan'. Mohon dimaafkan kejujuran saya. Data mana yang dipakai untuk melahirkan kesimpulan tersebut ?. Saya khawatir, data yang ia dapatkan via kegiatan tirakat di samping makam ayahnya. Jika benar, tentu bukan data ilmiah.

Penjelasan Al-Qaadliy Abu Bakr Al-Baaqilaaniy tentang Sifat Allah

3 komentar

Artikel ini adalah kelanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul Al-Qaadliy Abu Bakr Al-Baaqilaaniy : Allah Beradadi Atas ‘Arsy. Al-Baaqilaaniy adalah salah seorang pembesar ulama dan pembela ‘aqidah Asyaa’irah sebelum akhirnya kembali kepada ‘aqidah salaf. Apa dan bagaimana penjelasan beliau rahimahullah, maka simaklah perkataan beliau yang tertulis dalam kitab Al-Ibaanah ‘an Ibthaali Ahlil-Kufr wadl-Dlalaalah[1] karangannya sebagai berikut :

Bolehkah Suami Bercampur dengan Istri Jika Ia Belum Menyerahkan Maharnya ?

0 komentar


Dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata :
لَمَّا تَزَوَّجَ عَلِيٌّ فَاطِمَةَ، قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَعْطِهَا شَيْئًا "، قَالَ: مَا عِنْدِي شَيْءٌ، قَالَ: " أَيْنَ دِرْعُكَ الْحُطَمِيَّةُ "
“Ketika ‘Aliy menikahi Faathimah, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : ‘Berilah ia sesuatu (untuk mahar)’. ‘Aliy berkata : ‘Aku tidak memiliki apa-apa’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Dimanakah baju besi khuthamiyyah-mu ?”.[1]
Hadits tersebut pada kitab Sunan Abi Daawud berada di bawah Baab : Fir-Rajuli Yadkhulu bi-Imra-atihi Qabla An-Yunqaduhaa (Bab : Tentang Laki-Laki yang Mencampuri Istrinya Sebelum Memberikan Mahar Kepadanya).

Teka-Teki Pembunuh Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa Akhirnya Terjawab

17 komentar


Mayoritas orang Syi’ah masa sekarang mengatakan bahwa yang membunuh Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa adalah Yaziid bin Mu’aawiyyah rahimahullah. Dialah yang memerintahkan untuk membunuh Al-Husain radliyallaahu ‘anhu. Itulah khabar yang beredar dari mulut ke mulut, dari dulu hingga sekarang, dan akhirnya masuk ke telinga orang yang paling bodoh di kalangan mereka. Dogma pun muncul : Orang-orang Syaam/Bani Umayyah adalah pembunuh Al-Husain, sehingga pantas menjadi musuh Ahlul-Bait. Bani Umayyah = Ahlus-Sunnah = Wahabiy. Meski telah menjadi dogma, ternyata keliru. Bukan orang Syaam yang menjadi pembunuh Al-Husain radliyallaahu ‘anhu. Lalu, siapakah yang membunuh Al-Husain ?. Berikut perkataan Ahlul-Bait dan para ulama Syi’ah yang ada dalam kitab-kitab mereka :

Fatwa Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan tentang Irjaa’ dan Orang yang Meninggalkan Amal Jawaarih

11 komentar


Pertanyaan :
“Kami membaca sebuah jawaban dari Anda, Fadliilatusy-Syaikh, atas salah satu pertanyaan bahwasannya siapa saja yang tidak beramal dengan jawaarih (anggota tubuh)-nya, bukanlah seorang mukmin.
Lalu, apakah diperbolehkan bagi kita untuk mengatakan ia seorang muslim, namun kita tidak memutlakkan padanya nama iman (mukmin) ?
Hal itu dikarenakan kami mendapati sebuah perkataan dari Ibnu Mandah dalam kitab Al-Iimaan (1/198) yang menyebutkan sesuatu yang menunjukkan bahwa perkataan Laa ilaha illallaah, mewajibkan nama Islam (muslim) dan mengharamkan harta dan darah orang yang mengucapkannya. Ibnu Mandah menyebutkan padanya hadits Al-Miqdaad dalam Shahiihain saat salah seorang shahabat berkata : Aku bertanya : ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu seandainya aku berselisih dengan seseorang dari kalangan musyrikin dalam perkelahian, lalu ia berhasil memotong (salah satu) tanganku. Ketika aku berhasil menjatuhkannya/mengalahkannya, ia mengucapkan Laa ilaha illallaah. Apakah aku boleh membunuhnya ?’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Bahkan, lepaskanlah ia’.
Ini adalah perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang ternukil dari kitab Fathul-Majiid. Pendapat itulah yang dipegang An-Nawawiy dalam Syarh Muslim. Juga termasuk perkataan (pendapat) Ibnu Rajab Al-Hanbaliy, Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Ghunaimaan[1]. Juga termasuk pendapat Al-Albaaniy yang dituduh Quthubiyyuun berpemahaman irjaa’.
Bolehkan bagi kita pemutlakan ini ?. Dan apakah orang yang mengatakannya termasuk Murji’ah ?”.

Penjelasan tentang Murji’ah (Diambil dari Kitab Shaihatun Nadziir bi-Khatharit-Takfiir oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy hafidhahullah)

7 komentar


Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah (no. 959, 960, dan 961) dan Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah (no. 340) dari Al-Imama Ahmad bin Hanbal rahimahullah, bahwasannya ia pernah ditanya tentang Murji’ah, maka beliau menjawab :
مَنْ قَالَ إِنَّ الْإِيْمَانَ قَوْلٌ
“Yaitu siapa saja yang mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan (saja)”.
Diriwayatkan oleh Al-Laalikaaiy dalam As-Sunnah (no. 1837) dan Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah dari Al-Imaam Wakii’ bin Al-Jarraah  Ar-Ruaasiy, bahwasannya ia berkata :
أَهْلُ السُّنَّةِ يَقُولونَ : الإِيْمَانُ قَولٌ وَعَمَلٌ، وَالْمُرْجِئَةُ يَقُولُونَ : الْإِيْمَانُ قَولٌ ! والْجَهْمِيَّةُ يَقُولُونَ الإِيْمَانُ الْمَعْرِفَةُ
“Ahlus-Sunnah berkata : iman adalah perkataan dan perbuatan. Murji’ah berkata : iman adalah perkataan. Dan Jahmiyyah berkata : iman adalah ma’rifah”.

Diantara Ciri-Ciri Murji’ah Menurut Ulama Ahlus-Sunnah

11 komentar


1.     Iman tidak bercabang-cabang dan tidak bertingkat-tingkat.
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وبهذا يتبين الجواب عن شبهة أهل البدع من الخوارج والمرجئة وغيرهم ممن يقول إن الإيمان لا يتبعض ولا يتفاضل ولا ينقص قالوا لأنه إذا ذهب منه جزء ذهب كله لأن الشيء المركب من أجزاء متى ذهب منه جزء ذهب كله
“Dan dengan hal ini menjadi jelaslah jawaban atas syubhat Ahlul-Bida’ dari kalangan Khawaarij, Murji’ah, dan yang lainnya yang mengatakan iman tidak bercabang-cabang dan tidak bertingkat-tingkat, dan tidak bisa berkurang. Mereka berkata : Hal itu dikarenakan apabila hilang sebagian iman, maka hilang seluruhnya. Sesuatu yang tersusun dari bagian-bagian, ketika hilang satu bagian darinya, maka hilang secara keseluruhan..” [Minhaajus-Sunnah, 5/204-205].

Amal adalah Syarat Keshahihan Iman ataukah Syarat Kesempurnaan Iman ?

6 komentar


Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah pernah ditanya :
“Ada orang yang berkata bahwa iman adalah perkataan, keyakinan, dan amal, akan tetapi amal termasuk syarat kesempurnaan iman (syarth li-kamaalil-iimaan). Ia berkata juga : ‘Tidak ada kekufuran kecuali dengan keyakinan’. Apakah perkataan ini termasuk perkataan Ahlus-Sunnah wal-Jamaa’ah ?”.
Beliau hafidhahullah menjawab :