Orang Mati Tidak Bisa Mendengar


1. QS. An-Naml ayat 80 :
إِنّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَىَ وَلاَ تُسْمِعُ الصّمّ الدّعَآءَ إِذَا وَلّوْاْ مُدْبِرِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang”.
Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
وقال ابن التين : لا معارضة بين حديث بن عمر والاية لأن الموتى لا يسمعون بلا شك لكن إذا أراد الله إسماع ما ليس من شأنه السماع لم يمتنع كقوله تعالى انا عرضنا الأمانة الآية وقوله فقال لها وللأرض ائتيا طوعا أو كرها الآية وسيأتي في المغازي قول قتادة أن الله احياهم حتى سمعوا كلام نبيه توبيخا ونقمة انتهى وقد أخذ بن جرير وجماعة من الكرامية من هذه القصة أن السؤال في القبر يقع على البدن فقط وأن الله يخلق فيه ادراكا بحيث يسمع ويعلم ويلذ ويألم وذهب بن حزم وابن هبيرة إلى أن السؤال يقع على الروح فقط من غير عود إلى الجسد وخالفهم الجمهور فقالوا تعاد الروح إلى الجسد أو بعضه كما ثبت في الحديث
“Berkata Ibnut-Tiin : Tidak ada pertentangan antara hadits Ibnu ‘Umar (yaitu hadits Qalaib Badr) dengan ayat tersebut (QS. An-Naml : 80), sebab orang-orang mati tidak mendengar tidaklah diragukan lagi, akan tetapi apabila Allah ta’ala menghendaki sesuatu yang tidak mampu mendengar menjadi mampu mendengar, maka tidak ada yang menghalanginya. Hal ini sebagaimana firman-Nya : [إِنّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا] “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu” (QS. Al-Ahzaab : 72). [فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ ائْتِيَا طَوْعاً أَوْ كَرْهاً] “Lalu Dia berkata kepadanya (langit) dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa" (QS. Fushshilat : 72). Al-Imam Bukhari menukil ucapan Qatadah dalam kitab Al-Maghaazi : “Sesungguhnya Allah menghidupkan mereka sehingga mereka mendengar dari ucapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai penghinaan dan adzab bagi mereka”. Selesai ucapan Ibnut-Tiin. Ibnu Jarir Ath-Thabari dan sebagian besar Karamiah mengambil pendapat dari kisah ini bahwasannya pertanyaan di dalam kubur itu terjadi pada badan saja, dan Allah memberikan kemampuan kepada mereka untuk mendengar dan mengetahui serta merasakan adanya nikmat dan adzab. Sedangkan Ibnu Hazm dan Ibnu Hubairah berpendapat bahwa pertanyaan terjadi hanya pada ruh saja. Akan tetapi jumhur ulama menyelisihi mereka dan berpendapat lain, yaitu bahwa ruh dikembalikan ke badan atau sebagiannya sebagaimana dijelaskan dalam hadits”.
Ibnu Hajar kemudian melanjutkan :
أن المصنف أشار إلى طريق من طرق الجمع بين حديثي بن عمر وعائشة بحمل حديث بن عمر على أن مخاطبة أهل القليب وقعت وقت المسألة وحنيئذ كانت الروح قد اعيدت إلى الجسد وقد تبين من الأحاديث الأخرى أن الكافر المسئول يعذب وأما إنكار عائشة فمحمول على غير وقت المسألة فيتفق الخبران
“Bahwasannya mushannif (yaitu Al-Imam Bukhari) menunjukkan satu cara di antara cara-cara menggabungkan dua hadits, yaitu hadits Ibnu ‘Umar dan hadits ‘Aisyah (yaitu sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi : “Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui bahwasannya apa yang aku katakan kepada mereka adalah benar”; kemudian Aisyah radliyallaahu ‘anhaa membaca ayat : “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati dapat mendengar” sampai selesai - Abu Al-Jauzaa’). Kemungkinan makna dari hadits Ibnu ‘Umar adalah bahwasannya ucapan terhadap orang-orang kafir yang telah mati dan berada di dalam sumur-sumur Badar terjadi sewaktu Malaikat Munkar dan Nakir bertanya kepada ruh tersebut setelah dikembalikan ke badan, dan disebutkan dalam hadits lain bahwasannya orag kafir yang ditanya diadzab. Adapun pengingkaran ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa mengandung kemungkinan di luar – bukan – waktu pertanyaan, maka dengan ini selaraslah dua hadits tersebut” [Lihat Fathul-Baariy 3/235].
Lihatlah penjelasan di atas ! Ibnu Hajar telah menjelaskan bahwa keumuman dalil/nash telah menetapkan bahwa mayat/orang mati itu tidak dapat mendengar. Akan tetapi hal itu dikecualikan pada waktu-waktu tertentu seperti kisah sumur Badr – sebagaimana akan dibahas kemudian.
Al-Imam Asy-Syaukani dalam Tafsirnya Fathul-Qadiir tentang ayat [إِنّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَىَ] “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar” (QS. An-Naml ayat 80) berkata :
لأنه إذا علم أن حالهم كحال الموتى في انتفاء الجدوى بالسماع أو كحال الصم الذين لا يسمعون ولا يفهمون ولا يهتدون صار ذلك سبباً قوياً في عدم الاعتداء بهم، شبه الكفار بالموتى الذين لا حس لهم ولا عقل، وبالصم الذين لا يسمعون المواعظ ولا يجيبون الدعاء إلى الله.
“Hal itu dikarenakan apabila ia mengetahui, bahwasannya keadaan mereka (kaum kafir) seperti halnya orang mati dalam hal ketidakmampuan mengambil faedah dengan pendengaran atau seperti orang yang tuli yang tidak dapat mendengar, memahami, dan diberi petunjuk, yang itu menjadi satu sebab kuat dalam ketiadaan pelanggaran dengannya. Allah telah menyerupakan mereka (kaum kafir) dengan orang mati yang tidak mempunyai rasa dan akal; dan (mereka juga diserupakan) dengan orang yang tuli yang tidak dapat mendengarkan nasihat dan menjawab panggilan/seruan kepada Allah”.
Kemudian Asy-Syaukani melanjutkan :
وظاهر نفي إسماع الموتى العموم، فلا يخص منه إلا ما ورد بدليل كما ثبت في الصحيح أنه صلى الله عليه وسلم خاطب القتلى في قليب بدر........
“Dhahirnya, (ayat tersebut) meniadakan pendengaran dari orang mati secara umum. Maka tidaklah dikhususkan darinya kecuali apa-apa yang datang dari dalil sebagaimana telah tetap dalam Ash-Shahih (Al-Bukhari/Muslim) bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang-orang kafir yang terbunuh di sumur-sumur Badr…….” [Lihat Fathul-Qadir QS. An-Naml : 80].
Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya berkata tentang ayat [إِنّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَىَ] “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar” (QS. An-Naml ayat 80) :
أي لا تسمعهم شيئاً ينفعهم, فكذلك هؤلاء على قلوبهم غشاوة وفي آذانهم وقر الكفر, ولهذا قال تعالى: {ولا تسمع الصم الدعاء إذا ولوا مدبرين * وما أنت بهادي العمي عن ضلالتهم * إن تسمع إلا من يؤمن بآياتنا فهم مسلمون} أي إنما يستجيب لك من هو سميع بصير, السمع والبصر النافع في القلب والبصيرة, الخاضعُ لله ولما جاء عنه على ألسنة الرسل عليهم السلام.
“Yaitu engkau tidak dapat memperdengarkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Demikian juga kafirnya orang yang di dalam hati mereka terdapat penutup dan telinga-telingan mereka terdapat sumbat. Untuk itu Allah ta’ala telah berfirman : “dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorang pun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri” ; yaitu yang dapat memperkenankanmu hanyalah Rabb Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dengan pendengaran dan penglihatan yang membawa manfaat di dalam hati dan pandangan orang yang tunduk kepada-Nya serta apa yang dibawa melalui lisan para Rasul ‘alaihimus-salaam [Tafsir Ibni Katsir, 6/210].
Ibnu Katsir dalam penjelasan ayat di atas secara eksplisit menyamakan keadaan kaum kafir dengan orang yang telah mati (mayat) yang dinafikkan dari sifat mendengar. Hal itu semakin kuat dengan penyebutan bahwa Allah Yang Maha Melihat dan Maha Mendengar yang kuasa memberikan manfaat dari penjelasan dan seruan kepada makhluk-Nya. Di sini seakan-akan Ibnu Katsir menegaskan bahwa sifat melihat dan mendengar yang dinafikkan dari orang kafir secara majazi dan orang yang mati secara hakiki itu akan kembali pada kesempurnaan sifat ke-Maha Melihat dan Maha Mendengar dari Allah. Hanya Allah lah yang kuasa memberikan penglihatan dan pendengaran kepada makhluk-Nya.
2. QS. Faathir ayat 13-14 :
ذَلِكُمُ اللّهُ رَبّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ* إِن تَدْعُوهُمْ لاَ يَسْمَعُواْ دُعَآءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُواْ مَا اسْتَجَابُواْ لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِـكُمْ وَلاَ يُنَبّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
“Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”.
Ayat di atas begitu gamblang dalam meniadakan pendengaran dari tuhan-tuhan selain Allah yang diseru kaum musyrikin. Tuhan-tuhan yang disembah selain Allah ini terdiri dari batu, patung, atau pohon-pohon; juga termasuk orang-orang atau hamba-hamba Allah yang telah mati. Hal ini ditunjukkan pada ayat [وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِـكُمْ] “Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu”. Hamba-hamba yang dituhankan tadi akan dibangkitkan di hari kiamat dan akan dihisab serta ditanya (lihat pula QS. Al-Furqaan : 17-18).
Contoh dari hamba-hamba yang dipertuhankan setelah matinya adalah sebagaimana dikatakan Nabi Nuh ‘alaihis-salaam tentang lima berhala yang disembah kaumnya :
وَقَالُواْ لاَ تَذَرُنّ آلِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنّ وَدّاً وَلاَ سُوَاعاً وَلاَ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْراً
“Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr". (QS. Nuh : 13).
Hal yang sama adalah sebagaimana difirmankan Allah tentang tiga berhala musyrikin Arab :
أَفَرَأَيْتُمُ اللاّتَ وَالْعُزّىَ * وَمَنَاةَ الثّالِثَةَ الاُخْرَىَ
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?” (QS. An-Najm : 19-20).
Dari sini kita tahu bahwasannya Allah telah menegaskan bahwa berhala-berhala/tuhan-tuhan yang disembah selain Allah dari kalangan orang shalih yang telah meninggal tersebut tersebut tidaklah dapat mendengar apa yang mereka minta. Dan kalaupun bisa mendengar (dan kenyataannya adalah tidak bisa mendengar), niscaya mereka tidak mampu mengabulkan permintaan mereka. Inilah inti dari QS. Fathir ayat 13-14 dalam kaitannya dengan bahasan kita.
3. Hadits Qalaaib Badr
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: وقف النبي صلى الله عليه وسلم على قليب بدر، فقال: (هل وجدتم ما وعد ربكم حقا. ثم قال: إنهم الآن يسمعون ما أقول). فذكر لعائشة، فقالت: إنما قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إنهم الآن ليعلمون أن الذي كنت أقول لهم هو الحق). ثم قرأت: {إنك لا تسمع الوتى}. حتى قرأت الآية.
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas sumur-sumur Badr, kemudian beliau bersabda : ‘Apakah kalian mendapati sesuatu yang telah dijanjikan Rabb kalian adalah benar ?’. Kemudian beliau bersabda lagi : ‘Sesungguhnya sekarang mereka mendengar (yasma’uun) apa yang aku katakan’. Kemudian berita ini dikhabarkan kepada ‘Aisyah, maka ia berkata : “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hanyalah bersabda : Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui (ya’lamuun) apa yang dulu aku katakan kepada mereka adalah benar’. Kemudian ‘Aisyah membaca ayat : “Sesungguhnya kamu tidak mampu menjadikan orang-orang mati mampu mendengar” sampai akhir ayat [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3980-3981].
عن أبي طلحة: أن نبي الله صلى الله عليه وسلم أمر يوم بدر بأربعة وعشرين رجلا من صناديد قريش، فقذفوا في طوى من أطواء بدر خبيث مخبث، وكان إذا ظهر على قوم أقام العرصة ثلاث ليال، فلما كان ببدر اليوم الثالث أمر براحلته فشد عليها رحلها، ثم مشى واتبعه أصحابه وقالوا: ما نرى ينطلق إلا لبعض حاجته، حتى قام على شفة الركي، فجعل يناديهم بأسماء آبائهم: (يا فلان بن فلان، ويا فلان بن فلان، أيسركم أنكم أطعتم الله ورسوله، فانا قد وجدنا ما وعدنا ربنا حقا، فهل وجدتم ما وعد ربكم حقا). قال عمر: يا رسول الله، ما تكلم من أجساد لا أرواح لها؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (والذي نفس محمد بيده، ما أنتم بأسمع لما أقول منهم).
قال قتادة: أحياهم الله حتى أسمعهم قوله، توبيخا وتصغيرا ونقمة وحسرة وندما.
Dari Abu Thalhah : Bahwasannya Nabi Allah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para shahabat pada perang Badr untuk menguburkan dua puluh empat mayat tokoh-tokoh kaum Quraisy, kemudian mereka pun dilemparkan ke dalam sumur di antara sumur-sumur Badr dalam keadaan busuk dan bau. Kebiasaan beliau jika menampakkan diri pada suatu kaum maka beliau bermalam di sebuah tanah lapang selama tiga malam. Dan ketika berada di Badr di hari ketiga beliau meminta untuk disiapkan kendaraannya, lalu beliau memacunya kemudian beliau berjalan dan diikuti oleh para shahabatnya dan mereka berkata : ‘Tidaklah kami berpendapat beliau keluar melainkan untuk sebagian keperluannya”; sampai beliau berdiri di sisi sebuah sumur, kemudian mulailah beliau memanggil nama-nama mereka dan nama-nama orang tua mereka : ‘Wahai Fulan bin Fulan, wahai Fulan bin Fulan ! Apakah kamu suka seandainya kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya ? Sesungguhnya kami telah mendapati apa yang telah dijanjikan Rabb kami adalah benar, maka apakah kalian mendapati apa yang dijanjikan Rabb kalian adalah benar ?’. Perawi berkata : Maka ‘Umar radliyallaahu ‘anhu berkata : “Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara pada bangkai yang sudah tidak memiliki ruh ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Demi (Allah) yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah kamu lebih mendengar dari mereka atas apa yang aku katakan’.
Berkata Qatadah : “Allah menghidupkan mereka sehingga mereka mendengar perkataan beliau sebagai satu penghinaan, peremehan, adzab, dan penyesalan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3976, Muslim no. 2875, Ahmad 4/29, dan Abu Ya’la no. 1431].
Sisi pendalilan :
  1. Hadits Pertama; terdapat kalimat pengkhususan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hal waktu, yaitu perkataan “sekarang” (الآن), yaitu mayat orang-orang kafir mendengar saat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbicara. Konsekuensinya, maka mereka tidak mendengar selain dari waktu yang disebutkan. Ini termasuk mukjizat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dan sebagaimana diketahui bahwa mukjizat itu tidaklah berlangsung terus-menerus.
Al-Imam Al-Qurthubi berkata dalam Tafsir-nya dengan menukil penjelasan Ibnu ‘Athiyyah :
أن قصة بدر خرق عادة لمحمد صلى الله عليه وسلم في أن رد الله إليهم إدراكا سمعوا به مقاله ولولا إخبار رسول الله صلى الله عليه وسلم بسماعهم لحملنا نداءه إياهم على معنى التوبيخ لمن بقي من الكفرة، وعلى معنى شفاء صدور المؤمنين.
“Bahwasannya kisah Badr merupakan kejadian luar biasa (mukjizat) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallaahu’alaihi wa sallam dimana Allah mengembalikan pendengaran kepada kaum kafir yang mereka dapat mendengar darinya perkataan-perkataan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Seandainya Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkhabarkan bahwa mereka mendengar, maka kita akan memahami bahwa seruan beliau tersebut sebagai penghinaan bagi orang-orang yang tetap berada dalam kekafiran dan mengandung makna pengobatan bagi orang-orang mukmin” [Tafsir Al-Qurthubi, 16/205].
Pernyataan sejenis juga dikemukakan oleh Al-Alusi dalam Ruuhul-Ma’ani.
  1. Hadits Kedua; Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari keyakinan ‘Umar dan para shahabat lain bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendengar. Sebagian shahabat menunjukkan secara isyarat, sebagian yang lain secara terang-terangan. Isyarat tersebut nampak pada pertanyaan mereka : [ما تكلم من أجساد لا أرواح لها] “Mengapa engkau berbicara pada jasad yang sudah tidak memiliki ruh/nyawa ?”. Tentu pertanyaan ini didasari oleh pengetahuan mereka sebelumnya bahwa orang mati tidak bisa mendengar. Pengetahuan ini tentu didapatkan dari keterangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ketidakadaan pengingkaran beliau tersebut tercermin dari jawaban : [ما أنتم بأسمع لما أقول منهم] “Tidaklah kalian lebih mendengar tentang apa yang aku katakan dari mereka”. Ini merupakan penjelasan kata “sekarang” [الآن] sebagaimana yang terdapat pada hadits pertama. Kesimpulannya, sifat mendengar ini hanyalah terjadi pada waktu itu saja.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya :
عن أنس : ... فسمع عمر صوته فقال يا رسول الله أتناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون يقول الله عز وجل { إنك لا تسمع الموتى } فقال والذي نفسي بيده ما أنتم بأسمع منهم ولكنهم لا يستطيعون أن يجيبوا
فسمع عمر صوته فقال يا رسول الله أتناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون يقول الله عز وجل { إنك لا تسمع الموتى } فقال والذي نفسي بيده ما أنتم بأسمع منهم ولكنهم لا يستطيعون أن يجيبوا
Dari Anas : ….‘Umar mendengar suara beliau, kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, apakah engkau menyeru mereka setelah (mati) tiga hari ? Apakah mereka mendengar ? Bukankah Allah telah berfirman : “Sesungguhnya engkau tidak dapat menjadikan orang mati mampu mendengar ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah kalian lebih mendengar daripada mereka terhadap apa yang aku katakan. Akan tetapi mereka tidak mampu untuk menjawab” [HR. Ahmad 3/287 no. 14096; shahih].
Apa yang diketahui ‘Umar sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berasal dari pemahaman ayat Al-Qur’an QS. An-Naml : 80. Dan itu hal yang terjadi pada ‘Aisyah ketika ia diberi khabar tentang peristiwa Badr (hadits pertama) yang kemudian ia ingkari khabar tersebut karena pengetahuannya akan QS. An-Naml : 80. ‘Aisyah bahkan menyanggah dengan perkataan :
إنما قال النبي صلى الله عليه وسلم إنهم الآن ليعلمون أن الذي كنت أقول لهم هو الحق
“Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hanyalah bersabda : Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui apa yang dulu aku katakan kepada mereka adalah benar”.
Padahal pemberi khabar menggunakan lafadh [يسمعون] “mendengar”. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan ‘Aisyah, ‘Umar, dan para shahabat lain adalah orang yang telah mati tidak bisa mendengar. Dalam kasus ini, ‘Aisyah telah keliru. Jikalau ia menerima khabar yang sebenarnya (atau bahkan menyaksikan sebagaimana para shahabat ahlul-badr), niscaya pendapatnya adalah sama dengan para shahabat lain yang menetapkan peristiwa mendengarnya mayat-mayat kaum kafir di sumur Badr. Wallaahu a’lam.
4. Hadits shalawat
عن أوس بن أوس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه قبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي قال قالوا يا رسول الله وكيف تعرض صلاتنا عليك وقد أرمت يقولون بليت فقال إن الله عز وجل حرم على الأرض أجساد الأنبياء
Dari Aus bin Aus ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya hari kamu yang paling utama adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimatikan, dan hari ditiupkan ruh, serta hari terjadinya kiamat. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawatmu disampaikan kepadaku”. Mereka (para shahabat) bertanya : “Wahai Rasululah, bagaiman shalawat kami disampaikan kepadamu padahal engkau telah wafat ?”. Beliau pun menjawab : “Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi (untuk merusak) jasad para Nabi” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1047, Ibnu Majah no. 1636, Ibnu Khuzaimah no. 1733, dan yang lainnya; shahih].
عن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن لله ملائكة سياحين في الأرض يبلغوني عن أمتي السلام
Dari ‘Abdullah ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas menjelajah di muka bumi untuk menyampaikan salam yang diucapkan oleh umatku” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/441, An-Nasa’i 3/43, Abu Ya’la no. 5213, dan yang lainnya; shahih].
Sisi pendalilan :
Jika mayit bisa mendengar, tentu mayit Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih dimungkinkan untuk mendengar. Mayit beliau lebih mulia dari siapapun, termasuk mayit para nabi dan rasul yang lain. Seandainya mayit beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bisa mendengar, tentu beliau mendengar salam yang diucapkan umatnya (saat berziarah). Pada hadits pertama menggunakan lafadh “disampaikan” (ma’ruudlatun) yang maknanya bahwa beliau tidaklah mendengar secara langsung shalawat yang diucapkan umatnya untuk beliau. Namun shalawat tersebut sampai melalui perantaraan malaikat sebagaimana disebutkan secara jelas dalam hadits kedua.
Peringatan :
Ada hadits yang digunakan untuk menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendengar dari dalam kuburnya :
من صلى علي عند قبري سمعته ، ومن صلى علي نائيا وكل بها ملك يبلغني......
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku dari sisi kuburku maka aku mendengarnya dan barangsiapa bershalawat dari jauh maka semuanya itu akan disampaikan malaikat kepadaku”.
Ini adalah hadits palsu sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul-Islam dalam Majmu’ Al-Fataawaa 27/241 dan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adl-Dla’iifah 1/366-369 no. 203.
Beberapa dalil di atas menunjukkan keumuman orang mati tidak dapat mendengar. Ia hanya bisa mendengar pada saat-saat khusus saja (takhshiish) seperti hadits sumur Badr, dan juga hadits sandal sebagai berikut :
عن أنس رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (العبد إذا وضع في قبره وتولي وذهب أصحابه، حتى إنه ليسمع قرع نعالهم، أتاه ملكان....)
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda : “Seorang hamba (yang mati) baru saja diletakkan dikuburnya dan ditinggalkan oleh keluarganya, hingga ia ia mendengar langkah kaki sandal mereka (yang sedang beranjak pulang), yang kemudian dua orang malaikat mendatanginya…” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1338, Muslim no. 2870, Abu Dawud no. 3231, dan yang lainnya].
Kesemuanya itu (berikut hadits-hadits yang semisal) merupakan bentuk takhshiish ‘alal-‘aam – sebagaimana ma’ruf diketahui dalam ilmu ushul. Sekaligus satu bentuk pemahaman yang komprehensif terhadap beberapa nash yang kelihatannya saling bertentangan. Inilah pendapat jumhur ulama. Wallaaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
Abu Al-Jauzaa’ – 5 Sya’ban 1430.

Comments

Unknown mengatakan...

ASSALAMU'ALAIKUM... ANA IZIN UNTUK SHARE... JAZAKALLAHU KHOIR

rasi mengatakan...

Ustad , punya penjelasan mengenai hukum melepas ikatan tali pocong nggak ya ?

Apakah perkara yang syariat perintahkan atau hanya adat saja , penting ustad mohon dibantu ya .

sukron

Abu Umar mengatakan...

kita bisa membuka Kitab Ar Ruh karangan Ibnu Qoyyim Al Jauzi (Juz I halaman 5), kalau tidak salah Ibnul Qoyyim itu murid kesayangan Ibnu Taymiyah. Pada halaman itu tertulis riwayat Ibnu Abdil Bar yang menyandarkan kepada ketetapan sabda Rasulullah saw:
ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيافيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام


“Orang-orang muslim yang melewati kuburan saudaranya yang dikenal saat hidupnya kemudian mengucapkan salam, maka Allah mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menjawab salam temanya.”

Bahkan menurut Ulama Salaf mereka telah ijma’ (sepakat) bahwa masalah orang yang mati itu mampu mengenal orang-orang yang masih hidup pada saat berziarah bahkan para ahli kubur mersasa gembira atas dengan kedatangan para peziarah. Hal ini, kata Ibnu Qoyyim, merupakan riwayat atsar yang mutawatir. Selengkapnya kata-kata Ibnu Qoyyim itu sebagai berikut:
والسلف مجمعون على هذاوقد تواترت الآثار عنهم بأن الميت يعرف زيارة الحي له ويستبشر به


Ibnu Qoyyim mengutip ungkapan Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid biin Abidunya dalam kitab Kubur pada bab ma’rifatul mauta biziyaratil ahya. Menyebut hadits sebagai berikut:
عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيهويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم


SalamArti bebasnya:
Dari Aisyah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang berziarah (berkunjung) ke kuburan saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayit, dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai berziarah.”

Menjawab salam siapa saja
Orang yang meninggal dunia, akan menjawab salam baik yang dikenal maupun yang tidak dikenalnya sebagaimana dalamsebuah riwayat hadits berikut:
عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلمعليه رد عليه السلام


Dari Abi Hurairah ra, Rasulullahsaw bersabda: “Apalabila orang yang lewat kuburan saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (yang mati) akan menjawab salam orang-orang yang tidak kenal.”


note:
buat pengunjung semua..silakan aktif dalam diskusi ilmiah tentang kerancuan syeh albani dalam menilai hadist...

http://myquran.com/forum/showthread.php/21007-Kerancuan-Albani-Dalam-Menilai-Hadis/page15

Anonim mengatakan...

@achmad junaedi

"buat pengunjung semua..silakan aktif dalam diskusi ilmiah tentang kerancuan syeh albani dalam menilai hadist..."

Maaf mas, apa ga ada bahasan lain yg lebih bermutu selain masih saja menjelek2an syaikh Albani???? Bosan mas, topiknya itu itu terus dan bahasannya jg muter2 disitu2 aja. Mbok ya bahas sesuatu yg dapat meningkatkan amalan kita tho, jgn malah menambah dosa.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Metode ahli hadits dan fuqahaa adalah menjamak beberapa hadits yang seakan-akan bertentangan. Seandainya Anda mengatakan bahwa mayit itu mendengar secara mutlak, lantas apa faedahnya nash-nash yang menafikkannya ?. Atau, beberapa nash yang menyatakan bahwa mayir mendengar orang yang hidup itu hanya khusus pada waktu-waktu tertentu ?.

Adapun tentang hadits yang Anda bawakan :

1. Riwayat Ibnu 'Abdil-Barr, berikut riwayat beserta sanadnya secara lengkap :

أخبرنا أبو عبد الله عبيد بن محمد قراءة مني عليه سنة تسعين وثلاثمائة في ربيع الأول قال: أملت علينا فاطمة بنت الريان المستملي في دارها بمصر في شوال سنة اثنتين وأربعين وثلاثمائة قالت: حدثنا الربيع بن سليمان المؤذن، صاحب الشافعي، قال: حدثنا بشر بن بكير، عن الأوزاعي، عن عطاء، عن عبيد بن عمير، عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ما من أحد مر بقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فسلم عليه إلا عرفه ورد عليه السلام ))

Abu Bakr Al-Isybiliy mengatakan bahwa sanadnya shahih. Akan tetapi, ini perlu ditinjau kembali. Perhatikan riwayat berikut :

وأخبرنا أبو القاسم عبد الرحمن بن محمد بن عبد الله السراج -( قال عنه الذهبي ثقة عالماً فقيها ))بنيسابور -حدثنا أبو العباس محمد بن يعقوب الأصم (( محدث عصره بلا منازعة ))حدثنا الربيع بن سليمان حدثنا بشر بن بكير حدثنا عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن أبيه عطاء بن يسار عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:"ما من عبد يمر بقبر رجل كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عرفه ورد عليه السلام".

[Diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam Taariikh-nya].

Faathimah bintu Ar-Rayyaan dalam sanad Ibnu 'Abdil-Barr telah menyelisihi Abu Bakr Al-Asham yang meriwayatkan dari Ar-Rabii', dari Bisyr bin Bukair, dari 'Abdurrahmaan bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfuu'. Riwayat Al-Khathiib ini sama dengan Tamaam Ar-Raaziy. Abu Bakr Al-Asham ini lebih kuat daripada Faathimah. Dan Faathimah sendiri, belum ditemukan biografinya.

Jadi, sanad yang benar adalah sanad Bisyr bin Bukair, dari 'Abdurrahmaan bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfuu'.

'Abdurrahmaan bin Zaid, ia seorang yang lemah. Bahkan Al-Haakim dan Abu Nu'aim mengatakan : Ia meriwayatkan dari ayahnya hadits-hadits palsu [lihat At-Tahdziib].

Intinya, hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah.

2. Hadits 'Aaisyah :

عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيهويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم

Aisyah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang berziarah (berkunjung) ke kuburan saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayit, dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai berziarah.”

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Hadits beserta sanadnya adalah sebagai berikut :

حدثنا محمد بن عون حدثنا يحيى بن يمان عن عبد الله بن سمعان عن زيد بن أسلم عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم

Riwayat ini sangat lemah. 'Abdullah bin Sam'aan, nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin Ziyaad bin Sulaimaan bin Sam'aan Al-Makhzuumiy; seorang yang matruuk. Bahkan dituduh berdusta.

3. Hadits Abu Hurairah :

عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام

Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Apalabila orang yang lewat kuburan saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (yang mati) akan menjawab salam orang-orang yang tidak kenal.”

Hadits ini lemah, karena keterputusan Zaid bin Aslam dengan Abu Hurairah. Zaid tidak pernah mendengar riwayat Abu Hurairah sebagaimana dikatakan Ibnu Ma'iin. Kelemahannya juga terletak pada salah seorang perawinya yang bernama Al-Jauhariy. Ibnu Ma'iin berkata : "Tidak ada apa-apanya". Abu Daawud : "Lemah, aku tidak menulis riwayat darinya sedikitpun".

****

Seandainya shahih, apakah dalil ini menjadi sesuatu yang umum ?. Atau,.. ia hanyalah menunjukkan keadaan khusus saja, yaitu si mayit menjawab salam yang diucapkan peziarah ?.

****

NB : Anda tidak salah bahwa Ibnul-Qayyim adalah murid Ibnu Taimiyyah, sebagaimana Ibnu Katsiir dan Adz-Dzahabiy. Ibnu Taimiyyah memang banyak melahirkan ulama besar.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ralat. Di atas tertulis :

"Abu Bakr Al-Isybiliy mengatakan bahwa sanadnya shahih".

Yang benar, adalah 'Abdul-Haqq Al-Isybiliy.

Umar Abdil Aziz mengatakan...

Mas mungkin bisa sama-sama direnungkan :

1. Surah Ali 'Imran 169
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (169)
Orang-orang yang telah terbunuh sebagai syuhada dalam perang fi sabilillah, janganlah dikira mereka mati, sebagai anggapan orang-orang munafik, akan tetapi mereka masih hidup di sisi Allah, mendapat rezeki dan nikmat yang berlimpah-limpah.
Bagaimana keadaan hidup mereka seterusnya, hanyalah Allah yang mengetahui.
2. وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.(QS. 2:154)
3. At Taubah 105
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar beliau mengatakan kepada kaum muslimin yang mau bertobat dan membersihkan diri dari dosa-dosa dengan cara bersedekah dan mengeluarkan zakat, agar mereka melakukan amal-amal saleh sebanyak mungkin. Di samping itu Allah swt. juga memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyampaikan kepada mereka, bahwa apabila mereka telah melakukan amal-amal saleh tersebut maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin lainnya akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Akhirnya mereka akan dikembalikan-Nya ke alam akhirat, akan diberikannya kepada mereka ganjaran atas amal-amal yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Kepada mereka dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan tobat, zakat, sedekah dan salat semata-mata melainkan haruslah mereka mengerjakan semua apa yang diperintahkan kepada mereka. Allah akan melihat amal-amal yang mereka lakukan itu sehingga mereka semakin dekat kepada-Nya. Rasulullah juga akan melihat amal-amal tersebut disebabkan doa restu beliau untuk mereka akan semakin bertambah pula amal-amal kebajikan itu sehingga mereka pun akan mengikuti dan mencontohnya pula, sedang Allah swt. memberikan pahala yang berlipat ganda bagi mereka yang dicontoh tanpa mengurangi pahala mereka yang mencontoh.
Sebagaimana diketahui, kaum Muslimin akan menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat mengenai iman dan amalan dari sesama kaum Muslimin. Dan persaksian yang didasarkan atas penglihatan mata kepala sendiri adalah lebih kuat dan lebih dapat dipercaya. Oleh sebab itu, kaum Muslimin yang melihat amal kebajikan yang dilakukan oleh mereka yang insaf dan bertobat kepada Allah, tentulah akan menjadi saksi yang kuat di hari kiamat, tentang benarnya iman, tobat dan amal saleh mereka itu.
4. Hadist Anas bin Malik : Rasulullah bersabda : " Para nabi itu hidup di alam kubur mereka dan menunaikan sholat." (HR Abu Ya'la 3425, HR al-Baihaqi, Hayat al-Anbiya (hal 3 ) dan menilainya shohih, al-Bazzar dalam al_mUsnad (233 dan 256), al-Hafidz Ibn Askir dalam Tarikh Dimasyq (4/285), al-Hafidz Ibn 'Adi dalam Kamil (9/2), al-Hafidz Abu Nuaim dalam Dzikir Akhbar Ashbihan (2/39) dan hadist ini juga dinilai shohih olehal Hafizdh al-Munawi.

Anonim mengatakan...

Karena dlm Alquran dan Hadist, ada yg menjelaskan bisa mendengar ada yg menjelaskan tidak bisa mendengar.Jadi ngak perlu saling menuduh kafir, bagi yg percaya silahkan bagi yg tidak ya silahkan.Jgn saling menuduh yg lainnya terlalu konteksatual menafsirkannya.Krn Alquran bersifat keduanya (tersuarta dan tersirat)

Anonim mengatakan...

Tulisa saja di GooGle " mayit mendengar oran-orang yang menziarahinya "

Anonim mengatakan...

ustadz...

sekiranya ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa "mayyit bisa mendengar"...

dalil apa yang mereka gunakan dalam menetapkan: "mayyit dapat menyampaikan doa kepada Allaah, sebagaimana orang hidup" ?

setahu ana, dari sinilah para ulama menghukumi tawassul kepada penghuni kubur termasuk ISTIGHATSAH yang DILARANG (syirik), karena menetapkan sifat-sifat yang tidak dimampui oleh makhluq (tanpa adanya dalil)... sebagaimana terlarangnya kita memohon bantuan kepada orang yang masih hidup, tapi tidak hadir disisi kita...

Anonim mengatakan...

Kondisi kehidupan di alam qubur/barzakh tdklah sama dg kehidupan diakhirat para Ulama salaf membedakan keduan Ibnu katsir menukil dlm tafsrinya sejumlah perkataan Ulama salaf sbb :
Muhammad bin Ka'ab berkata : ﺍﻟﺒﺮﺯﺥ ﻣﺎﺑﻴﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻵﺧﺮﺓ ، ﻟﻴﺴﻮﺍ ﻣﻊ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻳﺄﻛﻠﻮﻥ ﻭﻳﺸﺮﺑﻮﻥ ، ﻭﻻ ﻣﻊ ﺃﻫﻞ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﻳﺠﺎﺯﻭﻥ ﺑﺄﻋﻤﺎﻟﻬﻢ .
Al Barzakh merupakan alam diantara dunia dan akhirah, tdk spt penghuni dunia yg makan n minum, dan tdk pula spt penghuni akhirat yg mendapat balasan amal mereka.
Bgt pula maksud ayat yg anda sampaikan diatas dijelaskan oleh para mufassir dg riwayat2 shahih diantaranya : Dalam Shahih Muslim, dari Masyruq rahimahullah, berkata: "Kami bertanya kepada Abdullah tentang ayat ini (QS. Ali Imran: 169)
Dia menjawab, "adapun kami telah bertanya
tentang hal (kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam), lalu beliau menjawab: "Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada’ itu ada di dalam tembolok burung hijau. Baginya ada
lentera-lentera yang tergantung di 'Arsy. Mereka bebas menikmati surga sekehendak mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan diri kepada mereka dengan jelas, lalu bertanya:
“Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan sekehendak kami?” Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka berkata, “Wahai Rabb kami! kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di jalan-Mu sekali
lagi. “Maka tatkala Dia melihat bahwasanya
mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim)
Dengan hadits diatas adakah pnejelasan bhw kondisinya sama dg didunia yaitu makan minum, mendengar dll? Begitu pula shalatnya para Nabi tdklah sama halnya dg shalat didunia karena shalatnya di dunia karena taklif syariat sdgkan shalatnya di kubur tsb adl karena bentuk ikram serta kecintaan dlm beribadah kpd Allah yg didapatkannya sbgmn yg dijelaskan oleh Imam Al Qurthubi : ﻓﺈﻥ ﻗﻴﻞ : ﻛﻴﻒ ﻳﺼﻠﻮﻥ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻭﻟﻴﺲ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻝ ﺣﺎﻝ ﺗﻜﻠﻴﻒ ؟
ﻓﺎﻟﺠﻮﺍﺏ : ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﻜﻢ ﺍﻟﺘﻜﻠﻴﻒ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺫﻟﻚ ﺑﺤﻜﻢ ﺍﻹﻛﺮﺍﻡ ﻟﻬﻢ ﻭﺍﻟﺘﺸﺮﻳﻒ ، ﻭﺫﻟﻚ ﺃﻧﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺣﺒﺒﺖ ﻟﻬﻢ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﺑﺤﻴﺚ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻼﺯﻣﻮﻥ ﺫﻟﻚ ، ﺛﻢ ﺗﻮﻓﻮﺍ ﻭﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ
Abu khansa

mdnasiridris mengatakan...

جزاك الله خيرا أبا الجوزاء
Ana minta izin utk share

Anonim mengatakan...

Umat Islam dinasihati kenal ustaz Sunnah kemudian ambil ilmu agama hanya dari mereka, agar tidak diperdayakan oleh hujjah putarbelit dari ustaz Bid'ah = http://binsajen.blogspot.sg/2015/02/langkah-ketiga.html

Sumber Ustaz Sunnah = www.yufid.com

Wallahu A'lam

Toko Online mengatakan...

Nice artikel :)
Nambah sedikit ilmu lagi nih :)

Anonim mengatakan...

saya memang tidak Ahli hadist, tapi setelah melihat artikel ini, banyak ilmu yang terlau di paksakan. jadi mungkin say lebih baik ikut pendapat tetangga saja deh.
yang lebih mudah, tidak ribet, tidak serba bidah.. urusan benar milik Allah.. yang menilai Allah.. yang memberi pahala Allah.
jikapun ada yang mengatakan saya ahli bidah, tapi semoga Allah berkehendak memasukan sy pada ahli syurga (amin)..